Review Film Oo Nina Bobo (2014)

Tersedia di layanan video on demand (VoD) iFlix dan GoPlay, “Oo Nina Bobo” mengangkat lagu pengantar tidur anak-anak “Nina Bobo” yang populer itu ke dalam cerita bergenre horor. Memang ada beberapa literasi yang mengaitkan lagu tersebut dengan dunia mistis. Tapi apakah film besutan sutradara Jose Purnomo ini akan mengambil salah satunya sebagai referensi? Atau mencoba membuat urban legend-nya sendiri? Simak yuk sinopsis dan review singkatnya di bawah.

Sinopsis Singkat

poster ooninabobo

Sejak sebuah insiden yang menewaskan ayah, ibu, dan adik perempuannya, Ryan yang masih berusia 7 tahun saat itu mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) dan dirawat di sebuah rumah sakit. Lima tahun kemudian, Karina (diperankan oleh Revalina S. Temat), seorang psikiater yang tengah mengambil tesis S2 dan menjadikan Ryan (diperankan oleh Firman Ferdiansyah) sebagai obyek penelitiannya, berniat untuk melakukan eksperimen yang ia yakini bisa menyembuhkan PTSD yang diderita Ryan. Caranya adalah dengan membawa Ryan kembali ke tempat dimana ia mendapatkan trauma, alias ke rumahnya sendiri.

Permohonan Karina akhirnya disetujui. Dengan ditemani oleh Bams (diperankan oleh Daniel Topan), Karina pun membawa Ryan ke rumahnya. Menurut rencana, mereka akan tinggal di sana selama 1 bulan ke depan. Namun belum apa-apa, Bams yang mengalami kejadian misterius memutuskan untuk pergi meninggalkan Karina dan Ryan.

Hari demi hari berlalu. Beberapa kejadian aneh yang dialami Karina tidak membuatnya gentar. Bams, yang belakangan menemaninya kembali, memberi masukan siapa tahu semua itu ada hubungannya dengan makhluk gaib. Sebagai orang yang berpikir logis, Karina tidak mempercayainya walau sempat melihat dengan mata kepala sendiri.

Kondisi Ryan yang tidak kunjung membaik, bahkan cenderung memburuk, membuat Karina gelisah. Ia khawatir tidak bisa menyelesaikan thesisnya tepat waktu. Mendapat informasi tentang lagu “Nina Bobo” yang dipantangkan oleh dokter-dokter yang pernah menangani Ryan, Karina justru nekad menyanyikan lagu tersebut untuk Ryan.

Malam harinya, Bams yang mengawasi kamar Ryan melalui CCTV dari rumahnya melihat ada penampakan sosok tinggi besar berwarna hitam di kamar Ryan. Bams mencoba menghubungi Karina, namun Karina mematikan ponselnya karena ingin tidur tanpa diganggu. Di malam yang sama, Karina sebenarnya juga mendapat penampakan makhluk gaib, namun ia menghiraukannya begitu tahu kondisi Ryan esok harinya terlihat membaik.

Mengira treatment-nya berhasil, Karina kembali menyanyikan lagu tersebut di malam-malam berikutnya. Hingga kemudian Ryan akhirnya memberitahu alasan sesungguhnya kenapa ia tidak boleh menyanyikan lagu tersebut. Yaitu karena dapat mengundang kehadiran sosok gaib yang punya dendam terhadap Ryan. Satu-satunya cara untuk bersembunyi darinya adalah dengan menahan nafas.

Ryan yang sudah sering berlatih menahan nafas bisa melakukannya tanpa kesulitan. Ia juga mampu melakukan satu hal yang membuat sosok gaib itu pergi. Sayangnya, sebelum itu terjadi, Karina yang gagal menahan nafas sudah keburu ‘diserang’ olehnya, membuat ia kini mengalami PTSD sama seperti halnya Ryan dulu.

Tanggal Rilis: 20 Maret 2014
Durasi: 1 jam 31 menit
Sutradara: Jose Poernomo
Produser: Gope T Samtani
Penulis Naskah: Jose Poernomo
Produksi: Rapi Films
Pemain: Revalina S. Temat, Firman Ferdiansyah, Daniel Topan, Mega Carefansa, Agung Maulana, Sinyo Syamsul, Zaskia Riyanti, Herry Noegroho

Review Singkat

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Hampir sama seperti “Arumi” yang dibahas 2 minggu lalu, “Oo Nina Bobo” juga merupakan sebuah film horor yang lebih mengedepankan pembangunan suasana mencekam ketimbang pamer jump scare. Penampakan makhluk gaib memang tidak benar-benar minim, namun sebagian besar, terutama di paruh pertama, hanya dipertontonkan sekilas dua kilas saja.

Jose Purnama terlihat berusaha untuk menghadirkan atmosfer sebuah bangunan — dalam hal ini adalah rumah keluarga Ryan — yang angker dan misterius melalui bunyi-bunyian yang acap muncul tiba-tiba dari tempat yang juga berubah-ubah. Harusnya ini bisa menjadi senjata utama dalam menghantui penonton. Sayangnya, berulang kali momen tersebut berujung pada kekecewaan.

Penyebabnya dua. Pertama, reaksi Karina seringkali tidak masuk akal. Mendengar suara aneh, mencari sumber suara, lalu setibanya di sana ya sudah, balik lagi. Yang kedua hampir sama. Namun bukan karakternya yang gak jelas. Melainkan adegan yang tiba-tiba berpindah ke adegan lain. Seolah yang barusan terjadi gak ada artinya.

Kegagalan dalam segi eksekusi (dan mungkin pula naskah) membuat usaha Jose terasa sia-sia. Cuma tegang sesaat, lantas kembali letoy. Begitu terus. Apalagi, khusus untuk perpindahan adegan yang kasar, frekuensinya sudah melampaui batas wajar.

Pun begitu, harus diakui ada beberapa jump scare yang lumayan mengagetkan. Yaitu saat lampu rumah mati dan satu dua kali lampu senter yang dibawa Karina menyorot ke sudut ruangan dengan sosok penampakan di ujung cahaya. Tidak orisinil, tapi masih oke.

Demikian pula saat Bams yang tengah membawa lilin menyusuri lorong yang gelap dan ujug-ujug muncul hantu di hadapannya yang langsung menamparnya. Idem, tidak orisinil, tapi oke.

Untungnya, semua kekecewaan itu terbayarkan di 20 menit akhir durasi, di saat sosok makhluk gaib ditampakkan secara intens. Ketegangan benar-benar mencapai puncaknya. Apalagi dengan desain hantu berefek CGI ala dementor-nya Harry Potter yang cukup baik.

Selain itu, sosok makhluk gaib maupun alasannya menteror Ryan bisa diterima nalar. Endingnya pun tidak mengecewakan.

Bagaimana dengan akting pemainnya? Oke sih, tapi tidak terlalu spesial.

Bams sendiri jelas dihadirkan sebagai pemicu gelak tawa. Sayangnya, tidak seluruhnya berhasil. Banyak yang kelihatan terlalu dibuat-buat alias overacting. Cuma satu yang sukses bikin saya ngakak, saat Karina turun dari tempat tidur dan tanpa sadar ia berdiri di atas tubuh Bams yang sedang tidur di samping tempat tidurnya, hehehe.

Penutup

Jose Purnomo mencoba menghadirkan film horor yang anti-mainstream melalui “Oo Nina Bobo”. Namun terasa sekali eksekusinya yang masih jauh dari kata matang. Rencana menghadirkan atmosfer mencekam selalu berujung kentang. Entah karena sikap karakter yang tidak logis atau perpindahan adegan yang kasar. Anehnya, justru pada saat menjelang akhir, di saat penampakan makhluk gaibnya disajikan secara terang-terangan, film ini terasa sangat menyenangkan untuk disimak. Jauh berbeda dengan kebanyakan film bergenre sejenis, yang keren di muka namun keteteran di belakang. 6/10 untuk itu.

Catatan: rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

rf ooninabobo

Leave a Reply