Tanggal 1 hingga 9 November 2018 lalu saya melakukan traveling singkat ke Sri Lanka. Traveling yang terlalu singkat mungkin lebih tepatnya. Kesalahan saya sendiri sih. Niat ingin menjelajah negara yang berbatasan laut dengan India di sebelah barat laut dan dengan Maladewa di barat daya itu tidak dibarengi dengan tahap pencarian referensi yang matang. Yang ada di pikiran saya saat tahun lalu membeli tiket ke sana adalah saya ingin ke Sri Lanka. Itu saja. Alhasil, agak menyesal begitu tahu bahwa ada banyak hal yang bisa dieksplor di sana dan tidak mungkin dituntaskan hanya dalam waktu seminggu.
Tapi nasi sudah menjadi bubur, uang cash sudah menjadi kode booking. Mau bagaimana lagi. Tidak perlu disesali, hehehe. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana caranya mengubah masa liburan yang singkat itu menjadi berkesan dan tidak bikin gelo. Apalagi mengingat bahwa sejak bulan Oktober di Sri Lanka sudah memasuki musim penghujan.
Soal itinerari akan saya bahas di lain artikel. Kali ini saya akan bercerita tentang persiapan serta perjalanan awal dari kota Surabaya hingga akhirnya menjejakkan kaki di kota Kolombo, ibukota Sri Lanka.
Daftar Isi
Menyiapkan Visa
Sebagai warga negara Indonesia, kita membutuhkan visa untuk bisa masuk ke negara yang hingga tahun 1972 silam masih menggunakan nama Ceylon. Visa ini bisa diurus langsung di Bandaranaike International Airport, satu-satunya bandar udara internasional di Sri Lanka untuk saat ini, saat kita tiba. Bisa juga diurus saat masih berada di negara asal.
Mempertimbangkan waktu kedatangan yang mendekati tengah malam, saya memilih opsi kedua. Agar tidak ribet lagi saat tiba dan bisa langsung menuju counter imigrasi.
Cara dan persyaratannya ternyata cukup mudah. Visa elektronik bahkan sudah saya terima dalam waktu 3 menit setelah melakukan pembayaran online. Mantap!
Salah satu persyaratan dalam mengurus visa (dan juga kartu kedatangan nantinya) adalah tempat menginap yang jelas. Untuk saat ini, pihak imigrasi Sri Lanka tidaklah seketat negara Singapura atau Jepang. Jadi kita bisa saja mengisinya dengan sembarang nama dan alamat hotel. Namun pastikan informasi hotel yang dicantumkan sinkron antara visa dengan kartu kedatangan. Siapa tahu dilakukan pengecekan.
TIPS: Pilih hotel yang berlokasi di kota besar atau kota yang umum dikunjungi turis
Kudeta Politik
Pada hari Jum’at tanggal 28 Oktober 2018, 3 hari sebelum hari H, terjadi kehebohan di dunia politik Sri Lanka. Mendadak muncul perseteruan antara presiden dengan perdana menteri. Saya tidak akan membahasnya secara detil, takut salah. Coba dicari saja berita-beritanya di internet.
Yang bikin deg-deg-an, keributan di antara kedua pihak tersebut sifatnya bukan personel. Tidak seenteng itu, Ferguso. Satu berkaitan dengan negara China. Satu lagi membawa nama masyarakat Sri Lanka. Sebenarnya sih seru. Cuma banyak pengamat politik di sana yang memprediksikan kemungkinan terjadinya keributan besar-besaran. Di kalangan pendukung fanatik kedua belah pihak. Walah.
Untungnya, hingga kembali ke Indonesia, prediksi pengamat politik tidak terbukti sama sekali.
Moral of the story: Jangan terlalu percaya sama pengamat politik
Ganti Rute Pesawat
Rute awal saya adalah menggunakan pesawat dari Surabaya menuju Jakarta. Lalu dari Jakarta menuju Kuala Lumpur. Disambung dari Kuala Lumpur ke Kolombo. Kebetulan tahun lalu saya mendapat tiket promo dengan rute Jakarta – Kuala Lumpur PP.
2 hari menjelang keberangkatan, maskapai yang saya gunakan, AirAsia, melakukan reschedule jadwal penerbangan dari Surabaya ke Jakarta. Perubahan jadwal tersebut membuat jeda waktu penerbangan ke Kuala Lumpur dari Jakarta hanya berselisih satu jam saja. Jelas sangat riskan.
Mau tidak mau saya melakukan perubahan rute. Mengambil direct flight menuju Kuala Lumpur. Tiket Surabaya – Jakarta mendapatkan full refund. Tapi tiket Jakarta – Kuala Lumpur jadi hangus. Duh.
Transit di Kuala Lumpur
Punya waktu hampir 12 jam di Kuala Lumpur, saya memilih untuk jalan-jalan ke kota.
Dari bandara KLIA2 saya naik bus SkyBus menuju KL Sentral. 10 RM biayanya, via situs AirAsia. Waktu tempuh sekitar 1.5 jam dengan kondisi lalu lintas normal. Agak tersendat saat sudah mendekati tujuan akhir.
Dari KL Sentral, saya naik monorel menuju stasiun Chow Kit. Beli sekotak Milo dulu sebelumnya di 7-Eleven untuk dapet recehan. Ada satu kuliner yang ingin saya coba, yaitu restoran Tar Sido Mampir. Dari namanya sudah tertebak kan kalau yang dijajakan adalah makanan Indonesia?
Lokasinya ternyata hanya berjarak 10 meter dari pintu keluar stasiun Chow Kit. Tidak mungkin terlewat. Opsi makanan maupun minumannya beragam. Mulai dari sate ayam hingga nasi rawon. Jus hingga es campur. Saya pilih menuju area prasmanan makanan padang di bagian belakang.
Total biaya ditambah dengan segelas es teh adalah 7 RM atau dibulatkan menjadi Rp 25.000,-. Lumayan murah. Wajar jika tempat ini dinyatakan sebagai salah satu tempat makan favorit bagi wisatawan maupun tenaga kerja asal Indonesia.
Urusan perut beres, saya menuju Bukit Bintang. Masih dengan menggunakan monorel. Karena di Sri Lanka musim hujan, rencananya saya ingin melihat-lihat gerai Uniqlo. Siapa tahu ada promo jaket anti air.
Sayangnya zonk.
Wacana lain sebenarnya adalah mengunjungi salah satu gerai Decathlon. Di Indonesia memang sudah ada cabangnya. Tapi saya baru tahu mengenai brand ini tiga hari sebelum keberangkatan. Kalau order secara online takutnya tidak sempat sampai rumah barangnya.
Setelah mengecek Google Maps dan mempelajari alternatif rute menuju gerai Decathlon terdekat, saya putuskan untuk tidak jadi ke sana. Terlalu jauh. Plus tidak ada moda transportasi umum yang melewatinya. Yang terdekat adalah bus. Itu pun masih harus ditambah dengan berjalan kaki 1 km.
Terus terang saya hobi nyasar. Meski sudah dipandu Google Maps. Batal adalah keputusan terbaik.
Sayangnya, keputusan ‘terbaik’ itu datang terlambat. Saya sudah sempat naik MRT menuju TKP. Tujuan Bukit Salak. Tapi belum apa-apa sudah salah naik kereta. Fix pertanda untuk ganti haluan.
Dari Bukit Salak, Google Maps menyarankan menggunakan komuter yang langsung mengarah ke KL Sentral. Sialnya, untuk menggunakan komuter sekarang wajib menggunakan kartu komuter. Tidak bisa ngecer. Terpaksa keluar duit 8 RM untuk beli perdana dan top up.
Oh ya, saya bisa menggunakan Google Maps karena di Bukit Bintang sempat beli SIM Card. Gak butuh-butuh amat sih. Gara-gara tergoda promo di 7-Eleven di seberang Plaza Low Yat. Saya lupa pastinya berapa, tapi SIM card + top up 5 RM + sebotol minuman totalnya 18,60 RM. Sekitar 62 ribu saja. Lumayan buat nonton yucub, hehehe.
Sempat beli adapter colokan juga di Plaza Low Yat. Siapa tahu butuh di Sri Lanka.
Gagal mendapatkan jaket, di KL Sentral saya membeli payung. Warna ungu. Suer, bukan karena sesuai dengan kepribadian saya. Tapi itu yang harganya paling murah, 15 RM. Yang lain dibandrol dua kali lipatnya.
Saya juga ‘menemukan’ tisu basah dengan ukuran pack kecil. Lupa di toko apa. Asli bermanfaat banget bagi traveler seperti saya. Di Indonesia saya belum pernah mendapati ada produk sejenis.
Jam 5 sore saya berangkat menuju KLIA2. Masih menggunakan SkyBus. Biayanya 12 RM dengan waktu tempuh yang kurang lebih sama.
Karena tidak membawa bagasi, di KLIA2 saya tidak perlu melakukan check-in lagi. Cukup berbekal print out dari boarding pass saja. Sisa waktu menunggu saya habiskan sambil makan malam di Marry Brown.
Tiba di Kolombo
Perjalanan dari Kuala Lumpur menuju Kolombo memakan waktu 3.5 jam. Saya tiba di bandara Kolombo pada pukul 10 malam. Imigrasi negara ini rupanya menggunakan sistem kartu kedatangan atau arrival card seperti di Singapura atau Thailand. Sehingga sebelum menuju counter imigrasi saya mampir dulu ke meja-meja yang sudah disediakan untuk mengisinya.
Di area tersebut, ada beberapa petugas lalu lalang. Mereka memastikan bahwa hanya turis saja yang perlu mengisi kartu tersebut. Juga secara aktif menanyakan apakah ada yang kesulitan dan butuh bantuan dalam mengisinya. Nice!
Antrian imigrasi sendiri tidak banyak, namun berjalan lambat. Sepertinya gara-gara banyak yang tidak tahu, kalau untuk masuk ke negara Sri Lanka harus mengurus visa terlebih dahulu. Terlihat beberapa bule diminta untuk menuju bagian Visa On Arrival setelah menghadap petugas imigrasi.
Giliran saya tiba. Petugas berjenis kelamin wanita yang memeriksa paspor. Serta kartu kedatangan saya. Tak lama ia mulai mengernyitkan dahi. Aroma curiga tergambar di wajahnya. Benar saja, ia mempermasalahkan kota tujuan saya. Jaffna, bukan destinasi umum para turis.
Bukti tiket pulang yang diminta saya tunjukkan. Wajahnya masih tidak berubah. Ia bahkan menunduk sambil berbicara lirih. Kira-kira begini artinya.
“Ngapain orang Indonesia dateng ke Jaffna???”
Ia terus membolak-balik lembar buku paspor. Sesekali melirik ke arah saya. Tidak mau terlihat grogi, saya bersikap santai. Tolah-toleh memandangi langit-langit bandara. Ditambah sedikit bergoyang seolah sedang berdendang dalam hati 😀
Dan pada akhirnya stempel pun dicapkan.
I’m officially in Sri Lanka, gaes!
Total Pengeluaran
Perjalanan dari rumah menuju bandara internasional Juanda dengan menggunakan Grab Bike adalah Rp 6.000,-, kebetulan sedang ada promo menggunakan OVO. Di bandaranya sendiri selama menunggu boarding tidak belanja apa-apa karena duit rupiah ketinggalan 😀
Berikut ini rincian pengeluaran selama transit di Kuala Lumpur.
Keterangan | Biaya (RM) |
---|---|
Milo | 2.10 |
Monorel -> Chow Kit | 3.70 |
Makan di restoran Tar Sido Mampir | 7 |
Monorel -> Bukit Bintang | 2.80 |
SIM Card + Minum | 18.60 |
Adapter | 10 |
MRT -> Bukit Salak | 2.2 |
Kartu Komuter | 8 |
Komuter -> KL Sentral | 0 (5 RM potong saldo kartu) |
Payung | 15.40 |
Mini Wipes x 2 | 4 |
Aerobus -> KLIA2 | 12 |
Makan di Marry Brown | 15.xx |
Total pengeluaran selama transit di Kuala Lumpur adalah sekitar 100 RM atau kurang lebih 350 ribu rupiah.
Oh ya, untuk Aerobus dari KLIA2 ke KL Sentral sudah saya pesan (dan bayar) secara online beberapa hari sebelum berangkat, jadi tidak saya masukkan di atas.
Leave a Reply