Dulunya saya paling anti bawa bawa earphone atau headset saat sedang traveling. Kalau pun bawa, ujung-ujungnya pasti sama sekali tidak tersentuh. Bagi saya saat itu, mengenakan kedua aksesoris tersebut untuk mendengarkan musik di saat bepergiaan akan mengurangi esensi dari perjalanan itu sendiri. Saya merasa jadi tidak fokus menikmati segala sesuatu yang ada di sekitar, teralihkan oleh suara penyanyi beserta iringan alat musiknya.
Pendapat saya berubah sejak sebisa mungkin menyelipkan trekking di alam bebas ke dalam itinerari. Saya memang sudah terbiasa berjalan kaki berkilo-kilo meter jaraknya setiap hari saat melakukan traveling. Selain untuk menghemat budget, juga agar lebih bisa merasakan suasana lokal yang sering terlewat apabila berkeliling menggunakan moda transportasi.
Namun melangkahkan kaki di luar kota (off the road), di tengah alam, maupun di daerah pegunungan nyatanya jauh lebih berat ketimbang walking walking di dalam kota. Medan yang berbatu dan seringkali menanjak membuat energi lebih cepat terkuras. Apalagi saya lebih sering beraktivitas sendiri, tidak ada teman mengobrol yang sedikit banyak bisa membuat kita lupa akan rasa letih dan capek.
Butuh 2-3 kali trekking untuk menyadarkan saya pentingnya earphone atau headset sebagai pendamping. Opini negatif saya sebelumnya mengenai mendengarkan musik sembari traveling ternyata salah. Justru sebaliknya. Musik bisa menjadi pengganti teman perjalanan yang tidak saya miliki. Atau lebih tepatnya, belum berminat untuk saya miliki untuk sekarang, yang masih belum puas menikmati serunya solo traveling.
Selain untuk mendengarkan musik, earphone juga bermanfaat pada saat kita membutuhkan navigasi suara di aplikasi penunjuk arah semacam Google Maps. Tidak perlu lagi bolak-balik melongok layar ponsel untuk memastikan kita tidak salah jalan. Cukup aktifkan navigasi suara dan dengarkan melalui headphone.
Last but not least, dengan menggunakan headset, kita bisa mengoperasikan gadget kita untuk menonton film, bermain game, dan sejenisnya tanpa mengganggu orang lain. Please ya, jangan samakan dengan di Indonesia, dimana kebanyakan orang masih belum memahami etika menggunakan gadget di publik. Dengan santainya menonton video Youtube atau menyetel MP3 keras-keras di ponsel tanpa peduli apakah orang di sekitarnya terganggu atau tidak.
Saya pribadi termasuk yang sulit tidur saat sedang berpindah lokasi menggunakan kereta api atau pesawat. Main game di Nintendo 2DS jadi alternatif untuk menghilangkan kebosanan. Dan tentu saja, sangat terbantu dengan adanya headphone dan sejenisnya di dalam daftar bawaan.
Untuk jenisnya sendiri, saya adalah tim earphone. Model yang murahan pula, yang tanpa earbud, yang biasanya sudah termasuk bundel aksesoris pembelian ponsel. Kalau pun beli, harganya di bawah Rp 25.000,-. Sudah pernah mencoba model yang menggunakan earphone, alhasil tidak betah, telinga terasa sakit apabila digunakan dalam jangka waktu lama. Kalau headset atau headphone jelas tidak masuk pilihan, karena ukurannya besar dan melanggar norma-norma light travel (minimalis) yang saya anut.
Ada lagi sih sebenarnya yang cocok. Yaitu bluetooth headset model kerang yang harganya 15 ribuan itu. Sayangnya tidak bisa digunakan dalam jangka waktu lama. Hanya bertahan kurang lebih 2 jam saja sekali pengisian penuh. Tidak layak sebagai teman traveling.
Bagaimana dengan teman-teman? Termasuk tim earphone, headset, atau headphone? Atau malah tidak suka membawanya sama sekali?
P.S.: Tulisan ini adalah bagian kedua dari seri tulisan “Persiapan Traveling”. Baca juga bagian sebelumnya tentang Kabel USB di https://curcol.co/yang-harus-dibawa-saat-traveling-kabel-usb-13739.
Leave a Reply