Review Film Tarian Lengger Maut (2021)

Setelah setahun lebih, “Tarian Lengger Maut” jadi film pertama yang saya tonton di bioskop di era New Normal. Genre-nya tentu saja horor.

Film ini awalnya berjudul “Detak”. Ini merupakan proyek debut sutradara Yongki Ongestu, setelah sebelumnya sempat membesut film pendek “End of Black Era: The Incident” di tahun 2017 lalu.

Dari gembar gembor di media, kesenian tradisional lengger asal Banyumas yang diiringi oleh calung menjadi salah satu unsur utama yang disajikan.

Menurut Wikipedia,

Lengger atau disebut juga ronggeng adalah kesenian asli Banyumas berupa tari tradisional yang dimainkan oleh 2 sampai 4 orang pria serupa wanita yang didandani dengan pakaian khas.

Nah, bagaimanakah hasilnya? Seramkah? Layakkah “Tarian Lengger Maut” untuk ditonton? Temukan jawabannya dalam sinopsis dan review singkatnya di bawah ini.

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Alur Cerita / Sinopsis Singkat

poster tarian lengger maut

poster tarian lengger maut

Dr. Jati Arya Permana (diperankan oleh Refal Hady) ditugaskan di desa Pagar Alas. Di balik penampilannya yang rapi dan parasnya yang tampan, ia sebenarnya adalah seorang pembunuh berdarah dingin.

Adalah trauma masa kecil yang membuat Jati terobsesi dengan jantung manusia. Dengan sadis ia membedah tubuh korbannya, mengeluarkan jantung mereka, dan memasukkannya ke dalam toples sebagai pajangan.

Saat sedang menonton pertunjukan tari Lengger, Jati bertemu dengan Sukma (diperankan oleh Della Dartyan), sang penari lengger. Pertemuan pertama langsung membuat jantung Jati berdegup kencang.

Di sisi lain Sukma pun merasakan hal yang sama. Diam-diam ia menyimpan rasa terhadap Jati.

Sukma sendiri tengah menjalani ritual untuk menerima indang dengan dipandu oleh mbok Girah (diperankan oleh Hetty Reksoprodjo). Welas (diperankan oleh Alyssa Abidin), penari lengger lain, juga membantunya. Indang dipercaya bisa melindungi Sukma dari hal buruk.

Sementara itu, satu demi satu warga desa menghilang. Mereka jadi korban pembunuhan Jati. Termasuk Bayu (diperankan oleh Bintang Satria), adik (?) Welas yang masih berusia 10 tahun.

Tidak ada yang curiga terhadap Jati, walau sadar kasus-kasus menghilangnya warga terjadi pasca Jati bertugas di desa. Selain satu orang, Samsudin (diperankan Hendra Prasetyo), yang menyukai Sukma.

Setelah menerima indang, Sukma mendapat penampakan Jati yang sedang melakukan aksinya. Sesaat kemudian ia kesurupan dan jatuh pingsan.

Mbok Girah dan beberapa orang lainnya membawa Sukma ke tempat Jati untuk diperiksa. Jati kemudian memberitahu bahwa kondisi Sukma baik-baik saja, hanya kecapekan. Ia menyarankan agar Sukma beristirahat di tempatnya malam itu untuk memastikan kondisinya.

Mbok Girah yang sedari awal curiga ada sesuatu yang disembunyikan oleh Jati sempat menolak. Namun rekan-rekannya meyakinkan bahwa Sukma bakal baik-baik saja. Terlebih ia sudah memiliki indang.

Beberapa waktu kemudian Sukma terbangun. Mendapati dirinya sendirian di ruang periksa Jati, ia memutuskan untuk mengecek ruang kerja Jati yang kebetulan terhubung dengan ruang periksa. Ia auto syok melihat ada deretan toples berisi jantung manusia dan foto pemiliknya di rak.

Saat Jati datang, Sukma buru-buru berpamitan pulang. Jati curiga dan mengecek ruang kerjanya. Melihat foto Bayu berpindah tempat, ia langsung mengejar Sukma dan membawanya kembali ke rumahnya.

Tahu rahasianya sudah terbongkar, Jati emosi. Ia melampiaskannya dengan merobohkan rak pajangan jantung miliknya.

Jati lantas mengambil pisau bedah dan membunuh dirinya sendiri di hadapan Sukma.

Tanggal Rilis: 13 Mei 2021
Durasi: 70 menit
Sutradara: Yongki Ongestu
Produser: Aryanna Yuris, Cristian Imanuell, Eye Supriyadi
Penulis Naskah: Natalia Oetama
Produksi: Aenigma Picture, Visinema Pictures
Pemain: Della Dartyan, Refal Hady, Bintang Satria, Alyssa Abidin, Hendra Prasetyo, Hetty Reksoprodjo

Review Singkat

Dengan penerapan protokol kesehatan dimana kapasitas pengunjung bioskop dibatasi hanya 50% saja, studio 4 Transmart Rungkut XXI tempat saya menonton terisi hampir seluruhnya. Hanya tersisa 4-5 kursi kosong saja di bagian depan.

Maka ketika film “Tarian Lengger Maut” ini berakhir dan SEMUA penonton kompak ngedumel “Gak jelas!”, sepertinya sudah cukup jelas untuk menyimpulkan kualitas cerita dari filmnya.

Mulai dari alurnya, horornya, hingga penutupnya, semuanya kompak berantakan. Hancur sehancur-hancurnya.

Salah satu yang jelas menjadi penyebab adalah ketidakberanian sang sutradara untuk menyuguhkan adegan sadis walau rating yang disematkan adalah 17+ (dewasa). Jadinya malah seperti film anak-anak, dimana semua adegan brutal disamarkan.

Jangankan adegan bedah jantung yang seharusnya bisa bikin jantung penonton berdebar. Aksi Jati membius Bayu dengan suntikan saja tidak ditunjukkan.

Begitu pula dengan insiden maut pembunuhan ibu Jati yang dilakukan oleh ayah Jati sendiri. Disajikan ala kadarnya, penonton sama sekali tidak diberi petunjuk apa keterkaitan kejadian tersebut dengan sifat psikopat Jati. Juga kaitannya dengan kondisi jantung Jati yang acap berdegup kencang.

Unsur horor bukan hanya minim. Melainkan TIDAK ADA SAMA SEKALI.

Kecuali jika sajen yang tiba-tiba berhamburan tertiup angin dikategorikan ke dalam jump scare.

Ketidakjelasan karakter Jati digenapi pula dengan inkonsistensi karakter Sukma. Dari yang semula pemalu, penuh percaya diri (setelah menerima indang), hingga jadi penakut (setelah mengetahui rahasia Jati). Saya tidak tahu mana kepribadiannya yang sebenarnya.

Menjelang akhir, alih-alih mengikuti saran R.A. Kartini agar habis gelap terbitlah terang, cerita justru makin suram dan geje.

Aksi Jati menghancurkan pajangan jantung korbannya bertolak belakang dengan apa yang biasanya dilakukan oleh psikopat. ‘Peninggalan’ korban bagi mereka adalah trofi, lambang keberhasilan yang harus dijaga. Bukan malah dihancurkan sendiri seperti itu.

Jati yang lantas marah-marah dan ujung-ujungnya bunuh diri menutup semua kebodohan yang tersaji selama 1 jam lebih. Saya curiga Refal Hady pun tidak paham apa maksud adegan itu saking absurd-nya.

Apa ada poin positif?

Ada sih. Adegan-adegan yang berhubungan dengan pertunjukan tarian lengger. Terutama pasca Sukma pertama kali memperoleh indang. Aura mistisnya sedikit terasa. Better than nothing lah.

Akting Della Dartyan pun tidak buruk. Yah, kualitasnya tidak jauh berbeda dengan pada saat ia berperan sebagai Jayanthi dalam “Pocong The Origin“.

Penutup

“Tarian Lengger Maut” bukan film untuk semua orang. Lebih tepatnya, mungkin hanya untuk segelintir orang yang ingin menyaksikan sajian tari lengger dari Della Dartyan di layar lebar. That’s it.

Sebagai film horor, film ini sama sekali tidak horor.

Sebagai film dengan rating dewasa (17 tahun ke atas), film ini sama sekali tidak menyajikan adegan-adegan dewasa.

Bahkan sebagai film produksi Visinema Pictures, film ini sama sekali tidak menunjukkan standar kualitas yang sama dengan judul-judul dalam portofolio mereka.

1.5/10, untuk mengapresiasi usaha Della Dartyan dalam mendalami peran Sukma, termasuk mempelajari tari lengger dan logat setempat, selama 1.5 bulan.

Catatan: review serta rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

review tarian lengger maut

2 Comments

  1. Angga

    Setuju banget sih sama review ini.bukan tidak bermaksud menghargai crew dan pemain ya. Tp nyesel aja gw nonton film ini. Bener bener gak jelas,absurd.
    Merasa di bohongi.
    Bisa gak sih minta uang kembali???

Leave a Reply