Di sinopsis The K2 episode sebelumnya, Park Gwan-Soo (Kim Kap-Soo) kembali berusaha untuk menjebak Jang Se-Joon (Cho Seong-Ha), untuk membalas manuver politik yang sukses dilakukan oleh Choi Yoo-Jin (Song Yoon-A). Namun berkat Kim Je-Ha (Ji Chang-Wook), usaha mereka dapat digagalkan. Je-Ha lantas memanfaatkan kesempatan ini untuk sekalian membawa Se-Joon menemui Ko An-Na (Im Yoona), karena ia tidak tahan melihatnya menderita menanti kedatangan ayahnya. Namun fakta demi fakta terkuak. Salah satunya adalah Se-Joon yang tidak mungkin bisa melakukan apa-apa terhadap An-Na selama Yoo-Jin masih ada di belakangnya. Ia pun terpaksa menyakiti hati An-Na agar Yoo-Jin percaya bahwa ia masih ‘setia’ kepadanya. Apa yang selanjutnya bakal terjadi di sinopsis drama korea The K2 episode 8 kali ini?
Sinopsis Episode 8
Je-Ha mendatangi kamar rawat An-Na. Ada Jang Mi-Ran (Lee Yea-Eun) dan ibunya di sana, sedang tertidur pulas, sementara An-Na justru terduduk melamun. Je-Ha pun membangunkan mereka dan meminta mereka untuk pulang terlebih dahulu karena sore nanti An-na sudah diperbolehkan untuk meninggalkan kamar rawat JSS.
“Mengapa kamu membawa ayah ke sini?” tanya An-Na sepeninggal Mi-Ran dan ibunya.
“Karena aku tidak ingin melihatmu mati,” jawab Je-Ha.
“Kenapa kamu peduli aku mati atau tidak?”
“Kamu tahu berapa banyak orang yang khawatir karenamu?” tanya Je-Ha balik.
“Khawatir? Kamu benar. Maaf.”, jawab An-Na. Ia melanjutkan, “Telah membuat orang buruk sepertimu khawatir.”
“Baiklah. Kita adalah orang jahat. Kita orang jahat yang telah mengurung dan mengawasimu. Tapi kamu tahu, aku lebih suka jika kamu juga menyadari usaha kami untuk melindungimu.”
“Kamu menyebut membuatku ramen dan memberiku es krim sembari berpura-pura sebagai ayahku adalah ‘melindungiku’? Terserah. Keluar!” ujar An-Na.
“Baiklah. Sepertinya aku membuat perjanjian bodoh dengan ayahmu,” ujar Je-Ha sembari berlalu meninggalkan kamar.
Yoo-Jin memanggil direktur JSS (Ko In-Beom) dan ketua Joo untuk datang menemuinya. Ia langsung menyemprot mereka karena kejadian semalam bisa terjadi. Ketua Joo segera meminta maaf dan berniat mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawabannya. Yoo-Jin menolaknya karena ia masih dibutuhkan. Direktur JSS lantas memberitahu bahwa si penjahat (bodyguard yang membelot) telah berhasil kabur, sementara rekannya, si wanita perias, mengancam akan melaporkan Se-Joon atas tuduhan pelecehan seksual dan mengajukan permintaan pemeriksaan ulang. Sambil tertawa Yoo-Jin meminta mereka dibiarkan saja untuk saat ini, sementara ia sendiri yang akan mengurus wanita tersebut setelah ia dibebaskan.
“Chief Kim,” ujar Yoo-Jin pada Kim Dong-Mi (Shin Dong-Mi), “Kamu harus memastikan bodyguard yang mengkhianati kita menghilang apapun caranya. Itu satu-satunya cara agar kita tidak mengalami hal ini lagi. Kejar dia hingga ke ujung dunia bila perlu.”
Dong-Mi mengiyakan. Sambil tersenyum dingin Yoo-Jin menggumamkan nama Park Gwan-Soo.
Anak Choi Su-Jan (yang meninggal beberapa waktu lalu) menenangkan ayahnya dan mengatakan bahwa pernyataan Se-Joon untuk melakukan investigasi terhadap International Finance Group (IFG) milik mereka hanyalah akting belaka karena ia tidak mungkin melakukannya. Tanpa diduga, sesaat kemudian sekelompok orang dari kejaksaan masuk dan menunjukkan surat penahanan mereka atas dakwaan pelanggaran hukum IFG dan penggelapan dana. Penggeledahan pun dilakukan di kantor tersebut. Beberapa orang terlihat panik dan berusaha menyembunyikan dokumen tertentu, namun berhasil dicegah oleh orang-orang kejaksaan.
Tak lama kemudian Se-Joon tiba di suatu tempat. Wartawan yang sudah menunggunya segera menanyakan pendapatnya mengenai kejadian itu. Dengan tenang Se-Joon menyatakan bahwa ia akan mengikuti semua proses investigasi yang berlaku dan membuktikan bahwa semuanya baik-baik saja.
Tim penyidik dari kejaksaan juga mendatangi kediaman Yoo-Jin. Sebelum masuk, ketua tim mengingatkan pada anak buahnya bahwa kunjungan kali ini adalah semacam ‘business trip’, bukan penggeledahan, karena Se-Joon-lah yang meminta mereka untuk melakukannya. Tak lama kemudian Yoo-Jin datang menemui mereka. Dengan ramah ia menyambut mereka dan menunjukkan tumpukan kardus berisi dokumen-dokumen yang telah disiapkan untuk diinvestigasi. Ia juga menawarkan mereka untuk sarapan terlebih dahulu karena ia sudah menyiapkan sandwich. Ketua tim lantas meminta anggotanya untuk menyantap sandwich-sandwich tersebut dengan ditemani oleh Dong-Mi.
Sepeninggal mereka, Yoo-Jin memberitahu bahwa ia telah menyiapkan sesuatu bagi ketua tim di ruangannya. Di sana, Yoo-Jin menanyakan perkembangan penyelidikan terhadap IFG. Ketua tim penyidik kaget mendengar Yoo-Jin meminta agar penyelidikan dilakukan seketat dan senetral mungkin karena mengira Yoo-Jin akan meminta sebaliknya. Ia pun berjanji akan melakukannya.
Ibu Choi Sung-Won (ibu tiri Yoo-Jin) bersama ayahnya sedang membahas mengenai penyidikan IFG. Meski kaget, mereka sudah menyangka bahwa Yoo-Jin mampu melakukan hal seperti itu. Apalagi mengingat kekuatan IFG dan keluarga pamannya itu yang tidak seberapa. Kakek Sung-Won memastikan bahwa jika sampai Yoo-Jin menyentuh keluarga mereka maka itu sama saja dengan Yoo-Jin menyerah terhadap pemilihan presiden. Ia yakin bahwa tanpa mereka Yoo-Jin tidak akan punya dana untuk melakukan kampanye. Namun demikian, ia merasa mereka harus segera mencari sekutu sebelum Yoo-Jin dan Se-Joon masuk ke Blue House agar posisi mereka tetap aman.
Sementara itu, Gwan-Soo sedang bercukur di tukang cukur langganannya saat berita terbaru mengenai penyidikan IFG dibacakan di radio. Min Chul, sekretarisnya, datang tak lama kemudian, memberitahu bahwa sebagian dari orang-orang di IFG adalah sponsor mereka juga, termasuk anggota parlemen Kim, Heo, dan Song. Gwan-Soo kaget mendengarnya. Sekretarisnya melanjutkan bahwa ia khawatir kejadian ini akan membuat anggota parlemen lain yang ada di pihak mereka bimbang. Gwan-Soo lantas meminta tukang cukur untuk keluar terlebih dahulu.
“Min Chul, apakah kamu pikir Jang Se-Joon ditakdirkan untuk punya umur panjang? Atau kita yang benar-benar kurang beruntung?” tanya Gwan-Soo.
“Aku minta maaf, tuan, tapi aku rasa mereka punya orang yang istimewa di pihak mereka.” jawab Min Chul. “Orang yang mengincarmu terakhir kali.”
Kembali ke kantornya, Gwan-Soo terlihat sedang marah-marah kepada kanselir Park (entah siapa lagi ini) melalui telpon. Kanselir Park mengatakan bahwa ia tidak berdaya untuk kasus ini dan minta agar Gwan-Soo menyelesaikannya dengan orang-orang yang ada di atasnya. Gwan-Soo menuduh kanselir Park serakah karena berani melakukan hal semacam itu di akhir masa jabatannya, namun kanselir Park memastikan bahwa ia hanya ingin agar semuanya diselesaikan secara rasional. Dengan emosi Gwan-Soo meminta agar ia tidak menyentuh para anggota parlemen yang ada di pihaknya hingga investigasi berakhir. Emosinya makin memuncak begitu mendengar laporan dari Min Chul bahwa penyidik tidak menemukan sesuatu untuk mendakwa Se-Joon.
“Aku tidak bisa membiarkan semua ini,” ujar Gwan-Soo. “Aku berencana untuk menyimpan kartu trufku untuk nanti, tapi sepertinya aku harus menggunakannya sekarang.”
Sementara itu, gosip mengenai ‘angel’ alias An-Na semakin beredar luas di internet. Banyak yang berusaha mencari keberadaannya. Dong-Mi menginformasikan hal tersebut pada Yoo-Jin.
“Aku rasa ini waktunya Anda membuat keputusan, nyonya,” ujar Dong-Mi.
An-Na sendiri sedang dalam perjalanan menuju rumah persembunyiannya bersama dengan Je-Ha. Ia teringat kembali dengan kata-kata Je-Ha saat berada di ruang rawat JSS.
“Janji apa?” tanya An-Na tiba-tiba pada Je-Ha. Karena Je-Ha tidak menjawab, An-Na bangkit dari tempat duduknya dan berteriak di samping telinga Je-Ha, “Janji seperti apa yang kamu buat?”
“Geez, aku ini tidak tuli, terima kasih!” balas Je-Ha. “Dan duduk dengan benar. Itu berbahaya. Ayahmu memintaku untuk melindungimu dan aku berjanji untuk melakukannya.”
“Oh, ternyata bukan apa-apa,” gumam An-Na.
“Eniwei, aku sudah berjanji, jadi aku akan melindungimu mulai sekarang. Aku akan pastikan tidak seorang pun dapat menyentuhmu lagi. Meskipun itu Choi Yoo Jin.”
“Tidak ada yang memintamu,” ujar An-Na.
“Ya, kamu benar,” respon Je-Ha, “Bahkan jika ayahmu membuat permintaan seperti itu untukku, kamu adalah orang dewasa sekarang. Jika kamu tidak menginginkannya, aku akan berhenti menjagamu. Jadi kalau kamu tidak aku menjagamu, beritahu padaku secepatnya. Paham?”
“Oke,” jawab An-Na.
“Terima kasih, telah mendengarkan permintaan ayahku. Dan telah membawanya kepadaku dan membantuku mengkonfirmasi bahwa ia telah membuang kami.” ujar An-Na.
“Berhenti bersikap seperti anak cengeng,” potong Je-Ha. “Ayahmu tidak membuangmu.”
“Anak cengeng? Kamu tidak tahu apa-apa!” balas An-Na. “Ayahku membuang kami! Ia tidak datang saat ibuku meninggal atau saat aku dibawa pergi ke Spanyol.”
“Kamu benar! Ayahmu adalah orang yang buruk! Politisi yang buruk! Tapi jika ayahmu benar-benar telah membuangmu, kamu bahkan tidak akan hidup sekarang, karena Choi Yoo Jin tidak akan menggantungkan nasibnya pada sesuatu yang tidak pasti. Itu sebabnya kamu juga harus bersikap dewasa sekarang, jika kamu ingin bertahan dari musuh seperti Choi Yoo Jin.”
Seorang karyawan Subway yang usai bertugas melihat An-Na di dalam mobil yang dikemudikan Je-Ha. Ia segera membuntutinya hingga tiba di rumah persembunyian An-Na. Diam-diam ia memotret An-Na yang keluar dari mobil. Untunglah Je-Ha menyadari hal itu. Ia segera meminta An-Na untuk masuk kembali ke mobil sementara ia mengejar si pemotret. Apes bagi si pemotret, motornya tidak bisa distarter, sehingga Je-Ha bisa dengan mudah menangkapnya.
“Hei, siapa kamu?” tanya Je-Ha.
Dengan ketakutan si pemotret menyerahkan ponselnya dan menunjukkan berita tentang An-Na di sosmed. Begitu sadar bahwa ia bukan siapa-siapa, Je-Ha pun membiarkannya pergi.
Sambil melangkah menuju ke rumah, Je-Ha mengajarkan beberapa sinyal tangan (seperti yang biasa digunakan polisi / militer), yaitu untuk berjalan, berhenti, dan duduk / jongkok. Saat An-Na duduk, dengan iseng Je-Ha membelai rambutnya dan mengatakan bahwa ia patuh sekali. An-Na jadi keki mendengarnya.
Sementara itu, master Sung (Song Kyung-chul) tiba-tiba menelpon sebuah media dan memberitahu bahwa ‘Barcelona Angel’ yang sekarang sedang heboh dicari adalah An-Na, anak dari bintang film bernama Ume Hye-Rin. Sedangkan pegawai Subway yang sebelumnya membuntuti An-Na memamerkan foto jepretannya ke sosmed. Ia bahkan memberitahukan alamat tempat persembunyian An-Na kepada yang lain. Tapi semua itu ternyata adalah rencana Je-Ha. Ia yang meminta si pegawai Subway untuk melakukan hal itu dengan imbalan diperbolehkan untuk foto bareng An-Na.
Dong-Mi memberitahu Yoo-Jin bahwa saat ini berita tentang An-Na sudah menyebar dan rumahnya sudah dipadati oleh awak media dan fans An-Na (dari sosmed) yang penasaran akan An-Na. Dari dalam rumah, Je-Ha memperhatikan kondisi sekitar lalu memberitahukan rencananya kepada An-Na, Mi-Ran, dan ibunya. Bersama Dong-Mi, Yoo-Jin bergegas menuju ke sana. Ia menghubungi direktur JSS yang juga sudah on the way bersama beberapa orang bodyguard JSS dari bagian excessive force, memastikan bahwa ia tahu apa yang harus ia kerjakan.
“Tapi, nyonya,” ujar direktur JSS, “aku butuh ijin darimu untuk melakukan sesuatu terlebih dahulu.”
“Ijin apa?” tanya Yoo-Jin.
“Aku akan putuskan nanti setelah menilai situasi di TKP”, jawab direktur JSS, “tapi sekedar berjaga-jaga, jika sampai An-Na terekspos ke publik, apakah tidak lebih baik untuk mengatasi hal itu terlebih dahulu dan baru melapor kepadamu nanti setelahnya”
Yoo-Jin geram mendengarnya. Ia berkata dengan lantang, “Kamu bercanda? Lebih mudah untuk membunuh dan menghilangkan mayat seseorang daripada membuat orang diam.”
“Ya, aku tahu. Tapi aku pikir anggota parlemen Jang tidak akan merasakan hal yang sama.”
Yoo-Jin diam-diam meminta Dong-Mi untuk menhubungi kapten excessive force yang juga ada di mobil bersama direktur JSS. Ia lalu kembali berkata pada direktur JSS, “kamu berniat untuk membuat perjanjian sekarang?”
“Aku tidak berniat untuk melakukan hal itu. Aku hanya enggan untuk menyentuh seseorang yang merupakan anak presiden mendatang.”, respon direktur JSS. Ia sempat terdiam mendengar orang di sebelahnya menerima telpon dari chief Kim (Dong-Mi).
“Orang yang harusnya kamu takutkan sekarang adalah aku,” ujar Yoo-Jin.
Tanpa berkata-apa, orang yang ada di sebelah direktur JSS, si kapten, mengeluarkan pistol dan meletakkannya di sampingnya. Direktur JSS jadi panik melihatnya, lalu berkata, “Tentu saja! Aku akan melakukan apa saja untukmu, nyonya!”
Je-Ha diam-diam membuka pintu di lantai dua lalu mengawasi keadaan di sekitar rumah. Sesaat kemudian ketua Joo menghubunginya, memberitahu bahwa direktur JSS sedang menuju ke sana bersama dengan tim excessive force. Ia juga menginformasikan bahwa saat itu Se-Joon sedang berada di kantor kejaksaan sementara ia tidak bisa berbuat apa-apa.
“Berhati-hatilah. Nasib An-Na sekarang ada di tanganmu.” ujar ketua Joo.
Dalam perjalanannya, direktur JSS berpendapat bahwa yang harus dihentikan dulu adalah para awak media. Selain itu, jika An-Na terindikasi hendak membeberkan hubungannya dengan Se-Joon, mereka harus membunuhnya. Kapten menambahkan bahwa mereka harus berada sedekat mungkin dengan target untuk berjaga apabila serangan jarak jauh mereka gagal. Terakhir, direktur JSS memastikan bahwa apabila salah satu dari mereka tertangkap, maka mereka tidak ada hubungannya dengan JSS.
Je-Ha menjemput An-Na di kamarnya, mengatakan bahwa sekarang sudah saatnya. An-Na menatapnya dengan raut muka ragu, namun Je-Ha menguatkannya. An-Na pun tersenyum mendengarnya. Saat itu tim JSS sudah tiba di TKP dan masing-masing anggotanya sudah bergerak menuju posisi masing-masing. Sementara itu, dari dalam rumah, ibu penjaga rumah keluar dan memberitahu orang-orang yang sudah menunggu di depan bahwa mereka dipersilahkan untuk memotret namun tidak menggunakan lampu flash. Mereka semua menyetujuinya.
Salah satu anggota tim JSS yang bertugas untuk melakukan penembakan jarak jauh sudah berada di posisinya. Tiba-tiba dari belakang Je-Ha menyerangnya. Dalam waktu singkat ia melumpuhkan si sniper tersebut. Di dalam rumah, ibu penjaga rumah memberi semangat pada An-Na, yang dengan menguatkan diri mulai melangkah keluar. Ia sempat melihat Je-Ha di seberang, memberi tanda sinyal untuk berhenti. Ternyata tujuannya adalah untuk membuat lengah sniper JSS lain yang sudah standby. Setelah Je-Ha melumpuhkannya, ia pun meminta AN-Na untuk kembali berjalan.
Sementara An-Na melangkah keluar, pertarungan utama dimulai, antara Je-Ha melawan kapten JSS. Setelah dengan sengaja membuang pistolnya, kapten JSS tanpa basa-basi langsung menyerang Je-Ha, yang tidak tinggal diam dan membalasnya. Pertarungan tangan kosong keduanya berlangsung sengit, dengan berbagai jurus dan aliran bela diri dipertontonkan.
Massa langsung histeris begitu An-Na menampakkan dirinya. Dengan perlahan An-Na melangkah ke depan kerumunan dengan ditemani oleh ibu penjaga rumah beberapa langkah di belakangnya. Setelah menyapa, ia memperkenalkan dirinya sebagai An-Na, anak dari Ume Hye-Rin. Saat itulah Yoo-Jin dan Dong-Mi tiba di TKP. Dengan wajah panik Yoo-Jin menatap An-Na dari kejauhan.
An-Na melanjutkan ‘pidatonya’, bahwa ia bukanlah angel, tapi ia benar pernah berada di Barcelona. Massa yang sudah tergila-gila kepadanya menganggap kalau berarti An-Na adalah dewi, karena ia mengaku bukan malaikat 😀 Yoo-Jin menerobos massa dan menuju ke baris terdepan, tepat di saat seorang wartawan menanyakan kewarganegaraan An-Na dan siapa ayah An-Na. Dengan harap-harap cemas Yoo-Jin menantikan jawaban An-Na. Sementara itu direktur JSS, setelah tidak mendapat respon dari para sniper, meminta anggota tim yang lain untuk mulai bergerak. Seseorang yang berjaga di belakang segera mengeluarkan pisau lipat dan mulai melangkah maju. Tanpa disangka, sudah ada Mi-Ran berjaga di belakang, yang langsung melumpuhkannya.
“Aku orang Korea,” jawab An-Na. “Dan mengenai ayahku…”
Yoo-Jin menggelengkan kepalanya, memberi tanda agar An-Na tidak mengatakannya. An-Na menatap ke arah Yoo-Jin dengan tatapan dingin.
“Ayahku… adalah direktur yang sudah meninggal, Go Joon Ho.”
Direktur JSS yang sedang menerobos ke depan segera menghentikan langkahnya begitu mendengar jawaban An-Na. Yoo-Jin juga lega mendengarnya, namun sekaligus khawatir.
Permainan apa yang sedang kamu lakukan? Siapa tahu? Toh aku yakin aku akan segera mengetahuinya.
Tanpa diduga, beberapa orang mulai memotret dengan menggunakan lampu flash. Yang lain berusaha menghentikannya, namun mereka tetap saja melakukannya. An-Na terduduk lemas begitu melihat kilatan-kilatan lampu itu. Yoo-Jin dengan cerdas memanfaatkan momen tersebut untuk maju dan seolah menunjukkan empatinya pada An-Na.
“Hentikan itu! Anakku sakit!” teriaknya.
An-Na yang panik tidak bisa berbuat apa-apa, demikian pula dengan Je-Ha, yang baru selesai mengalahkan kapten JSS.
Setelah keadaan kembali kondusif dan massa sudah pulang, Je-Ha menemui Yoo-Jin dan Dong-Mi di ruang tengah, yang hendak memarahi Mi-Ran dan ibunya.
“Keduanya tidak melakukan salah apa-apa. AKu yang meminta mereka melakukannya.” ujar Je-Ha.
“Ya, nyonya, kami pikir itu adalah perintahmu,” ucap Mi-Ran.
“Tutup mulutmu,” potong Dong-Mi.
Yoo-Jin berdiri dan melangkah menghampiri Je-Ha.
“Kenapa kamu melakukan itu?” tanyanya.
“Bukankah ini lebih baik daripada membunuhnya di hadapan banyak orang?” jawab Je-Ha.
“Lalu kenapa kamu tidak melapor terlebih dahulu?” tanya Dong-Mi.
“Aku paham. Jika aku membuatnya terbunuh, itu akan memberiku lebih banyak pikiran. Ya, kamu benar, kamu membereskan masalah dengan baik hari ini. Kerja bagus.” ujar Yoo-Jin dengan dingin.
Dong-Mi mencoba mengingatkannya pada Je-Ha jelas-jelas berbohong.
“Tidak masalah. Aku bisa saja membunuhnya besok jika aku menginginkannya. Bukankah itu benar?” tanya Yoo-Jin.
Je-Ha hanya terdiam. Yoo-Jin lalu kembali duduk dan memuji Mi-Ran dan ibunya karena sudah bekerja dengan baik. Ia kemudian meminta mereka dan juga Dong-Mi untuk pergi karena ia ingin berbicara empat mata dengan Je-Ha. Dan yang ia bicarakan ternyata adalah bahwa ia ingin mulai menyerang balik Gwan-Soo.
Dalam perjalanan pulang, Dong-Mi kembali mengingatkan Yoo-Jin bahwa Je-Ha telah berbohong kepadanya. Yoo-Jin menjawab bahwa ia juga tahu akan hal itu. Ia malah berbalik memarahi Dong-Mi yang tidak bisa membedakan kapan dirinya terlihat dibohongi atau sedang berpura-pura bisa dibohongi. Dengan raut muka khawatir Yoo-Jin berkata, “An-Na memegang pisaunya sekarang.”
Ibu tiri Yoo-Jin menonton berita tentang An-Na di TV. Entah apa yang direncanakan, tiba-tiba ia mengambil telponnya dan menghubungi seseorang. Kembali ke rumah persembunyian An-Na, Je-Ha melakukan tugasnya seperti biasa, mengawasi kondisi rumah melalui ruang kontrol CCTV. Melihat An-Na yang bangun dari tempat tidurnya, ia tahu An-Na akan pergi ke atap rumah. Ia pun segera menyusulnya dan diam-diam menungguinya di belakang. Je-Ha tersenyum-senyum sendiri membayangkan ulah An-Na selama ini. Namun jadi kembali merasa bersalah mengingat yang telah ia lakukan hingga alergi strawberi An-Na kambuh.
Tak lama An-Na bangkit dan hendak kembali ke kamarnya. Tiba-tiba pijakannya goyah dan ia hampir terjatuh. Melihatnya, Je-Ha bergegas menghampirinya. Namun justru Je-Ha yang jadi terpeleset di atap sementara An-Na bisa kembali berdiri dengan stabil. An-Na pun kaget melihat ada Je-Ha di sana, sedang cepat-cepat berdiri untuk membuang malu akibat terpeleset barusan.
“Apa itu sakit?” tanya An-Na.
“Nggak, nggak apa-apa,” jawab Je-Ha.
“Aku yakin kamu terluka. Kamu benar tidak apa-apa?” tanya An-Na lagi.
“Um, yup, benar-benar baik-baik saja.” jawab Je-Ha sembari meringis menahan sakit dan membetulkan celananya. Untuk membuang malu, ia pun memarahi An-Na dengan berkata, “Hei, kenapa kamu melakukan sesuatu yang berbahaya seperti berada di sini…”
“Jangan pergi,” ujar An-Na, “tinggallah di sini sebentar.”
Je-Ha terdiam.
An-Na duduk kembali lalu berkata, “Jangan berdiri. Berbahaya sekali kalau kamu jatuh dari sini. Berbahaya juga kalau kamu sampai terpeleset. Lihat, kamu terpeleset dan memecahkan genteng-genteng ini.”
“Hei, ini tidak berbahaya! Sama sekali tidak.” ujar Je-Ha sambil duduk.
“Itu sakit, bukan?” tanya An-Na.
“Nggak,” jawab Je-Ha.
An-Na tertawa mendengarnya. Tak lama kemudian mereka pun duduk berdampingan.
“Terima kasih. Untuk semuanya. Atas apa yang sudah kamu lakukan di stasiun kereta Barcelona dan ramennya dan es krimnya. Dan untuk membawa ayahku kepadaku. Dan untuk sebelumnya. Dan… untuk sekarang juga.”, ucap An-Na sambil tersenyum.
Je-Ha jadi salting mendengarnya. Dengan terbata ia berkata, “well, ya, itu.. well… tentu saja… tentu saja kamu harus berterima kasih. Yep.”
“Apa?” tanya An-Na.
“Tentu saja kamu harus berterimakasih,” ulang Je-Ha sambil tersenyum. An-Na tertawa mendengarnya.
“Hidupmu akan jadi berbeda mulai dari sekarang,” lanjut Je-Ha. “Karena kamu telah menarik perhatian dari banyak orang. Kamu akan bisa pergi kemana yang kamu mau dan melakukan apa yang kamu mau. Dan jika kamu ingin sendirian, tidak akan ada orang yang bisa mengganggumu. Tapi, aku tahu kamu tidak bisa sendirian. Momen dimana kamu melepaskan diri dari dari kerumunan orang-orang, kamu mati. Satu-satunya alasan kenapa kamu diperbolehkan untuk tinggal di sini sampai sekarang adalah karena Choi Yoo Jin tidak butuh untuk waspada terhadapmu. Tapi situasi sudah berubah 180 derajat sekarang. Kamu menjadi kelemahan terbesar Choi Yoo Jin sekarang. Kamu bisa menghancurkan dunianya hanya dengan satu kata.”
An-Na menganggukan kepalanya tanda mengerti.
“Ia mungkin akan bersikap baik terhadapmu mulai dari sekarang, tapi ketika orang-orang mulai kehilangan minat terhadapmu, Choi Yoo Jin akan mengawasi dan menunggu momen itu.”
“Apa yang terjadi pada dunia apabila aku lebih dulu mengatakan bahwa Jang Se-Joon adalah ayahku?” tanya An-Na.
“Kamu akan menjadi anak yang menghancurkan hidup ayahnya. Kamu baik-baik saja dengan itu?” jawab Je-Ha.
“Aku mengerti sekarang. Itu sebabnya ibu meninggal juga. Karena ia khawatir ayahku, seorang politisi, hidupnya akan hancur karenanya. Yang ibu inginkan di hari ia meninggal adalah agar ayah datang. Seperti orang bodoh. Ayahku seharusnya datang pada hari itu, tapi tidak. Dan ibu mulai minum-minum. Sama seperti yang biasa ia lakukan di malam-malam dimana ayah tidak menepati janjinya untuk datang.”
An-Na bercerita bahwa meski ibunya kesal, ia tidak pernah bisa mengkhianatinya dan membeberkan rahasianya pada publik. Hingga suatu hari, An-Na yang sudah tidak tahan dengan ibunya yang mabuk-mabukan, datang menghampiri dengan membawakan obat tidur. Namun ia tidak berani menghampirinya karena melihat kondisi ibunya yang sedang mabuk. Bahkan ketika ibunya ingin memeluknya, ia malah memundurkan langkahnya.
“Ibu, ambillah beberapa pil ini. Dan jika ayah datang, aku akan membangunkanmu.” ujar An-Na kecil kepada ibunya pada waktu itu.
“Ketika ayah datang ke sini? Sepertinya ibu harus tidur dalam waktu yang cukup lama kalau begitu.”, respon ibu An-Na, sembari membawa obat tidur pemberian An-Na kecil dan masuk ke kamarnya.
Je-Ha memeluk An-Na yang mulai menangis.
“Aku… akulah yang telah membunuh ibuku! Maaf. Jika aku tahu itu adalah saat terakhirku melihat ibu, maka…”
Je-Ha terus memeluk An-Na hingga ia berhenti menangis.
Gwan-Soo memanggil seseorang untuk menemuinya di kediamannya. Orang tersebut membawakan sebuah amplop yang ternyata berisi dokumen-dokumen mengenai Kim Je Ha. Begitu mengetahui bahwa Je-Ha ternyata berhubungan dengan Blackstone, Gwan-Soo langsung tertawa terbahak-bahak.
[wp_ad_camp_1]
Preview Episode 9
Coming soon
Leave a Reply