Pasca Sri Lanka, semula saya berniat untuk menutup deretan perjalanan solo traveling saya di negara Filipina. Deretan tersebut saya sebut sebagai Season 1. Tidak hanya biar keren, melainkan karena saya merasa semua perjalanan ke manca negara yang telah saya lakukan dalam (hampir) 5 tahun terakhir telah berhasil mempersiapkan diri saya pribadi sebagai traveler yang sesungguhnya. Banyak perubahan yang saya alami, baik dari pola berpikir maupun pilihan aktivitas yang saya lakukan. Namun sebuah perjalanan umroh yang tidak terduga (hanya direncanakan 1.5 bulan sebelumnya) membuat saya memutuskan bahwa itulah penutup yang paling tepat untuk season perdana.
Daftar Isi
- 1 Pengalaman Pertama di Luar Negeri
- 2 Pengalaman Pertama di Luar Negeri Sendirian
- 3 Scam Pertama di Luar Negeri
- 4 Dari Turis Ke Traveler
- 5 Dari Strict Itinerary ke Flexible Itinerary
- 6 Dari Obyek Wisata ke Minat Personal
- 7 Dari Backpacker Ke Light Packer
- 8 Dari Singapura Sampai Sri Lanka
- 9 Get Ready For Season 2
Pengalaman Pertama di Luar Negeri
Negara luar pertama yang saya kunjungi adalah Malaysia, tepatnya Johor Bahru. Kala itu saya tidak sendirian, melainkan bersama keluarga. Perusahaan tempat adik saya bekerja kebetulan memberi liburan akhir tahun para pegawainya (beserta keluarga) ke negara tersebut. Lumayanlah jadi bisa numpang berangkat dengan biaya yang tidak terlalu memeras tabungan.
Secara waktu itu adalah kunjungan perdana ke manca negara, saya tidak banyak ngeluyur sendiri. Masih coba beradaptasi dengan perbedaan-perbedaan yang ada dengan di Indonesia. Apalagi setelah menyeberang ke Singapura.
Salah satu perjalananan dengan MRT di negara tersebut bisa dibilang merupakan titik balik saya. Saat itu ada beberapa orang Indonesia yang dengan santainya duduk di lantai sambil makan. Banyak warga lokal maupun turis dari negara lain yang kesal dan membicarakan mereka sambil berbisik-bisik. Termasuk yang tepat berada di samping saya duduk.
Kejadian itu tidak saja membuat saya ikut malu, melainkan juga memicu satu keinginan besar saya — untuk traveling keliling dunia dan menunjukkan bahwa tidak semua orang Indonesia malu-maluin seperti itu.
Pengalaman Pertama di Luar Negeri Sendirian
Perjalanan solo traveling saya tidak tanggung-tanggung. Langsung menjelajah beberapa negara sekaligus di Asia Tenggara. Dimulai dari Singapura dan berujung di Vietnam.
Pengalaman sebelumnya berkunjung ke Malaysia dan Singapura cukup bermanfaat meningkatkan percaya diri saya saat mendatangi negara-negara tersebut sendirian. Kebetulan sebelumnya saya juga sudah sering traveling ke berbagai wilayah di Indonesia, baik sendiri maupun bersama teman. Perbedaan budaya, suasana, dan lingkungan yang ada sudah mulai bisa ditolerir. Selanjutnya tinggal belajar mengatasi kejadian-kejadian yang tidak terduga.
Apesnya, kejadian tidak terduga yang saat itu saya alami lumayan agak bikin ngeper. Ditolak masuk oleh pihak imigrasi di wilayah Sadao, perbatasan Malaysia dan Thailand, lantas ditinggal oleh bus travel. Untung saat itu saya tidak memilih travel yang abal-abal. Yang saya lakukan adalah mencari bus travel yang sama dan menumpang di bus tersebut. Memang agak alot karena pak sopir awalnya tidak percaya. Tapi setelah melihat saya muter-muter gak jelas di sekitar tempat parkir akhirnya saya dipanggil dan diperbolehkan untuk ikut di bus tersebut, hehehe.
Scam Pertama di Luar Negeri
Pengalaman terkena scam pertama saya terjadi di kota Hatyai, Thailand. Mungkin lebih tepat terpaksa kena scam karena sebetulnya sudah cukup berhati-hati waktu itu. Saat tiba di akhir perjalanan bus travel, saya meminta pada salah satu ojek motor di sana untuk diantarkan ke terminal bus. Meski sudah berulangkali mengatakan sudah punya tiket, ojek tersebut tetap mengantarkan saya ke sebuah kantor travel. Daripada ribut, mau tidak mau saya bayar saja sesuai yang ia minta (100 THB kalau tidak salah, untuk destinasi yang hanya berjarak 1-2 km saja) supaya bisa segera ditinggal pergi dan lanjut menuju terminal bus.
Untuk pengalaman scam lainnya bisa dibaca di sini.
Dari Turis Ke Traveler
Yang paling terasa selama 5 tahun mendatangi beberapa negara yang berbeda adalah kebiasaan / perilaku yang awalnya selayak turis kini berubah menjadi seorang traveler. Semakin ke belakang semakin jarang saya melakukan selfie maupun memotret / merekam video dari obyek yang ada di depan mata. Kini saya lebih sering membiarkan semua itu terekam di otak agar bisa menikmati semua momen yang ada. Dan percayalah, itu jauh lebih menyenangkan ketimbang sibuk foto ke sana kemari.
Jika kita mengunjungi Tam Coc, Ninh Binh, Vietnam, salah satu lokasi syuting film “Kong: Skull Island”, kita bisa naik sampan menyusuri sungai dan masuk ke dalam beberapa gua yang ada. Pengalaman saat masuk ke dalam gua dalam keadaan hening dan hanya ada suara kayuhan dayung itu sungguh luar biasa. Terlebih jika kita menutup mata. Sesuatu yang tidak mungkin bisa saya rasakan apabila saat itu sibuk merekam isi gua dengan ponsel atau kamera digital.
Begitu juga saat mengunjungi kota Bagan, Myanmar. Saat di pagi buta sedang menunggu pemilik penginapan bangun agar bisa nego izin check-in lebih awal, tanpa sengaja ada rombongan biksu cilik yang berjalan beriringan melintas. Langsung nyanggong di depan pagar untuk menyaksikan momen langka tersebut. Dan tanpa perlu saya rekam, sampai sekarang saya masih bisa merasakan kejadian tersebut di pikiran.
Dari Strict Itinerary ke Flexible Itinerary
Sesering-seringnya saya traveling, bagi saya kegiatan tersebut masih tetap merupakan sesuatu yang mewah alias menguras kantong. Harus berbulan-bulan menabung supaya bisa rutin traveling ke, setidaknya, satu negara yang berbeda tiap tahunnya. Oleh karena itu, rasanya berat kalau waktu yang ada di negara / kota tujuan tidak dimanfaatkan dengan maksimal.
Di awal, saya mengatasinya dengan membuat itinerari dan menuruti jadwal yang sudah saya buat itu dengan ketat. Hari ini pergi kemana saja harus sesuai dengan daftar yang sudah disiapkan.
Tapi semua berubah gara-gara sebuah kejadian tidak terduga di Vietnam yang memaksa itinerari selama hampir 7 hari berantakan. Untungnya, kejadian tersebut terjadi pada kunjungan kedua saya ke negara tersebut. Kalau pada saat solo traveling pertama mungkin bakalan nangis, hehehe.
Yang kemudian saya lakukan adalah menciptakan itinerari dadakan yang dinamis dan tidak hanya mengandalkan informasi-informasi yang ada di internet. Disadari atau tidak, kebanyakan referensi obyek wisata yang beredar di dunia maya untuk satu negara biasanya ya itu itu saja. Agar tidak gabut, saat itu akhirnya saya mencoba mencari-cari sendiri hal-hal apalagi yang bisa ditemui di kota tempat saya stuck saat itu, Hanoi. Dan, well, silahkan buktikan sendiri, ada berapa orang Indonesia yang pernah mengunjungi museum wanita (Vietnamese Women’s Museum) dan museum polisi (Hanoi Police Museum) di kota tersebut misalnya. Nyaris tidak ada, hehehe.
Lebih jauh mengenai flexible itinerary (termasuk detil cara pembuatannya) sudah pernah dibahas di sini.
Dari Obyek Wisata ke Minat Personal
Di awal, tujuan saya traveling adalah mengunjungi sebanyak-banyaknya obyek wisata populer yang ada di negara yang bersangkutan. Lama kelamaan saya bosan. Bukan karena tidak menarik, tapi karena tempat-tempat tersebut biasanya padat dikunjungi wisatawan. Bertolak belakang sekali dengan kepribadian introvert saya, hehehe.
Sedikit demi sedikit saya mulai belajar mencari hal-hal menarik di satu kota / negara, namun yang minim dikunjungi turis. Salah satu sumber referensi yang mantap adalah atlasobscura.com. Aktivitas yang kental dengan penduduk lokal serta lokasi yang ada hubungannya dengan sejarah / mitos kota / negara yang bersangkutan juga tidak luput dari pilihan. Saya sempat menjajal tempat latihan baseball otomatis di Jepang (lupa waktu itu di Tokyo atau Osaka) seperti yang sering muncul di manga dan anime, mengunjungi bangunan bioskop pertama di Bangkok (dibangun pada tahun 1905) yang kini berada di tengah-tengah perkampungan, menjadi orang Indonesia pertama yang trekking di Bach Ma National Park (kata guide satu-satunya tour di sana sih), cari hantu di abandoned theme park Yongma Land, dan masih banyak lagi.
Dari Backpacker Ke Light Packer
Menjadi backpacker itu tidak gampang. Tidak sekedar menjejalkan segala bawaan kita agar cukup masuk ke dalam backpack / ransel. Di awal solo traveling, meski tidak pernah punya bawaan lebih dari 7 kg, saya masih acap menyertakan barang yang pada akhirnya sama sekali tidak terpakai. Butuh beberapa kali perjalanan hingga saya bisa benar-benar memahami diri saya sendiri untuk urusan barang bawaan.
Sebagai contoh, kebanyakan orang mungkin akan membawa powerbank. Saya pun dulu membawanya. Tapi ternyata, tidak pernah sekali pun saya menggunakannya. Barang tersebut kini sudah pasti saya tinggalkan di rumah saat traveling.
Sekarang saya bisa menasbihkan diri sebagai bukan hanya sekedar backpacker, melainkan sudah naik kelas jadi light packer, hehehe. Pergi 1 minggu atau 1 bulan tetap cukup dengan satu tas ransel ukuran kabin. Tentu saja beratnya juga tidak melebihi aturan bagasi kabin.
Dari Singapura Sampai Sri Lanka
Berikut kesan-kesan singkat serta momen paling berkesan di masing-masing negara yang pernah saya kunjungi selama ini. Sebenarnya masih ada satu negara lagi, yaitu Saudi Arabia. Namun berhubung tujuan ke sana bukan untuk traveling, maka tidak saya sertakan di bawah.
Singapura
Kesan singkat: Pusat kota ya begitu saja, surga untuk yang doyan belanja, neraka bagi real traveler. Tapi banyak tempat-tempat di luar pusat kota yang jarang dikunjungi wisatawan dan sebenarnya menarik untuk didatangi.
Momen / tempat paling berkesan:
Saat itu ada waktu luang setengah hari sebelum ke Malaysia. Daripada nganggur, ambil tur St John’s Island. Rutenya: Marina Pier – St. John Island – Kusu Island. Tujuan saya sebenarnya Kusu Island, bukan St. John. Apesnya, saat tiba di dermaga St. John, seluruh penumpang diminta keluar karena kapal disewa seluruhnya oleh sekelompok orang. Terpaksa bengong berjam-jam di pulau tersebut hingga kapal kembali. Dan karena waktu sudah mepet, impian ke pulau Kusu hanya tinggal impian.
Malaysia
Kesan singkat: Mungkin karena terlalu mirip kondisinya dengan Indonesia, saya merasa tidak ada yang istimewa di negara ini. Ini dari sudut pandang preferensi saya ya. Terakhir ke Kuala Lumpur malah bela-belain jalan kaki lumayan jauh cuman buat nyamperin restoran Padang yang katanya paling tua di kota tersebut, Restoran Masakan Padang Asli Kampung Baru. Tapi pulangnya naik taksi sih, pegel, hehehe.
Momen / tempat paling berkesan:
Gak ada yang spesifik sih. Cuman penasaran aja pengen tau dalemannya Petronas Towers ini. Setiap ke sana selalu gak jodoh. Giliran tempatnya buka, pas budget terbatas. Giliran ada budget, eh tempatnya lagi ditutup untuk publik. Weleh.
Thailand
Kesan singkat: Entah kenapa betah banget sama negara ini. Sudah 3-4 kali, masih saja pengen datang lagi. Sepertinya tempat yang didatangi gak ada habis-habisnya. Padahal saya belum banyak menjelajah ke sana kemari. Dari semua negara yang pernah saya kunjungi, moda transportasi di Bangkok menurut saya paling nyaman dan mudah digunakan. Bukan yang sejenis Grab ya. Kalau itu merem aja juga bisa, hehehe. Yang saya maksud model-model angkutan masal seperti kereta dan bus.
Momen / tempat paling berkesan:
Ada banyak sekali museum unik di Bangkok. Favorit saya dulu adalah Siriraj Medical Museum. Tapi posisinya langsung tergeser oleh yang satu ini, Kamavijira alias Kamasutra Museum! Lokasinya tersembunyi (di dalam sebuah hotel), hanya bisa masuk via appointment, dan HTM-nya lumayan. Kendati demikian, experience yang di dapat benar-benar unik dan rasanya tidak akan pernah saya dapati di museum-museum yang lain.
Sama halnya dengan museum, temple atau wat atau kuil juga bejibun jumlahnya di Bangkok. Sebagian memiliki ciri khas tersendiri. Satu yang paling bikin geleng-geleng kepala adalah Wat Pariwat. Ornamen-ornamen temboknya, baik eksterior maupun interior, menyelipkan berbagai macam karakter. Mulai dari yang berhubungan dengan superhero, tokoh dunia, olahragawan, ilmuwan, mitologi, dan banyak lagi. Jangan kaget kalau nemu karakter Luffy (One Piece), Son Goku (Dragon Ball Z), Superman, dan lain sebagainya.
Buat yang doyan ke spot-spot terbengkalai, ada satu yang menarik untuk dikunjungi di Bangkok. Airplane Graveyard namanya. Ada kok di Google, titik lokasinya valid. Namun karenanya di dalam sebuah lapangan yang menjadi tempat tinggal sebuah keluarga, mau tidak mau harus membayar sejumlah uang ke mereka agar dibukakan pagar. Saya lupa waktu itu diminta berapa. Rasanya sekitar 200 sampai 300 THB.
Kamboja
Kesan singkat: Kondisinya mirip kota-kota kabupaten di Indonesia. Banyak dikunjungi turis, namun umumnya terpusat di Pub Street (Siem Reap). Masih bisa menjelajah ke sana kemari sembari berjalan kaki dengan santai. Ada area muslim tidak jauh dari pusat kota. Gampang buat cari makanan halal dan tempat ibadah. Di Phnom Penh juga sama.
Momen / tempat paling berkesan:
Sudah pasti Angkor Wat. Rasanya itu adalah 99% alasan orang berkunjung ke Siem Reap, Kamboja. Bagi yang suka menjelajah candi dan bangunan bersejarah semacam itu, bakal betah berlama-lama. Saya aja nyesel kenapa hanya 1 hari di sana.
Kalau di Siem Reap obyek wisata utama adalah Angkor Wat, di Phnom Penh ada Genocide Museum dan Cheung Ek Killing Fields. Sama-sama bikin merinding, namun yang kedua lebih berkesan bagi saya pribadi. Terutama di bagian Killing Tree / Chankiri Tree, pohon yang dulunya digunakan oleh kawanan Khmer Rouge (Khmer Merah) untuk membanting bayi-bayi hingga tewas. Serem.
Vietnam
Kesan singkat: Dua kali ke negeri ini dan rasanya masih butuh satu kali lagi untuk menuntaskan hasrat menjelajah. Sama halnya dengan Thailand, banyak opsi obyek wisata di Vietnam, banyak yang touristy maupun non-touristy. Pergi sendiri oke, ikut tur juga harganya sangat terjangkau. Masih bersahabat bagi budget traveler seperti saya.
Momen / tempat paling berkesan:
Mau pamer foto di medsos yang benar-benar beda? Samperin deh Suoi Tien Theme Park, taman bermain semacam Dufan yang ada di pinggiran kota Ho Chi Minh. Cuma warga lokal yang datang ke sana. Padahal tempatnya benar-benar keren. Banyak patung-patung berukuran masif yang keren untuk jadi latar foto selfie. Selain sewa mobil atau taksi, satu-satunya moda transportasi adalah dengan menggunakan bus. Gak sulit kok rutenya.
Pengalaman trekking paling berkesan. Sudah di tengah-tengah hutan hujan alami (rainforest), kondisinya berkabut pula. Di beberapa bagian malah nyaris tidak bisa melihat apa-apa. Jadi kayak lagi main Silent Hill versi VR, hehehe. Kata pemandunya (cuma ada satu operator tour di wilayah tersebut), saya adalah peserta dari Indonesia pertama yang dia tahu.
Penuh perjuangan untuk bisa ke puncak (naik bus -> naik taksi -> naik cable car / naik tangga) tapi terbayar dengan pemandangannya yang indah. Sayang saat itu agak kurang bisa menikmati karena kebetulan sedang hari libur nasional dan banyak penduduk lokal yang berkunjung ke sana.
Myanmar
Kesan singkat: Indonesia beberapa puluh tahun ke belakang. Itu yang terasa di negara yang punya nama lain Burma ini. Di atas jam delapan jalanan sudah sepi. Apalagi untuk kota-kota lain di luar ibukota. Sulit untuk menggunakan angkutan umum karena tidak ada petunjuk dalam bahasa Inggris. Untung taksi berbiaya terjangkau dan jarang curang. Penduduk lokalnya, yang wanita, punya senyum yang indah.
Momen / tempat paling berkesan:
Old Bagan. Asli keren banget. Serasa jadi Tomb Raider seharian. Blusukan ke sana kemari keluar jalur, ujung-ujungnya ketemu kuil yang unik dan berbeda. Pengen bisa ke sini lagi suatu saat nanti, tapi tunggu sampai ada pesawat yang langsung mendarat di Bagan. Agak males kalau harus ke Yangon dulu, sudah cari makannya.
Sri Lanka
Kesan singkat: Salah satu negara dengan penduduk lokal yang sangat ramah terhadap turis. Yang bikin bingung, saya sering dianggap wisatawan Jepang atau Korea. Perasaan gak mirip sama sekali, hehehe.
Momen / tempat paling berkesan:
Obyeknya biasa saja sebenarnya. Tapi mitosnya yang menggiring saya datang. Penduduk Sri Lanka, terutama umat muslimnya, percaya bahwa ini adalah bekas tapak kaki Nabi Adam saat pertama kali diturunkan ke bumi. Benar atau tidaknya tidak penting bagi saya. Lubang ini sendiri terletak di Delft Island, sebuah pulau yang berbatasan dengan India di wilayah ujung utara Sri Lanka.
Di Colombo, ibukota Sri Lanka, ada sebuah masjid dengan corak yang sangat menyolok. Namanya Red Mosque alias Masjid Merah. Namun yang paling berkesan bagi saya adalah jamaahnya. Saya sempat mengunjunginya di waktu subuh, dan mereka benar-benar kusyu’ saat melaksanakan ibadah sunah sebelum adzan. Baru kali ini saya melihat jamaah masjid yang seperti mereka.
Hong Kong
Kesan singkat: Mahal. Transportasi publik mahal. Makanan mahal. Belanja mahal. Yang penting sudah pernah mengunjunginya deh.
Momen / tempat paling berkesan:
Yick Cheong Bulding adalah bangunan rumah susun yang berdiri sejak tahun 1960. Meski berantakan, bangunan ini terlihat cantik di kamera apabila diabadikan dengan sudut tertentu. Wajar jika beberapa kali menjadi lokasi syuting film layar lebar. Salah satunya adalah Transformers: Age of Extinction.
Jalur trekking ini cukup populer di kalangan penduduk Hong Kong. Saya bahkan menjumpai banyak TKW Indonesia di sana. Kebanyakan hanya menaiki bukit di awal jalur. Saya kebetulan ikut tur yang berujung ke Pantai Big Wave. Rutenya tidak terlalu sulit dan melewati area hutan yang tenang.
Macau
Kesan singkat: Kota judi. Casino. Dan spa. Ada beberapa tempat bersejarah, tapi yah, biasa aja sih. Once in a lifetime boleh lah. Kecuali kalo emang niat mau itu tadi, main judi.
Momen / tempat paling berkesan:
Salah satu casino yang ada di Macau. Menyatu dengan hotel plus mall. Punya sungai buatan lengkap dengan perahu gondola seperti di Venice. Suka banget dengan interior di dalamnya.
Korea Selatan
Kesan singkat: Sesuai dengan yang dibayangkan dari pengalaman menonton drama Korea. Satu yang bingung. Kenapa jarang sekali ketemu cewek muda (20-an) yang cakep di jalan, ya? Kalau cowoknya sih bejibun.
Momen / tempat paling berkesan:
Taman hiburan yang sudah tidak beroperasi lagi namun masih dibuka untuk umum. Sekarang jadi lokasi selfie yang instagramable. Pernah dipakai untuk syuting video klip artis Kpop.
Jepang
Kesan singkat: Negara yang belum puas kalau belum didatangi berulang-ulang kali. Punya budaya dan ciri khas lingkungan yang kuat. Dalam satu kota saja bisa merasakan beberapa suasana yang berbeda-beda. Asli kangen banget pengen ke sana lagi.
Momen / tempat paling berkesan:
Alternatif bermain salju di dekat Tokyo. Pun begitu, alih-alih menuju Gala Yuzawa yang terkenal, saya memilih untuk turun di satu stasiun sebelumnya, Echigo Yuzawa. Biayanya lebih murah, plus tidak banyak turis.
Cara paling seru blusukan di kota Tokyo dan mengenal dengan dekat lingkungan tempat tinggal warga lokal, cobalah untuk berburu sembilan patung karakter manga dan anime populer Captain Tsubasa yang tersebar di area Katsushika. Ada yang terpampang nyata, ada pula yang harus jeli menyimak. Yang jelas seru dan berkesan.
Get Ready For Season 2
Dengan batalnya negara Filipina sebagai penutup Season 1, maka saya menjadikan negara tersebut sebagai pembuka Season 2. Jika tidak ada halangan dari pandemik virus Corona / Covid-19 yang masih berlangsung saat ini, perjalanan tersebut akan saya lakukan pada tanggal 4 September mendatang. Masih cukup banyak waktu untuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Setelah Filipina? Daftarnya sih sudah ada. Yang terdekat setelahnya mungkin Laos, karena ortu minta ke Bangkok lagi. Nanti bisa melipir 1-2 hari ke negara yang berbatasan dengan Thailand itu.
Semoga seluruh perjalanan solo traveling saya di Season 2 bisa lebih menyenangkan dan lebih banyak kejutan dari yang ada di Season 1 😀
Leave a Reply