Dambulla tidak ada dalam daftar itinerari saya. Sungguh. Saya bahkan sama sekali tidak mempertimbangkannya. Meski sebagian traveller memasukannya ke dalam jadwal mereka. Sebagai alternatif bermalam untuk menjelajah Cultural Triangle. Segitiga Budaya. Yaitu Anuradhapura, Polonnaruwa, dan Sigiriya.
Namun semua berubah. Bukan setelah negara api menyerang. Namun ketika saya menjejakkan kaki pertama kalinya di kota tersebut. Di tengah rintik hujan. Di tengah deretan toko tradisional. Di tengah calon penumpang bus yang sedang menunggu datangnya bus masing-masing.
Tiba-tiba saja saya merasa harus berada di sana. Setidaknya untuk satu hari saja. Menikmati kota yang tampak masih belum terpengaruh geliat wisatawan. Sama seperti kota Jaffna. Dan kalau mengikuti seri artikel Catatan Perjalanan Sri Lanka ini teman-teman pasti sudah tahu. Saya suka kota Jaffna.
Dan terjadilah. Perubahan itinerari secara spontan untuk kedua kalinya. Dari Sigiriya yang seharusnya bablas ke Kandy. Berganti jadi menginap semalam di Dambulla.
Inilah ceritanya.
Daftar Isi
Dari Sigiriya ke Dambulla
Ada dua pilihan bus. Pertama seperti yang saya gunakan saat sebelumnya berpindah dari Dambulla ke Sigiriya. Jamnya tidak pasti. Tapi dalam sehari pasti cukup sering frekuensinya. Bisa ditunggu saja di jalan utama. Tidak mungkin terlewat. Karena jalannya cuma satu.
Kedua menggunakan bus tujuan Kandy. Sehari hanya sekali. Sekitar pukul 07.30 jadwalnya. Menurut gosip, si sopir bus memang tinggal di area Sigiriya. Beruntunglah siapa saja yang ingin menuju Kandy. Tidak perlu repot oper bus segala di Dambulla.
Saya tentu saja menggunakan opsi pertama. Lumayan, tidak perlu bersiap pagi-pagi. Sekitar jam 9 baru keluar guesthouse. Untungnya tidak perlu menunggu. Bus tujuan Dambulla sudah ada yang standby beberapa puluh meter dari mulut guesthouse.
Ongkos bus sama seperti rute Dambulla – Sigiriya. 40 LKR saja. Bus sempat berhenti di depan Bentoka Bake House. Saya tidak turun. Sekalian ikut sampai terminal.
Saat turun disapa “Konnichiwa” oleh sang sopir. Saya tersenyum. Lalu mengatakan kalau saya orang Indonesia. Bukan Jepang. Baik sopir maupun kondektur terlihat kaget. Seolah tak percaya.
Mungkin ini pertanda saya bakal (bisa) ke Jepang lagi dalam waktu dekat.
Penginapan di Dambulla
Saya menginap di New Peacock Resort. Harga tentu jadi alasan utama. Hanya $10 per malam melalui Booking Dot Com. Sudah termasuk sarapan. Selain itu suasananya cukup tenang. Mengingat lokasinya yang berjarak sekitar 400 meter dari jalan utama.
Kamarnya? Biar gambar yang berbicara.
Manajer atau mungkin pemiliknya super ramah. Selalu berusaha membantu siapa pun yang menginap di sana. Tanpa tebang pilih. Terkadang hanya yang kelihatan berduit saja yang diberi layanan ekstra. Tapi tidak dengan dia. Ia aktif menanyakan rencana kita. Lantas memberi masukan dan saran berdasarkan apa yang ia tahu. Membantu sekali.
Sambil menunggu kamar disiapkan, saya menanyakan apakah masih ada breakfast tersisa. Dan tak lama kemudian inilah yang dihidangkan di depan saya.
Ini breakfast tergreget yang pernah saya dapatkan selama bertahun-tahun traveling. Dari kelaparan bener-bener jadi kekenyangan.
Sore harinya, manajer mendatangi kamar saya. Menanyakan apakah berminat untuk bersantap malam di hotel. Menunya pasta. Jurus pemasarannya lumayan juga. Jemput bola tanpa ragu. Saya jadi penasaran. Lalu mengiyakan.
Malam harinya saya dan pengunjung hotel lain berkumpul di restoran. Untuk menikmati pasta yang ditawarkan. Macaroni Pasta tepatnya. Saya tidak memfotonya. Tergelap gelap penerangannya.
Rasanya? Tidak terlalu istimewa. Mungkin 6/10 saja nilainya. Tidak sebanding dengan tagihannya. Yang harus dilunasi saat itu juga. Ditambah sebotol Coca Cola, dan PPN, totalnya adalah 880 LKR.
Esok harinya menu sarapan tidak jauh berbeda. Tumpukan buah dan roti. Rupanya tumpukan buah yang diberikan pada saya adalah porsi 2 orang (1 kamar). Sepasang suami istri di meja sebelah juga mendapat porsi yang sama dengan saya. Untuk dihabiskan mereka berdua.
Permintaan breakfast saya di hari sebelumnya terjadi ditagihkan saat check out. Saya pikir diberi gratis. Karena kemarin tidak diminta bayar. Gagal hemat budget.
Saya juga lupa mencatat detilnya. Yang jelas untuk biaya menginap satu malam plus ekstra sarapan biayanya 2380 LKR. 185 ribu rupiah. Masih bisa dibilang murah sih.
Keliling Dambulla
Ada beberapa spot wisata di Dambulla. Yang paling terkenal Cave Temple. Atau Rock Temple. Sekitar 2.5km dari hotel. Masih dalam jangkauan walking distance saya sebenarnya. Tapi jalannya menanjak. Akhirnya tuk tuk saja daripada pegel.
Biaya tiket masuk untuk turis mancanegara adalah 1500 LKR. Gratis untuk warga lokal. Kabarnya di jam-jam tertentu loket tutup. Kita bisa masuk saja tanpa membayar.
Temple terletak di ketinggian 110 meter. Cukup mendaki deret demi deret anak tangga selama 10-15 menit saja. Ada penjual kaos di tengah perjalanan. Sayang kualitasnya jelek.
Saya sempat bertemu kembali dengan dua orang turis asal Spanyol dan Itali yang saya temui sebelumnya di Pidurangala Rock. Berbincang sebentar sebelum lanjut ke temple.
Cave Temple sebenarnya adalah 5 buah kuil yang masing-masing berada dalam gua di satu bukit yang sama. Semuanya saling bersebelahan. Jadi tidak perlu takut harus berjalan kaki lagi jauh-jauh. Tinggal keluar masuk gua-gua tersebut satu demi satu.
Bagian dalam temple cukup megah. Masing-masing terasa punya nuansa yang berbeda. Saya tidak mau terlalu banyak merinci detilnya. Takut salah.
Dari Rock Temple sebenarnya kita bisa turun dan langsung menuju Golden Temple. Kalau saja ada petunjuk arah yang jelas. Sayangnya tidak ada. Saya pun tiba di pintu keluar tak jauh dari pintu masuk.
Tujuan saya berikutnya memang bukan Golden Temple. Melainkan Dambulla Museum. Letaknya saja yang (hampir) bersebelahan. Jadi sebenarnya bisa menyingkat waktu dan jarak jika keluar melalui Golden Temple.
Dari pintu keluar menuju Dambulla Museum berjarak sekitar 1 km. Saya berjalan sendiri menembus hutan. Ada beberapa ekor monyet liar. Untungnya tidak jahil. Diam-diam saja di atas pohon.
Keluar hutan sudah disambut dengan jalan utama. Ada sopir tuk tuk menawarkan jasa. Saya tolak. Karena hanya tinggal beberapa ratus meter saja dari destinasi. Ia tidak memaksa. Malah mengajak ngobrol. Bentuk keramahan Sri Lanka yang sukses membuat saya betah.
Tak lama saya tiba di museum. Tepatnya Painting Research and Conservation Centre Museum. Sebelumnya bernama The Painting Museum of Dambulla. Tidak jauh beda juga sih sebenarnya.
Info tiket masuk yang saya dapat dari internet bervariasi. Ada yang bilang gratis. Ada yang bilang 250 LKR. Faktanya saya ditagih sebesar 350 LKR.
Museum ini berisi lukisan-lukisan kuno yang menggambarkan perjalanan sejarah negeri Sri Lanka. Sesuai namanya. Setiap ruangan menyajikan era budaya yang berbeda. Masing-masing dengan penjelasan yang memadai. Cukup menarik dan wajib dikunjungi bagi pecinta sejarah dan seni budaya.
Kuliner Dambulla
Ada satu tempat makan yang cukup populer di Dambulla. Namanya Mango Mango. Bukan spesialis mangga. Cuma namanya saja. Tidak usah baper.
Restoran berada di lantai 2. Lantai 1 digunakan untuk berjualan roti sepertinya. Areanya tidak terlalu besar. Hanya ada 6 atau 7 meja saja.
Saya pesan set Traditional Rice & Curry ditambah teh Sri Lanka hangat. Murahnya kelewatan. 340 LKR saja sebelum ditambah pajak.
Sayangnya, kualitas pelayanan sebanding dengan harga. Harga keterlaluan murah, pelayanan keterlaluan kasar. Meja sudah langsung dibereskan begitu suapan terakhir tuntas. Bill juga langsung datang dengan sendirinya. Bahkan sebelum saya menghabiskan tehnya yang lumayan nikmat. Masih ditambah dengan 6 LKR yang tidak dikembalikan.
Ternyata saya memang ‘sengaja’ diusir. Ada rombongan turis datang sesaat setelah saya keluar restoran. Mungkin sekitar 15-20 orang. Tidak akan cukup mejanya apabila saya masih ada di dalam. Baiklah.
Kebetulan Mango Mango terletak di samping supermarket Cargill City. Saya sempatkan membeli minum dan snack sebelum balik ke hotel.
Total Pengeluaran
Berikut ini rincian pengeluaran selama sehari semalam berada di Dambulla.
Keterangan | Biaya (LKR) |
---|---|
Bus -> Dambulla | 40 LKR |
Tuk Tuk ke Cave Temple | 250 LKR |
Tiket Cave Temple | 1500 LKR |
Tiket Museum | 350 LKR |
Makan di Mango Mango | 380 LKR |
Snack + Minum di Cargill City | 110 LKR |
Dinner di New Peacock Resort | 880 LKR |
Hotel + Ekstra Breakfast | 2380 LKR |
Total pengeluaran adalah 5890 LKR atau sekitar 460 ribu dengan menggunakan kurs saat artikel ini ditulis.
Jangan lupa untuk membaca juga catatan perjalanan sebelumnya di Sri Lanka:
Leave a Reply