Meski masuk ke dalam daftar negara yang ingin saya kunjungi, saya tidak menyangka bakalan mewujudkan perjalanan backpacker ke Jepang secepat ini. Mungkin ini yang namanya kekuatan niat (yang bisa dianggap sebagai doa), karena setahun sebelum saya memperoleh tiket ke negeri sakura tersebut dengan harga promo, saya sempat berniat dalam hati bahwa selambat-lambatnya tahun 2018 saya harus sudah ke Jepang. Eh, ternyata beneran tercapai 🙂
Cerita ini adalah bagian pertama dari tulisan berseri mengenai perjalanan backpacking ke Jepang. Untuk info lebih detil dan daftar tulisan keseluruhan dapat dibaca di sini.
Di satu sisi, perjalanan backpacking ke Jepang tidak ada bedanya dengan perjalanan traveling ke negara-negara lain yang sudah pernah saya singgahi. Sebagian ritualnya sama. Mulai dari membeli tiket pesawat, membuat itinerary, memesan kamar hotel, dan sebagainya. Yang berbeda, ini adalah perjalanan pertama saya ke tempat yang mengalami turunnya salju. Di saat musim dingin masih berlangsung pula. Selain itu, sistem transportasi masal di negara beribukota Tokyo tersebut juga tidak sesederhana yang ada di Singapura atau Bangkok. Alhasil, ada persiapan-persiapan ekstra yang harus saya lakukan.
Berikut ini persiapan-persiapan yang saya lakukan sebelum melakukan traveling ala backpacker ke Jepang:
Daftar Isi
1. Membeli Tiket Pesawat Pulang Pergi.
Ini jelas yang pertama kali harus dilakukan. Keputusan membeli tiket ke Jepang bisa dibilang sama dadakannya dengan penggorengan tahu bulat. Iseng cek promo di situs Air Asia Malaysia, lah ternyata ada penerbangan murah dari Kuala Lumpur menuju Tokyo. Setelah memastikan harga tiket pulang dari Osaka ke Surabaya juga sama terjangkaunya, saya pun memutuskan untuk membeli kedua tiket tersebut. Untuk tiket Surabaya – Kuala Lumpur sendiri saya beli dari situs Air Asia Indonesia, yang kebetulan juga ada promo. Lucky!
Berikut rincian biaya tiket penerbangan pulang pergi yang saya keluarkan, dihitung dengan menggunakan kurs hari ini dan dibulatkan ke atas untuk mempermudah. Untuk keberangkatan saya sengaja membeli tiket secara terpisah karena faktor promo yang berbeda.
Rute | Biaya Tiket |
---|---|
Surabaya – Kuala Lumpur | Rp 230.000,- |
Kuala Lumpur – Tokyo | Rp 1.250.000,- |
Osaka – Surabaya | Rp 1.500.000,- |
Total | Rp 2.980.000,- |
Tiket penerbangan ke Jepang saya beli di awal tahun 2016. Saya lupa tepatnya. Untuk harga saat ini mungkin bisa lebih murah lagi, tapi yang jelas pada saat itu, bisa PP ke Jepang dari Surabaya dengan harga kurang dari 3 juta menurut saya cukup emejing 😀
2. Menyusun itinerary selama 12 hari.
Terus terang ini adalah bagian favorit saya dalam melakukan persiapan traveling: membuat itinerary. Saya tidak terlalu suka mengunjungi tempat-tempat yang touristy dan mainstream, sehingga betah melakukan riset berbulan-bulan demi mendapatkan itinerary yang berbeda dengan kaum mayoritas. Tidak hanya dari segi destinasi, melainkan juga dari segi biaya. Terlebih sebagai backpacker yang dananya terbatas, harus pintar-pintar mengatur itinerary agar tidak boncos.
Budget awal saya adalah 9 juta untuk perjalanan selama 12 hari (10 malam). Utak-atik perdana, ternyata malah memperoleh total pengeluaran hanya 7 juta saja! Berhubung selisih dananya lumayan, saya putuskan untuk sedikit meng-upgred level akomodasi yang digunakan, dan akhirnya tiba di angka 8 juta. Sudah termasuk makan, hotel, bus dari Tokyo ke Kyoto, tiket masuk museum Gibli, dan sebagainya. All-in.
Untuk detil itinerary dan pengeluaran nanti dapat disimak di cerita perjalanan dari hari ke hari. Yang pasti, saya menghabiskan 5 malam di Tokyo, 2 malam di Kyoto, dan 3 malam sisanya di Osaka. Selama di Tokyo, urusan transportasi saya gunakan kombinasi Tokyo Wide Pass dan Metro Subway 2 Days Pass, yang jauh lebih hemat ketimbang membeli JR Pass. Di Kyoto saya gunakan Kyoto Sightseeing Pass (2 Days) dan Osaka Amazing Pass (2 Days) untuk di Osaka. Sebagai backup, saya gunakan kartu IC Passmo, untuk mempermudah pembelian tiket kereta pada hari-hari dimana kartu pass sudah tidak dapat digunakan atau pada rute yang tidak tercakup oleh pass.
Satu hal yang sempat membuat galau adalah masalah akses internet. Awalnya ada dua pilihan, antara membeli kartu SIM card lokal atau menyewa WiFi router. Setelah banyak pertimbangan — terutama dari segi dana –, beberapa hari sebelum keberangkatan saya putuskan untuk tidak memilih keduanya dan memasrahkan urusan akses ke dunia maya pada hotspot-hotspot gratis yang tersebar di Jepang, hehehe.
Bagaimana dengan tempat-tempat hiburan semacam Universal Studio atau Disneyland? Jujur, saya tidak terlalu tertarik dengan tempat-tempat semacam itu. Mungkin momennya lebih pas jika suatu saat nanti bepergian bersama keluarga. Untuk kali ini di-skip dulu. Lagipula mahal sih tiketnya 😀
3. Melakukan pemesanan kamar hotel, tiket bus, dan tiket atraksi.
Setelah menyelesaikan itinerary, tahap selanjutnya adalah melakukan pemesanan segala hal yang bisa dipesan terlebih dahulu, guna meminimalisir keribetan di hari H. Untungnya, tiket bus dari Tokyo ke Kyoto yang menggunakan Willer bisa dipesan melalui online. Pun demikian dengan tiket museum Gibly, yang memang wajib dipesan satu bulan sebelumnya via online jika tidak ingin kehabisan.
Untuk hotel saya menggunakan Booking.Com untuk melakukan reservasi. Alasan utama adalah karena hampir semua properti hotel yang ada di situs tersebut memberikan fasilitas bayar belakangan dan bebas biaya pembatalan. Dengan demikian, saya bisa sepuasnya bergonta-ganti lokasi hotel hingga mendapatkan yang benar-benar strategis dan sesuai dengan budget. Karena biaya hotel di Jepang termasuk mahal, kamar yang saya pilih adalah kamar-kamar bertipe dorm. Satu malam di Tokyo juga saya sempatkan untuk menginap di hotel kapsul, demi merasakan seperti apa rasanya bermalam di hunian khas negeri sakura itu.
Baca juga: Tips Booking Hotel Secara Online
Sekitar tiga minggu sebelum keberangkatan, situs Traveloka Malaysia ternyata mengadakan promo diskon hotel. Saya pun menyempatkan untuk membandingkan harganya dengan harga pemesanan yang sudah saya lakukan di Booking.Com. Hasilnya, ada satu hotel yang biayanya menjadi lebih murah jika dipesan melalui Traveloka. Berhubung masih bisa dibatalkan, tanpa buang waktu saya cancel reservasi hotel tersebut, dan melakukan pemesanan ulang via Traveloka, hehehe.
Keberuntungan kembali datang seminggu sebelum keberangkatan. Saya kembali iseng mengecek dan membandingkan ulang biaya kamar di Booking.Com, dan ada satu hotel yang pada minggu itu kebetulan sedang menawarkan harga promo. Kembali, saya batalkan bookingan sebelumnya, dan saya lakukan reservasi ulang 🙂
Terus terang selama ini saya tidak pernah melakukan kedua hal yang saya sebutkan di atas. Biasanya, setelah memesan kamar ya sudah, tidak saya pikirkan lagi. Berkat persiapan backpacker ke Jepang ini saya jadi memperoleh tips untuk diri saya sendiri: jangan malas untuk mengecek dan membandingkan lagi harga kamar di kemudian hari jika ingin benar-benar berhemat.
4. Menyiapkan barang bawaan.
Dengan mempertimbangkan rute perjalanan selama di Jepang yang mengkombinasikan penggunaan moda transportasi masal kereta (dan bus) serta sepasang kaki yang saya miliki sejak lahir, untuk traveling kali ini saya memilih untuk mengusung konsep travel light alias tidak membawa terlalu banyak barang. Apalagi, mengingat bulan Februari masih dalam suasana musim dingin, pakaian pendukungnya lumayan rempong. Ada winter coat, sarung tangan, kupluk, baju dalaman hangat (long sleeve), dan sepatu anti air. Belum ditambah dengan seperangkat gadget, yang terkait dengan misi suci saya untuk membuat banyak footage video di negeri Jepang. Hebatnya, saya ternyata sanggup menjejalkan itu semua ke dalam tas ransel saya tanpa membuatnya melebihi batas beban kabin pesawat 7 kg.
Serius, saya juga kagum dengan diri saya sendiri, hehehe.
*nyanyi ‘Me Too’-nya Meghan Trainor*
Jadi, total barang bawaan saya adalah sebagai berikut:
- satu set pakaian dingin seperti yang sudah disebutkan di atas
- 1 buah tablet, 1 buah action cam dan perintilannya (termasuk 3-way monopod), 1 buah charger USB dual port, 1 buah universal charger, 1 buah power bank, 2 kabel usb, 1 buah harddisk portabel
- 3 celana pendek sport (yang sudah ada dalemannya, jadi tidak perlu bawa dan pakai CD lagi, hehehe), 1 sweater, 1 celana panjang jeans, 2 kaos
- obat-obatan pribadi untuk berjaga-jaga
- sikat gigi + odol, kanebo sebagai pengganti handuk
- 1 bungkus abon untuk lauk tambahan
- print out semua dokumen terkait (itinerary, booking kamar hotel, tiket pesawat, dll) dan fotocopy paspor
Untuk pakaian sih saya mikirnya sederhana saja. Kalau memang tidak cukup dan tidak sempat (atau malas) nge-laundry, ya tinggal beli. Anggap sekalian buat kenang-kenangan. Lagipula, dengan kondisi cuaca yang dingin, seharusnya pakaian tidak bakalan basah karena keringat dan tidak mudah berbau. Dan untungnya memang benar perkiraan saya, hehehe.
Jujur, ini pengalaman perdana saya melakukan backpacking dengan model travel light. Biasanya juga tidak banyak-banyak amat bawanya, tapi juga tidak seminim ini. Setidaknya saya masih membawa handuk yang lebih layak serta peralatan mandi lengkap (karena sabun cair yang disediakan hotel rasanya seringkali lengket dan tidak nyaman). Selain itu, tas slempang dan sandal jepit kali ini terpaksa ikut ditinggalkan.
Lalu bagaimana rasanya? Yah, sama saja sih sebenarnya. Sama-sama ada suka dan dukanya. Termasuk kanebo ketinggalan di hostel dan terpaksa beli handuk baru serta jadi dicurigai lantas kena random check di saat hendak melewati pos customs (cukai) di bandara Haneda gegara rencana menginap 10 hari tapi bawaannya cuman sedikit, heheheh.
5. Menukarkan Uang Rupiah Ke Mata Uang Yen.
Persiapan terakhir adalah menukarkan uang dari mata uang rupiah ke yen Jepang. Berhubung saya menggunakan visa waiver, mau tidak mau saya harus membawa dana lebih dalam bentuk yen untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan apabila terkena random check. Patokannya, dana yang harus saya bawa minimal adalah ¥10,000 dikalikan jumlah hari menginap, yaitu ¥100,000. Agar lebih aman, saya putuskan untuk membawa ¥120,000, ditambah 100 ringgit Malaysia untuk keperluan selama transit.
Penukaran uang yen saya lakukan secara bertahap di tiga tempat yang berbeda, yaitu Goenadi Valasindo (jalan Pandegiling), Dua Sisi (Tunjungan Plaza I), dan Airlan Money Changer (Plaza Marina). Selain mempertimbangkan masalah kurs mata uang yen yang saat itu sedang naik turun, juga karena stok uang yen saat itu (bulan Desember ’16 – Januari ’17) cukup langka di pasaran karena banyak yang sedang berlibur ke Jepang.
Jumlah Yen | Kurs | Nilai Rupiah |
---|---|---|
40,000 | 120 | 4,800,000 |
60,000 | 118 | 7,080,000 |
20,000 | 119 | 2,380,000 |
Total | 14,260,000 |
Sekilas info, apabila teman-teman mengajukan visa biasa, maka patokan jumlah tabungannya hampir sama yah, yaitu ¥10,000 dikalikan jumlah hari menginap selama di Jepang. Tapi biasanya pihak konjen Jepang akan meminta setidaknya dilebihkan dananya beberapa juta agar lebih pasti disetujui penerbitan visanya.
Itu tadi sedikit cerita tentang persiapan-persiapan yang saya lakukan sebelum melakukan perjalanan ala backpacker ke Jepang. Untuk berikutnya, saya akan menceritakan pengalaman hari pertama perjalanan backpacking, yang tanpa disangka sudah penuh dengan drama…
Jangan lupa Like, Comment, dan Share yaa 😀
verokafka
Kak, mau tanya untuk perhitungan durasi stay berdasarkan hari atau malam menginap yaa??
Brti dihitung dr malam pertama kita di jepang smpai malam terakhir yaa? Kl smpe/ menjejakan kaki di kansai airport tgl 27 march dan pulang tgl 9 april brti 13 hari yaa? Mohon pencerahan. Tq