Seperti biasa, saya selalu menyelingi itinerari berat dengan yang lebih ringan di hari berikutnya. Agar stamina bisa tetap terjaga.
Berhubung di hari ke-14 sudah cukup banyak berjalan kaki, hari ke-15 ini saya pilih aktivitas yang lebih santai.
Mulai dari makan mie ayam sepuasnya dengan harga sangat murah, berkeliling di sekitar Victory Monument, hingga mengunjungi museum tersembunyi yang ada di area red district Patpong.
Berikut catatan perjalanan selengkapnya.
Daftar Isi
Sarapan Mie Ayam AYCE 20 Ribuan
Standar biaya makan di Bangkok memang hanya sedikit lebih mahal dengan di Indonesia. Namun bisa mendapatkan kuliner yang benar-benar murah memberikan sebuah kepuasan tersendiri.
Setelah AYCE di depan Lumphini Park yang berbandrol 60 baht, rupanya ada opsi makan sepuasnya lain yang lebih murah. 50 baht atau 21 ribu rupiah saja.
Bedanya, yang disediakan adalah mie ayam.
Setelah mendapatkan mangkok berisi kuah dan mie — bisa memilih antara mie besar atau bihun — kita bebas mengambil potongan ayam sebanyak-banyaknya.
Ada ceker, jeroan, dan sebagainya.
Mie-nya sendiri tidak begitu istimewa. Tapi dijamin kenyang asal tidak sungkan menyerok lauk sebanyak-banyaknya.
Warga lokal bahkan sampai menumpuk lauknya agak tinggi. Mungkin sekalian agar kenyang seharian, hehehe.
Nama rumah makannya adalah Chicken Noodle Na Soi.
Lokasinya agak jauh dari pusat kota. Bisa ditempuh dengan menggunakan bus.
Ada yang berhenti di depan, ada pula yang harus ekstra berjalan kaki dulu.
Jika ingin mendapat pengalaman berbeda, boleh lah merapat ke tempat ini jika teman-teman berkunjung ke Bangkok.
Street Market Victory Monument Yang Keren
Setelah beristirahat di guest house beberapa jam, siangnya saya menuju ke Victory Monument.
Kali ini menggunakan jasa ojek online lokal Bolt. Sedang tidak mood untuk menunggu bus di halte.
Kenapa ke Victory Monument?
Satu hari sebelumnya, sepulangnya dari Chatuchak Market, saya sempat melihat-lihat area street market di sekitar Victory Monument. Rupanya cukup banyak pilihan makanan yang menggoda.
Sayang waktu itu banyak yang sudah tutup.
Penasaran, saya sempatkan untuk mengunjunginya sebelum nantinya melanjutkan perjalanan ke Patpong Museum.
Ternyata tidak hanya kulinernya yang menggoda. Harga barang-barang di sana pun terbilang murah. Di bawah rata-rata pasar jalanan Bangkok pada umumnya.
Lagi-lagi sebuah spot yang saya rekomendasikan untuk didatangi.
Belajar Sejarah Bisnis Esek Esek di Museum Patpong
Museum Patpong sukses menjadi highlight perjalanan saya tahun 2022 lalu.
Dari yang awalnya kepo kenapa bisa ada museum di tengah deretan tempat mesum, menjadi terkagum-kagum dengan pengalaman selama berada di sana.
Siapa sangka. Sejarah bisnis esek esek di Bangkok berkaitan sangat erat dengan politik dan kerajaan.
Bahkan ada pula kaitannya dengan CIA!
Jadi bisa dipahami kenapa lokasi para pria melampiaskan hasrat tersebut bisa terus bertahan tanpa takut adanya masalah dengan pihak pemerintah.
Tiket masuknya adalah 350 baht. Mahal karena ini adalah museum privat.
Tapi harga tersebut sudah termasuk voucher untuk membeli minuman di bar jika mau. Plus pemandu yang lancar berbahasa Inggris.
Durasi turnya pun cukup lumayan. 2 jam lebih!
Pengalaman unik saya peroleh setelah tur selesai.
Seorang pria tiba-tiba menghampiri dan mengajak ngobrol ngalor ngidul tentang dunia malam.
Untung saya bisa mengimbangi pembicaraan karena banyak membaca dan menonton Youtube, wkwkwk.
Saking meyakinkannya, ujung-ujungnya pria tersebut mengajak saya untuk menemaninya menonton atraksi striptease di lantai atas.
Tawaran tersebut jelas saya tolak. Lha wong cuma diajak, gak sekalian dibayarin, hehehe.
Leave a Reply