Rencana menulis tema ini sudah sejak beberapa bulan lalu bersemayam di Draft. Baru sekarang bisa diimplementasikan mengingat memang baru sekarang ada rencana untuk melakukan perjalanan traveling yang selanjutnya. Yaitu ke Philippines alias Filipina. Cita-cita saya sebenarnya menjelajah negara tersebut selama 1 bulan lamanya. Atau 3 minggu-lah setidaknya. Namun karena keterbatasan waktu dan budget, untuk kali ini mau tidak mau hanya bisa sekitar minggu saja. Tapi tak apalah, sing penting dolan, hehehe.
Fixed Itinerary vs Flexible Itinerary
Di awal-awal traveling dulu, saya orang yang strict atau patuh dengan itinerari yang sudah saya buat. Kalau hari ini tertulis ke tempat A, apapun yang terjadi ya harus berangkat ke tempat A. Kalau pun harus berubah, paling sekedar menukar jadwal dengan hari tertentu saja. Deretan aktivitasnya tetap kurang lebih sama.
Cara ini sebenarnya tidak salah. Dan menurut saya sangat disarankan bagi yang belum pernah melancong ke luar negeri. Berbeda dengan traveling di Indonesia, kita bakal menemui banyak hal yang berbeda dan tidak biasa di luar sana. Seringkali kita harus mengambil keputusan secara mendadak karena yang kita temui di lapangan tidak sesuai dengan yang kita bayangkan. Itu sebabnya, untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diharapkan, patuh pada itinerari sangatlah disarankan.
Seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai terbiasa dengan hal-hal tidak terduga di luar negeri. Melangkah ke sana kemari dengan mengikuti jadwal menjadi terasa membosankan. Seperti sedang ikut tour, tapi dengan kita sendiri yang menjadi pengelola sekaligus guide-nya.
Puncaknya adalah ketika saya harus mengubah rute perjalanan secara drastis di Vietnam gara-gara tidak tahu kalau saat itu sedang ada perayaan tahun baru mereka. Rencana tinggal di Hanoi yang awalnya hanya 3 hari harus diubah menjadi 7 hari. Langsung ambyar dah itu semua itinerari.
Namun saat itulah saya mulai belajar membuat deretan aktivitas yang fleksibel dan tidak tergantung pada itinerari. Setiap pagi saya mulai dengan berpikir hendak melangkah ke arah mana hari ini. Selanjutnya tinggal menyesuaikan arah dengan tujuan. Pada akhirnya, seminggu di kota yang tidak diharapkan itu justru membawa berkah. Mulai dari menjajal health center ternama yang isinya semua orang lokal, nemu deretan tembok mural yang sama sekali tidak ada turis selfie, hingga nyasar masuk ke cafe terkenal yang ternyata isinya cewek semua, wkwkwk.
Dan itu semua bisa saya lakukan salah satunya berkat Google Maps.
Point of Interest
Langkah pertama dalam membuat itinerari yang fleksibel adalah menyiapkan point of interest (POI). Gampangnya, ini adalah daftar tempat-tempat menarik di negara tujuan traveling yang MUNGKIN kita datangi. Kita bisa membuat daftar ini dengan memanfaatkan berbagai referensi yang ada di internet. Mulai dari artikel, blog, hingga video Youtube.
Preferensi masing-masing orang tentu saja berbeda-beda. Saya pribadi akan mencari lokasi-lokasi yang non-touristy, serta bangunan-bangunan yang terbengkalau atau berhantu. Kendati demikian, atraksi turis utama biasanya tetap saya masukkan ke dalam daftar. Siapa tahu sreg untuk melipir ke sana.
Nah, lokasi-lokasi tersebut lantas kita masukkan ke dalam Google Maps. Jika belum tahu caranya, kita hanya perlu mencarinya di Google Maps, dan jika sudah ketemu, simpan lokasinya, bisa ke dalam daftar Want To Go atau dengan membuat daftar khusus.
Masukkan saja lokasi hotel tempat kita akan menginap karena nantinya itu menjadi titik pusat atau acuan perjalanan kita setiap harinya. Sebaiknya beri tanda yang berbeda agar memudahkan. Saya biasanya memasukkan POI ke dalam daftar Want To Go dan hotel ke dalam daftar Starred Place.
Sudah? That’s it! Langkah pertama dalam membuat itinerari yang dinamis dan fleksibel sudah berhasil kita lakukan di titik ini.
Itinerari Dinamis
Saat sudah tiba di negara tujuan dan hendak memulai aktivitas, yang selanjutnya perlu kita lakukan hanyalah membuka Google Maps dan melihat POI yang sudah kita siapkan. Tentukan arah sesuai dengan mood, lalu hampiri titik POI yang sejalan. As simple as that.
Selama perjalanan, ada baiknya jika kita mengamati Google Maps dan melihat apakah ada tempat-tempat lain yang menarik yang tidak ada dalam daftar POI kita. Amati saja tanda-tanda di sekitar jika ada. Siapa tahu ada petunjuk arah ke lokasi lain yang tidak kalah menariknya. Saya nemu Museum Polisi di Hanoi juga gara-gara ada papan petunjuk arah di pinggir jalan.
Sebagai gambaran, di bawah ini adalah POI yang sudah saya siapkan untuk perjalanan saya ke Filipina nanti.
Lokasi hotel saya tidak jauh dari titik yang berwarna merah di tengah. Dari rencana POI tersebut, saya juga bisa dengan mudah memperkirakan bahwa saya butuh waktu luang setidaknya satu hari untuk ngetrip ke arah barat (Corregidor Island), satu hari ke arah selatan (Fantasy World), dan 2 hingga 3 hari ke arah timur (Baguio dan Sagada). Untuk di kota Manila sendiri dan sekitarnya sepertinya 2-3 hari cukup, tergantung mana saja POI yang nanti didatangi. Kalau gak sreg dengan kotanya — seperti Kandy di Sri Lanka yang isinya turis semua dan bikin ngerubah rencana dari semalem jadi cuman 3 jam aja — yah paling 1-2 hari saja cukup, hehehe.
Oh ya, ini penampakan POI yang lebih detil untuk wilayah dalam kota Manila yang sudah saya buat.
Penutup
Bagi yang sudah amat sangat terbiasa traveling mungkin akan sepenuhnya melupakan soal itinerari. Saya juga sebenarnya ingin melakukannya. Namun meski sudah bepergian on budget, bagi saya traveling masih merupakan kegiatan ‘mewah’ yang rugi jika waktu harus terbuang gegara mengalami terlalu banyak hal yang di luar perkiraan. Untuk saat ini, saya lebih suka berada di tengah-tengah. Fleksibel melakukan kegiatan selama traveling, sekaligus tetap punya tujuan yang jelas setiap harinya.
Boleh setuju, boleh tidak, hehehe.
Selamat traveling!
Leave a Reply