Sejak melakukan solo traveling keliling Asia Tenggara pada tahun 2016 lalu, total sudah 10 negara yang saya datangi. Yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja, Myanmar, Sri Lanka, Jepang, Hongkong, dan Macau. Banyak pengalaman yang saya dapatkan. Tidak hanya suka, terkadang juga duka. Yang pasti semuanya berharga dan saya terima sebagai pelajaran hidup yang tidak pernah saya dapatkan di jenjang pendidikan formal.
Salah satu pengalaman yang bagi saya berfaedah adalah saat mengalami travel scam. Alias kena tipu oleh oknum-oknum yang sengaja mentarget para turis seperti saya. Meski berfaedah berarti berarti saya suka kena scam ya. Berfaedah di sini dalam arti saya bisa mendapat banyak pelajaran dari pengalaman terkena scam itu.
Dalam rentang 3 tahun, total saya tiga kali terkena scam. Dua di antaranya saya alami di masa traveling perdana saya. Wajar dong, baru pertama kali jalan-jalan keluar negeri. Sendirian pula. Sudah pasti terlihat plonga plongo, mangsa empuk para scammer, hehehe.
Nah, di sini saya ingin sekedar berbagi cerita dengan teman-teman penggemar traveling. Siapa tahu bisa membantu untuk bersikap di saat berada dalam situasi yang sama. Jangan sampai ikut-ikutan terkena scam seperti saya.
Hat Yai, Thailand
Scam pertama saya alami di Hat Yai, Thailand. Dalam rangkaian perjalanan darat melintasi beberapa negara di Asia Tenggara, saya berangkat dari Kuala Lumpur dengan menggunakan travel dan kemudian tiba di Hat Yai. Rencananya akan langsung melanjutkan perjalanan ke Phuket dengan naik bus dari Hat Yai Bus Station. Saya juga sudah memesan tiket secara online karena khawatir tidak kebagian.
Tiba di kantor cabang travel, tempat bus travel dari Kuala Lumpur menurunkan penumpang, sudah ada banyak pengemudi tuk tuk (ojek motor) yang menawarkan jasa. Karena lokasi terminal bus agak jauh, saya meminta untuk diantarkan ke sana. Eh, bukannya dibawa ke terminal, saya justru diturunkan di tempat lain (yang berlawanan arah), tepatnya di kantor sebuah agen travel. Si pengemudi tuk tuk rupanya menganggap saya benar-benar belum punya tiket dan memaksa untuk membelinya di agen travel tersebut.
Sadar sudah terkena scam, saya memilih untuk membayar saja biaya tuk tuk yang ia minta, lantas naik tuk tuk yang lain untuk menuju terminal.
Saigon, Vietnam
Masih dalam sesi perjalanan yang sama, saya tiba di kota Saigon (sebelumnya disebut Ho Chi Minh) setelah sebelumnya bertolak dari Phnom Penh. Masih sama naik bus, hanya yang ini bus travel yang cukup ternama di kalangan turis.
Begitu tiba di pemberhentian terakhir, beberapa pengemudi tuk tuk langsung masuk ke dalam bus dan menawarkan jasanya. Awalnya saya sempat menolak, khawatir terkena scam seperti beberapa hari sebelumnya. Tapi begitu ada satu yang menyapa dalam bahasa Indonesia akhirnya saya luluh juga.
Dengan sigap ia meminta tas ransel saya dan meletakkannya di bagian depan (di antara kursi dan setang ). Di sinilah letak kesalahan saya. Bukannya meminta untuk diantarkan ke penginapan, saya justru minta untuk diantarkan ke tempat penukaran uang.
Tahu saya habis menukarkan uang, tampaknya si pengemudi jadi gelap mata. Ia mencari-cari cara untuk bisa mendapatkan tambahan uang dari saya. Berbagai tempat ‘bersenang-senang’ ia tawarkan. Mulai dari bar, massage, sampai plus plus. Semuanya saya tolak.
Sudah kehabisan akal, ia membawa saya ke POM bensin dan minta pembayaran di muka, dengan alasan untuk membeli bensin. Jumlahnya lumayan banyak. Saya juga salah di sini, masih belum terbiasa dengan kurs Dong, mata uang Vietnam. Jadi pasrah pasrah saja saat ia memintanya.
Dari POM bensin, ia mengantarkan saya ke tempat yang tidak jauh dari pemberhentian bus travel dan menurunkan saya di sana. Juga tas ransel saya. Ia beralasan hendak mengambil sesuatu sebentar, tapi yah, sudah bisa ditebak. Setelah itu ia tidak kembali kembali lagi.
Belakangan saya baru tahu bahwa lokasi penginapan saya sebenarnya hanya berjarak 200 METER dari tempat pemberhentian bus travel.
Kolombo, Sri Lanka
Sejak dua kali terkena scam di atas saya sudah semakin berhati-hati saat traveling. Segala macam bentuk tawaran ojek saya tolak. Lebih baik jalan kaki berkilo-kilo meter ketimbang menanggung resiko kehilangan uang yang tidak sesuai pos. Begitu pula saat ada warga lokal yang terlihat terlalu baik. Pasti saya langsung jaga jarak dan sebisa mungkin melipir menjauh.
Tapi akhir tahun lalu, di Kolombo, saya kembali terkena scam. Tehniknya benar-benar berbeda, membuat saya lengah.
Jadi, sebelum pergi ke Sri Lanka saya sudah tahu bahwa ada banyak scam di Kolombo dalam bentuk tour keliling kota. Akan ada pengemudi tuk tuk yang menawarkan jasa mendatangi beberapa tempat populer di dalam kota, namun di akhir perjalanan ia akan meminta bayaran yang cukup besar dengan berbagai alasan.
Nah, untuk urusan tuk tuk sih saya aman. Yang tidak aman adalah, saat dalam perjalanan menuju masjid untuk sholat Jum’at, ada seseorang yang mengajak berbincang sekaligus mengajak saya untuk jum’atan di masjid dekat tempat tinggalnya. Menganggap ini adalah salah satu bentuk local hospitality yang sebenarnya cukup banyak saya temui selama traveling di Sri Lanka, saya nurut aja. Sambil terus berjalan, kita melewati beberapa kuil dan ia menceritakan sedikit tentang kuil-kuil tersebut, sembari meminta saya mengambil foto kalau mau.
Melewati kuil ketiga saya mulai curiga kalau ini adalah bentuk modifikasi dari scam keliling kota. Saya pun meminta untuk kembali saja ke salah satu masjid yang sudah kita lewati. Meski menurut dan tidak banyak membantah, tapi feeling saya ternyata benar. Tak jauh dari masjid ia berhenti dan minta bayaran karena sudah mengajak saya berkeliling. Malas berdebat karena kesal, saya pun memberikan sejumlah uang yang diminta. Untung masih bisa sedikit ngeyel dan hanya memberi separuhnya saja.
Yah, sekali lagi, scam memang menyebabkan. Tapi jangan sampai ketakutan akan scam bikin kita takut pula untuk melakukan traveling ke luar negeri. Terutama secara solo. Percaya deh, kita belum akan benar-benar merasakan nikmatnya traveling sebelum kita melakukannya secara mandiri (tanpa ikut tour) seorang diri.
Yuk jalan-jalan!
Leave a Reply