Random Banget! Nonton Pentas Seni SMA di Wat Chedi Luang | Catper Thailand 2023 Day 2 (5 Oktober 2023)

Setelah menjalani hari pertama di Chiang Mai dengan sedikit santai, saatnya untuk menyibukkan diri dengan jadwal padat di hari kedua.

Tujuan utama adalah Wat Chedi Luang, yang bersebelahan dengan Wat Phantao. Tidak jauh dari penginapan.

Selanjutnya bergeser menuju arah barat Chiang Mai dan lanjut menjelajahi area Nimman yang touristy.

Gak Sengaja Nonton Pentas Seni di Wat Chedi Luang

Hujan deras mengguyur kota Chiang Mai di pagi hari. Baru berhenti sekitar pukul 7.

Untungnya, destinasi pertama hanya berjarak kurang lebih 400 meter dari tempat saya menginap.

patung penjaga kuil wat chedi luang

patung penjaga kuil wat chedi luang

Wat Chedi Luang adalah kuil Buddha yang paling populer di kota Chiang Mai. Berarti “Kuil Stupa Besar” jika diterjemahkan.

Kuil ini dibangun pada abad ke-14 oleh Raja Saen Muang Ma untuk menampung relik Buddha.

Pada masa itu, stupa tersebut memiliki ketinggian sekitar 82 meter (sekitar 270 kaki), menjadikannya salah satu struktur tertinggi di dunia pada masanya.

Namun, pada tahun 1545, gempa bumi menghancurkan bagian atas stupa, dan sejak itu tidak pernah sepenuhnya dipulihkan.

Sekarang, stupa ini hanya memiliki tinggi sekitar 60 meter (sekitar 197 kaki). Kendati demikian, tetap menjadi landmark yang mengesankan di Chiang Mai.

bangunan kuil wat chedi luang

bangunan kuil wat chedi luang

Area kuil yang berbayar ini ternyata sangat luas. Ada banyak bangunan lain di dalamnya. Seperti wihan (ruang ibadah), viharn (tempat penyimpanan tulang suci), chedi (tugu kecil), museum dan perpustakaan manuskrip Buddha, hingga — yang belakangan saya ketahui — sebuah sekolah.

Juga terdapat pilar kota. Yang sejak dulu dipercaya memberikan perdamaian sekaligus kesejahteraan bagi para penduduk Chiang Mai.

Video jalan berkeliling area kuil serta beberapa penjelasan lain bisa disimak di video berikut.

Seperti bisa dilihat di video tersebut, kedatangan saya rupanya bertepatan dengan acara pawai dan pesta seni yang diadakan oleh sebuah sekolah.

persiapan pawai dan pentas seni sekolah

persiapan pawai dan pentas seni sekolah

Lumayan deg-degan juga karena jadi satu-satunya orang asing yang (nekat) masuk ke halaman sekolah untuk merekam atraksi seni yang disajikan.

Yang jelas, seru, berkesan, dan gak akan terlupakan.

Makan Ayam Hainan Bareng Warlok di Kiat O Cha

Saatnya sarapan. Pilihan jatuh ke Kiat O Cha, restoran yang sangat terkenal di kalangan warga lokal.

Sebetulnya di hari pertama sudah sempat ke sana. Tapi apes, kehabisan.

Karena datang di pagi hari, tragedi tersebut tidak terulang kedua kali.

resto lokal kiat o cha

resto lokal kiat o cha

Dan untungnya, meski hampir semua pelanggannya orang Thailand, resto tersebut menyediakan menu berbahasa Inggris.

Pun begitu, sebenarnya tidak perlu pusing soal menu. Mengingat hidangan utama, sekaligus yang paling direkomendasikan, adalah ayam Hainan.

Ada 2 pilihan. Mau satu atau setengah porsi.

Rasanya? Juara. Mungkin salah satu hidangan ayam hainan terlezat yang pernah saya santap.

ayam hainan kiat o cha yang rasanya juara

ayam hainan kiat o cha yang rasanya juara

Walau mungkin masih sedikit di bawah ayam hainan yang saya cicipi di Pattaya.

Wat Phra Singh Yang Tidak Boleh Dilewatkan

Perut kenyang, jelajah kuil berlanjut.

Giliran berikutnya adalah Wat Phra Singh. Berjarak 500 meter dari Kiat O Cha.

Tidak ada pungutan biaya masuk. Dan sepertinya kuil ini populer sebagai lokasi foto prewed.

Dua hari berturut-turut mendatanginya, dua kali pula saya melihat ada pasangan calon pengantin tengah berfoto di taman yang ada di depan kuil.

Wat Phra Singh sendiri didirikan pada abad ke-14 oleh Raja Pha Yu, seorang penguasa dari Kerajaan Mangrai.

Kuil ini dipersembahkan untuk menyimpan sebuah patung Buddha yang sangat dihormati, yang disebut Phra Buddha Sihing. Patung ini diyakini berasal dari India dan dianggap sebagai salah satu patung Buddha paling sakral di Thailand.

Arsitektur kuil mencerminkan gaya Lanna, yang merupakan gaya arsitektur khas dari wilayah utara Thailand. Bangunan utama kuil ini dikelilingi oleh dinding berwarna merah tua yang indah.

Di dalam kompleks kuil, terdapat beberapa paviliun, viharn (ruang ibadah), chedi (tugu kecil), dan kolam-kolam air yang menambah keindahan tempat ini.

Jika Wat Chedi Luang seperti berada di sebuah lapangan yang luas, Wat Phra Singh seolah membawa kita menyusuri petak demi petak yang kental dengan budaya Buddha.

Jelajah Makam Bersejarah di Wat Suan Dok

Satu lagi kuil yang saya kunjungi di hari kedua.

Lumayan jauh jaraknya dari Wat Phra Singh. Sekitar 1.5 km.

Rutenya sendiri tidak terlalu membingungkan. Tinggal berjalan lurus saja ke arah barat menyusuri jalan Intrawarorot yang ada di sisi utara Wat Phra Singh.

Setelah melewati Saun Dok Gate, lanjut lagi menyusuri jalan Suthep.

Kuil yang bersangkutan nantinya bisa ditemui di sisi kiri jalan.

Waktu itu saya tidak sengaja masuk melalui pintu belakang alias pintu keluar.

Padahal, kalau melalui pintu depan sepertinya harus membayar tiket masuk.

Harap maklum. Sudah kadung tertarik dengan makam yang ada di dekat pintu keluar tersebut. Yang belakangan baru saya tahu kalau merupakan tempat bersemayam raja-raja dari Dinasti Mengrai.

makam raja raja di wat suan dok

makam raja raja di wat suan dok

Wat Suan Dok sendiri bisa diartikan sebagai “Kuil Tanah Bunga”. Didirikan pada abad ke-14 oleh Raja Kue Na dari Kerajaan Mangrai.

Menurut legenda, tulang suci Raja Kue Na juga disimpan di sini. Tepatnya di dalam chedi (stupa kecil) yang ada di tengah halaman kuil.

Selain chedi utama, Wat Suan Dok juga memiliki berbagai bangunan suci lainnya, termasuk viharn (ruang ibadah), sala (paviliun), dan ubosot (tempat utama untuk upacara keagamaan). Bangunan-bangunan ini sering dihiasi dengan ukiran kayu yang indah dan ornamen tradisional Thailand.

Satu hal yang membuat Wat Suan Dok istimewa adalah universitas Buddha yang terletak di dalam kompleks kuil ini. Universitas ini dikenal sebagai “Mahachulalongkornrajavidyalaya University” dan merupakan salah satu pusat pembelajaran agama Buddha terkemuka di Thailand. Banyak biksu dan cendekiawan agama Buddha belajar di sini.

Ke Nimman – Areanya Turis Berduit di Chiang Mai

Destinasi berikutnya ada di sebelah utara. Yaitu kawasan elit Nimman, yang biasa disambangi turis-turis berdompet tebal.

Berhubung hari sudah menjelang siang dan cuaca cukup panas, saya putuskan untuk naik Bolt, ojolnya Thailand.

Area tersebut bisa dibilang sangat ramai. Dan memang memiliki vibe yang berbeda dengan area old town.

Yah, seperti kawasan turis pada umumnya. Butik dan kafe berjejer di sana sini.

Terdapat pula pusat perbelanjaan Maya Lifestyle. Yang anehnya tidak terkesan seperti mall kalangan menengah atas.

Juga One Nimman. Semacam pusat pertokoan atau mal dengan konsep outdoor yang lagi-lagi dibanjiri resto serta butik berbandrol mewah.

Tujuan utama saya berada tidak jauh dari One Nimman. Yaitu Cherng Doi, resto yang diakui oleh Michelin Guide. Terutama untuk hidangan ayam bakarnya.

Tentu saja itu adalah menu yang kemudian saya pesan.

Dan rasanya? Ternyata SAMA SEKALI TIDAK ENAK, wkwkwkw.

tampilannya tidak sebanding dengan rasanya

tampilannya tidak sebanding dengan rasanya

Aseli. Sepertinya para pencicip dari Michelin Guide harus datang ke Indonesia. Jauh banget level kelezatannya dengan ayam bakar di negara kita.

Jalan Jalan Malam ke Tha Phae Gate dan Sekitarnya

Setelah kembali ke penginapan dan beristirahat sejenak, malam harinya saya memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar Tha Phae Gate.

Pada hari biasa, suasana malam di jalan Rachadamnoen dan juga jalan Tha Phae rupanya cukup sepi.

Memang ada beberapa orang yang lalu lalang. Tapi jika suasana tersebut saya alami bukan di negara Thailand mungkin akan berpikir dua kali untuk jalan jalan di malam hari seperti itu.

Saya sempat melihat gerai Rotee Pa Day yang setali tiga uang dengan Cherng Doi. Sama-sama dipuji oleh Michelin Guide.

Sebetulnya penasaran ingin mencoba. Tapi karena kadung kecewa dengan ayam bakar Cherng Doi pada akhirnya saya mengurungkan niat.

Penutup

Negara Thailand bagi saya selalu menjanjikan momen eksplorasi yang menyenangkan serta penuh kejutan.

Setelah melakukannya di Phuket, Pattaya, dan Bangkok, Chiang Mai rupanya juga menyuguhkan kepuasan serupa.

Sayang untuk kuliner masih fifti fifti. Ada yang cocok di lidah, ada pula yang bikin menyesal memakannya.

Apapun itu, sampai jumpa di catper edisi berikutnya, ya.

pentas seni wat chedi luang chiang mai

Leave a Reply