Dua hari lalu, tepatnya pada hari Sabtu pukul tujuh malam, saya menjejakkan kaki kembali ke tanah Indonesia. Kegiatan berlibur ke Seoul, Korea Selatan, bersama keluarga yang sudah direncanakan selama hampir setahun belakangan terlaksana dengan sukses tanpa kendala yang berarti. Meski bukan sebuah solo traveling, namun efek persiapan matang yang serupa cukup terasa. Hanya di hari pertama saja yang sedikit tersendat gegara belum terbiasa dengan sistem informasi subway alias kereta bawah tanah yang ada di kota Seoul. Selebihnya lancar jaya.
Daftar Isi
Tentang Seoul
Seoul (서울시) adalah ibukota dari Korea Selatan, sekaligus kota metropolis terbesar di negeri gingseng. Saat artikel ini ditulis, kota dengan luas 605.21 km2 ini dipimpin oleh walikota Park Won-soon dari Partai Demokrat. Menurut data terbaru di tahun 2018, populasi penduduk saat ini adalah 9,8 juta jiwa, atau sekitar 16 ribu penduduk per km2. Angka ini hampir tiga kali lipat dari jumlah penduduk kota Busan, kota terbesar kedua di Korsel.
Terdapat 25 distrik (setara dengan kecamatan di Indonesia) di kota Seoul. Yaitu distrik Dobong, Dongdaemun, Dongjak, Eunpyeong, Gangbuk, Gangdong, Gangnam, Gangseo, Geumcheon, Guro, Gwanak, Gwangjin, Jongno, Jung, Jungnang, Mapo, Nowon, Seocho, Seodaemun, Seongbuk, Seongdong, Songpa, Yangcheon, Yeongdeungpo, dan distrik Yongsan. Beberapa di antaranya mungkin sudah akrab di telinga kita, terlebih yang sudah pernah jalan-jalan ke Seoul. Seperti Dongdaemun, Gangnam, Jung (tempat pasar Myeongdong yang tersohor), dan Yongsan (yang menaungi area Itaweon, pusat muslim di Seoul).
Seperti wilayah-wilayah lainnya di negara ini, bahasa Korea adalah alat komunikasi yang digunakan sehari-hari oleh warga kota Seoul. Pun begitu dengan abjadnya, yaitu huruf hangul. Sedikit sekali yang mengerti bahasa asing. Boro-boro bahasa Indonesia, yang bisa bahasa Inggris saja jarang. Apalagi huruf alfabet yang umum kita gunakan di Indonesia.
Dari Indonesia Ke Korea Selatan Naik Apa?
Tiket pesawat dari Indonesia ke Korea Selatan kami beli saat ajang travel fair di pusat perbelanjaan Tunjungan Plaza, Surabaya, tahun lalu. Saya lupa persisnya bulan apa. Maskapai yang dipilih adalah Cathay Pacific dengan biaya kalau tidak salah 5 juta / orang untuk penerbangan kelas ekonomi pulang pergi. Kebetulan belum ada satu pun anggota keluarga yang pernah terbang menggunakan maskapai yang rutin berada di jajaran sepuluh besar maskapai terbaik di dunia itu. Termasuk saya tentunya.
Sebagai maskapai yang berpusat di Hong Kong, sudah tentu pesawat akan transit di kota tersebut. Untuk perjalanan pergi, kami memilih untuk transit semalam di Hong Kong dan menginap di hotel Novotel Citygate yang berlokasi tidak jauh dari Hong Kong International Airport. Saya sudah ngarep bisa mencicipi kembali kelezatan nasi ayam di Wai Kee, Bowrington Road Market. Apa daya baru tiba di hotel pukul 16.30, sedang Wai Kee tutup pukul 18.00 waktu setempat. Jelas tidak memungkinkan.
Sementara untuk penerbangan pulang, kami transit di Hong Kong selama sekitar satu setengah jam. Tidak bisa melakukan hal lain selain leyeh-leyeh di area tunggu bandara.
Proses Imigrasi di Korea Selatan
Seperti biasa, sebelum melewati counter imigrasi, semua orang diwajibkan untuk mengisi kartu kedatangan (arrival card). Selain dibagikan di dalam pesawat, kartu ini juga bisa diperoleh di meja sebelum memasuki area imigrasi.
Proses pemeriksaan di counter imigrasi berlangsung singkat dan tidak ribet. Kebanyakan diproses tanpa ditanya ini itu. Saya termasuk yang sedikit apes karena sempat ‘diinterogasi’. Mulai dari dikonfirmasi nama lengkap, bepergian sendiri atau dengan orang lain, hingga kapan hendak pulang ke Indonesia. Sepertinya efek jenggot yang belum dicukur…
Imigrasi Korsel saat ini tidak memberikan stempel di lembar buku paspor kita. Jadi yang hobi mengkoleksi untuk dipamerkan harap kecewa. Sebagai gantinya, kita akan diberi selembar kertas (seperti di Hong Kong) yang harus dijaga agar jangan sampai hilang.
Seperti ini penampakannya.
Keliling Seoul Naik Apa?
Subway dan taksi.
Untuk subway, bekalnya kartu T-Money edisi Line yang dibeli di 7-Eleven seharga 4,000 won. Tidak terlalu jauh berbeda dengan seri umum yang dijual melalui mesin di masing-masing stasiun subway. Selama tujuh hari, rata-rata penggunaan saldo adalah 380 ribu won per orang.
Kenapa tidak menggunakan bus? Kebetulan tempat-tempat yang kami datangi semuanya terjangkau oleh kereta bawah tanah. Dengan biaya pemakaian yang dihitung setiap keluar masuk stasiun, bukan berdasarkan jarak, plus sedikit biaya tambahan saat transfer di jalur-jalur tertentu, saldo yang terpotong untuk sekali jalan berkisar antara 1,250 hingga 1,550 won saja. Atau sekitar 15 ribu hingga 19 ribu rupiah jika di-kurs-kan. Cukup terjangkau.
Nah, untuk kasus stasiun subway yang jaraknya agak jauh, taksi menjadi opsi kedua. Harap dimaklumi. Faktor bepergian bersama orang tua. Meski biaya buka pintunya agak mahal (3,800 won atau hampir 50 ribu rupiah), namun jika dibagi rata per orang sebenarnya tidak terlalu jauh berselisih dengan biaya naik kereta.
Seminggu di Korea Selatan Kemana Saja?
Karena sedang berlibur bersama orang tua dan juga keponakan yang masih kecil, itinerari liburan kali ini tidak terlalu padat. Juga tidak sepenuhnya dihabiskan di kota Seoul. Ada setengah hari yang diluangkan untuk mengunjungi pulau Nami. Serta menginap sehari semalam di pulau Jeju… yang apesnya saat itu diguyur hujan lebat hampir seharian penuh.
Beberapa tempat yang kami datangi selama di kota Seoul di antaranya adalah area Myeongdong, istana Deoksugung, Dongdaemun Design Plaza (DDP), Gangnam, N Seoul Tower, dan Lotte World. Sedang di pulau Jeju, akibat faktor cuaca, hanya bisa melipir ke Teddy Bear Museum (Teseum), Alive Museum, dan Sanbangsan (cuma foto-foto dari tempat parkir).
Itinerari singkatnya seperti di bawah ini.
Tanggal | Lokasi |
---|---|
21 | Myeongdong |
22 | Pulau Nami + Cat Cafe |
23 | Deoksugung Palace |
24 | Gangnam + Dongdaemun Design Plaza |
25 | N Seoul Tower |
26 | Pulau Jeju (Teddy Bear Museum, Alive Museum, Sangbansan) |
27 | - |
28 | Lotte World |
Pada tanggal 23-24 saya memisahkan diri dari rombongan untuk menginap di hotel terpisah dan mengeksplor beberapa lokasi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan bersama keluarga. Seperti Yongma Land dan tempat-tempat arcade. Untuk tanggal 27 tidak ada aktivitas khusus karena baru tiba kembali di hotel di kota Seoul pada sekitar pukul 5 sore. Sedang pada tanggal 28 hanya adik saya dan keluarga kecilnya yang menghabiskan waktu di Lotte World, sementara saya menemani kedua ortu berbelanja kembali di Myeongdong. Lumayan kecipratan dapet kaos, hehehe.
Seperti ini penampakan Lotte World dari balik jendela hotel kami.
Dalam beberapa hari ke depan saya akan khusus membahas mengenai lokasi dan aktivitas unik alias antimainsteram yang bisa kita lakukan selama berada di kota Seoul. Jangan dilewatkan, ya 🙂
Fakta Menarik Tentang Seoul / Korea Selatan
Mengamati aktivitas penduduk lokal serta kebiasaan yang ada di negara yang saya kunjungi merupakan hal yang tidak pernah absen saya lakukan ketika traveling. Tidak terkecuali saat berlibur bersama keluarga. Itu salah satu alasannya kenapa saya sengaja meluangkan waktu untuk blusukan sendiri di Seoul.
Beberapa hal menarik yang bisa saya pelajari selama liburan singkat di Seoul di antaranya adalah:
Area turis tidak ubahnya seperti area serupa di negara-negara lain. Saya baru bisa benar-benar merasakan suasana Korea seperti yang sering saya tonton di drakor setelah berpindah hotel di dekat Lotte World yang berada di distrik Songpa.
Biaya hidup sehari-hari sangat mahal. Untuk makanan mungkin tidak jauh berbeda dengan Jepang dan Hong Kong, berbandrol 8,000 hingga 20,000 won untuk satu porsinya. Antara 100 ribu hingga 250 ribu rupiah. Yang miris adalah harga kebutuhan pribadi, seperti sabun mandi, sikat gigi, dan lain sebagainya, yang ikut-ikutan tidak murah. Saya terpaksa merogoh kocek sedalam 9,900 won (Rp 120 ribu) hanya untuk membeli sabun muka gara-gara salah bawa yang isinya tinggal sedikit saat packing. Dan itu bukan merk ternama. Untuk perbandingan, harga produk-produk sejenis mencapai 3x lipat dari yang biasa ditemui di Indomaret atau Alfamart.
Penataan ruang apartemen di Seoul sangat baik. Dengan lahan terbatas, ruang apartemen yang kami tinggali benar-benar ditata dengan rapi dan efektif. Tidak terasa sempit dan sesak, walau hanya terdiri dari dua kamar dan dijejali dengan empat tempat tidur.
Kehidupan di Korea Selatan lebih santai ketimbang di Jepang. Ada beberapa yang terlihat terburu-buru saat berjalan atau saat keluar masuk kereta, namun jumlahnya jauh lebih sedikit daripada yang saya temui di Jepang. Yah, pendapat ini mungkin tidak terlalu valid, mengingat saya belum terlalu banyak mengeksplor distrik-distrik yang ada di kota Seoul.
Area muslim Itaewon di distrik Yongsan letaknya bersebelahan dengan area lampu merah yang dulu cukup tersohor. Gugling saja “hooker hill seoul” jika ingin tahu lebih lanjut. Itu tepat berada di balik Seoul Central Mosque. Saya juga baru tahu gara-gara hotel yang saya inapi saat berpisah dengan keluarga ternyata ada di pusat bukit tersebut, hehehe. Nanti deh saya bahas di artikel terpisah.
Taksi-taksi di Seoul kemungkinan besar dapat sepenuhnya dipercaya. Sopir taksi biasanya langsung memasukkan titik tujuan yang kita inginkan di GPS dan mengemudi mengikuti arah yang dipilih oleh GPS, sehingga kecil probabilitas dibawa berkeliling. Mereka juga sudah tidak bisa lagi beralasan amnesia atau baru dipindahtugaskan ke kota Seoul, seperti yang sering didalihkan sopir-sopir taksi di Indonesia.
Banyak penduduk Seoul yang tidak bisa berbahasa selain Korea. Harus mahir-mahir memahami maksud perkataan mereka, dipadu dengan bahasa isyarat yang universal. Ini termasuk sopir taksi dan pemilik toko, ya. Jadi kemungkinan besar kita pasti akan mengalami komunikasi tanpa arah apabila traveling ke Korea, hehehe.
Penduduk Seoul cukup ramah. Dalam beberapa kesempatan, mereka tidak sungkan membantu kita yang sedang bingung menentukan arah kereta tanpa diminta. Padahal mereka juga tidak bisa berbahasa Inggris. Malah ada yang mengajak ngobrol sepanjang perjalanan di kereta… dengan bahasa Korea.
Google Maps tidak bisa digunakan untuk menentukan jalur untuk berjalan kaki atau mengendarai mobil, namun masih akurat untuk urusan informasi transportasi umum. Sebagai alternatifnya, jika membutuhkan rute berjalan kaki, bisa menggunakan Naver Maps.
Ini soal selera dan lidah, tapi menurut saya pribadi, kuliner di Seoul tidak se-lezat yang terlihat di film atau drama korea. Bahkan menu samgyetang (sop ayam gingseng) yang tersohor pun terasa seperti sop ayam biasa. Saya juga sempat mencicipi beberapa produk minuman yang belakangan acap diiklankan di drakor, hasilnya tidak berbeda. Tidak seenak yang saya bayangkan.
Di bandara internasional dan domestik Seoul, bagasi selalu diperiksa melalui x-ray. Setelah check-in, kita akan diminta menunggu 5-10 menit hingga proses pemeriksaan usai. Jika ada barang terlarang, maka nama kita akan dipanggil dan diminta masuk ke ruang khusus untuk pemeriksaan lebih lanjut. Di Gimpo International Airport terdapat layar monitor dimana kita bisa langsung melihat apakah bagasi kita kena cekal atau tidak. Letak monitornya tepat di samping counter-counter check-in. Jadi jangan buru-buru duduk ya setelah check-in.
Jarang ditemui wanita cantik yang selevel dengan artis-artis Korea. Serupa dengan di Hong Kong. Yang cakep cakep sepertinya sudah jadi bintang film atau penyanyi semua. Tapi kalau untuk cowok tamvannya masih banyak yang keleleran di jalan kok. Silahkan bagi yang pengen ketemu oppa oppa ganteng di Korea.
Tidak semua ATM di Seoul bisa digunakan untuk mengambil uang dengan kartu ATM bank Indonesia. Kendalanya dua. Yang pertama, tidak semuanya menyediakan menu bahasa Inggris. Yang kedua,
Nanti akan ditambahkan lagi kalau ada yang teringat, hehehe.
Apa saya bakal datang lagi ke Seoul atau Korea Selatan? Untuk saat ini terus terang saya tidak ada niatan untuk balik lagi ke sana. Mungkin iya jika keluarga menginginkan, namun saya pribadi tidak. Pengalaman liburan selama seminggu di Seoul untuk sekarang sudah cukup memenuhi keingintahuan saya tentang negeri gingseng. Mending lanjut nabung untuk solo traveling ke Filipina.
Leave a Reply