Setelah menikmati hari pertama di Bangkok tanpa berpikir membuat konten, suka tidak suka sudah waktunya untuk berlibur sembari memikirkan urusan pekerjaan.
Supaya ada modal untuk liburan-liburan berikutnya.
Kendati demikian, seperti yang saya lakukan beberapa tahun belakangan, tidak ada itinerari khusus di hari ketiga ini. Saya biarkan saja mengalir apa adanya sesuai dengan mood.
Daftar Isi
Menyelami Kehidupan Warga Lokal di Bang Chak
Satu yang menarik perhatian sejak pertama tiba di Bang Chak adalah berjalan mengelilingi area tersebut.
Terutama mendatangi pasar lokal Bang Chak yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari hostel Chan Cha La 99 tempat saya menginap.
Menariknya, sekitar 10 tahun silam, area tersebut sebenarnya masih berupa pemukiman warga. Yang tenang dan belum banyak dikunjungi wisatawan asing.
Semua berubah semenjak stasiun BTS Bang Chak beroperasi pada tahun 2011.
Kendati demikian, nuansa lokal masih sangat kental terasa. Dengan mayoritas pedagang kaki lima tidak bisa berbahasa Inggris.
Pasar Bang Chak sendiri menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari. Mulai dari bahan makanan (daging, sayuran, buah-buahan), pakaian, hingga nasi kotak.
Atau lebih tepatnya nasi mika.
Harganya terjangkau. Dan pastinya lebih murah ketimbang hidangan di restoran.
Mulai dari 20 baht untuk seporsi nasi goreng atau bihun goreng dengan telur dan sayuran ala kadarnya.
Saya sempat mencoba membeli nasi goreng dan nasi ayam biryani halal di sini.
Yang disebut pertama sesuai harga. Namun untuk nasi ayam biryani yang memang harganya hampir 3x lipat lumayan enak.
True Digital Park
Destinasi pertama adalah sebuah game center bernama Hero City yang ada di True Digital Park.
Tidak sampai 1.5 km jaraknya dari hostel. Masih dalam jangkauan walking distance saya.
Sayangnya, pusat permainan tersebut rupanya direnovasi sejak 1 MINGGU sebelumnya. Bisa-bisanya.
Di sisi lain, True Digital Park ternyata bukan mall biasa yang dijejali oleh restoran dan toko.
Melainkan pusat perbelanjaan yang mentarget para pekerja mobile.
Banyak disediakan meja untuk bekerja menggunakan laptop secara gratis. Colokan listrik pun berlimpah. Tidak perlu berebut.
Iri banget. Seandainya saja mall serupa ada di Surabaya.
True Digital Park sendiri sejatinya adalah pusat teknologi dan startup di Bangkok. Bahkan termasuk yang terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Lebih lengkapnya bisa dibaca di situs resmi mereka.
Museum Erawan
Awalnya saya ragu untuk mengunjungi Museum Erawan (พิพิธภัณฑ์ช้างเอราวัณ).
Lokasinya memang sudah di luar Bangkok, namun hanya berselisih 5 stasiun BTS saja dari True Digital Park.
Terlebih, biaya masuknya lumayan mahal untuk ukuran saya. 400 baht untuk wisatawan asing. Atau sekitar 178 ribu rupiah.
Untungnya, setelah mengecek di aplikasi Klook, ternyata ada potongan harga tiket. Cuma 90 ribuan saja.
Yasud, gak pakai mikir lagi. Langsung bayar pesan via aplikasi dan OTW menuju TKP.
Keputusan dadakan tersebut ternyata tepat.
Tidak hanya patung gajah raksasa berkepala tiga di bagian atap bangunan museum saja yang keren.
Area taman di sekeliling serta bagian dalam museum juga sangat indah.
Museum Erawan sendiri adalah museum pribadi milik Lek Viriyapant. Beliau memajang berbagai koleksi barang antik yang berhubungan dengan budaya dan religi di Thailand.
Koleksi tersebut disebar dalam tiga lantai yang berturut-turut diberi nama Underworld, Human World, dan Heaven.
Favorit saya adalah lukisan di langit-langit yang merupakan representasi alam semesta dalam ajaran Hindu.
Cerita pengalaman dan foto lain di area Museum Erawan bisa disimak di sini.
Udomsuk Market
Sebelum kembali ke hostel, saya sengaja turun di stasiun BTS Udomsuk. Tujuan utamanya adalah untuk membeli mango sticky rice di salah satu gerai yang katanya tersohor. Mae Thong Kham namanya.
Apes, toko tersebut ternyata sedang direnovasi. Entah tutup sementara atau dipindahkan ke tempat lain.
Ogah pulang dengan tangan hampa, saya mampir ke salah satu penjual panggangan di pinggir jalan. Sekaligus ujian praktek pertama memesan makanan dalam bahasa Thai.
Saya mencoba membeli dua buah sate brutu ayam yang harga satuannya 20 baht. Anehnya, saat hendak membayar, si penjual hanya meminta saya untuk menyerahkan 20 baht saja. Bukan 40 baht.
Apa mungkin sebagai bentuk penghargaan karena saya sudah berusaha untuk berkomunikasi dengan bahasa lokal?
Selain itu, saya sempatkan juga untuk melihat-lihat ke dalam sebuah pasar lokal yang terletak tak jauh dari stasiun Udomsuk BTS.
Lumayan bersih untuk ukuran pasar basah.
Ada satu stand penjual lauk pauk yang ramai pembeli. Sepertinya terkenal. Sampai ada pajangan foto pemiliknya segala.
Suasana di dalam pasar lokal Udomsuk serta pengalaman saya saat berkomunikasi dengan penjual sate pinggir jalan bisa disimak dalam video berikut.
Wattana Panich Beef Broth
Sorenya, saya pergi Wattana Panich, salah satu restoran legendaris di Bangkok.
Menu andalannya adalah semacam semur daging. Dengan resep keluarga yang sudah diturunkan selama 50 tahun ke 3 generasi.
Uniknya, selama itu pula kuah atau kaldu daging yang digunakan TIDAK PERNAH dibuang.
Setiap malam, sisa kuah tersebut disimpan sebelum keesokan harinya ditambahkan air dan bumbu-bumbu.
Dengan demikian, semakin lama kelezatannya semakin meningkat.
Untungnya, saat tiba di sana, restoran dalam kondisi tidak terlalu ramai. Hanya ada 1 orang pelanggan plus 2 orang Youtuber yang sepertinya berasal dari Tiongkok.
Tersedia menu dalam bahasa Inggris. Tidak perlu khawatir saat hendak memesan. Ada penjelasan singkat juga mengenai masing-masing hidangan yang ada.
Saya memesan Bovina’s Tendon Stewed (sop otot rebus) dan Chrysanthemum Tea (teh krisan).
Tak butuh waktu lama hingga kedua pesanan saya datang.
Dan memang benar, kelezatan kuahnya luar biasa. Terasa sekali rempah-rempahnya. Apalagi jika disantap dalam kondisi panas atau hangat.
Sayangnya, beberapa dagingnya masih agak alot. Sedikit mengurangi kenyamanan dalam menikmatinya.
Untuk teh krisan, mohon maaf, tidak sesuai dengan selera saya. Padahal saya penggemar teh.
Harganya sendiri terbilang mahal. 200 baht untuk sopnya. Tapi masih sebanding dengan rasanya sih.
Jika teman-teman ingin mengunjungi restoran ini, Wattana Panich berlokasi di jalan Ekkamai. Sekitar 1.6 km dari stasiun BTS Ekkamai.
Bisa berjalan kaki atau menggunakan ojek pangkalan yang biasanya stand by di depan pintu keluar stasiun tersebut.
Thaniya Thai Massage
Meski sudah melakukan persiapan dengan berolahraga rutin sejak dua bulan sebelum traveling, betis saya rupanya keok menghadapi tangga-tangga stasiun di Bangkok yang lumayan tinggi.
Kebetulan ada dua penyedia jasa pijat lokal di dekat hostel. Yaitu Thaniya Thai Massage dan Happy Massage. Keduanya bersebelahan.
Saya putuskan untuk mendatangi yang pertama. Siapa tahu satu jam Foot Massage bisa menghilangkan rasa letih dan tegang di otot kaki.
Pemijatnya sendiri emak emak paruh baya. Orang Thailand yang bisa sedikit berbahasa Inggris.
Sayangnya, kualitas pijatannya di bawah rata-rata. Tehnik seadanya dengan urutan yang tidak sesuai aturan. Asli kecewa.
Penutup
Berinteraksi sebanyak mungkin dengan warga lokal memang menjadi misi utama saya dalam perjalanan ke Thailand tahun ini.
Happy begitu tahu pengalaman pertama membeli makanan dengan menggunakan bahasa Thai berjalan lancar.
Sayang petualangan di hari ketiga ini ditutup dengan mengecewakan di layanan pijat lokal.
Sampai jumpa di catper Bangkok Pattaya 2022 hari berikutnya, ya.
Leave a Reply