Kalau tidak salah ini adalah film horor Singapura ketiga yang saya tonton di Netflix. Dengan dua judul sebelumnya yang agak kurang meyakinkan — “23:59” dan “Revenge of The Pontianak”, saya cukup berharap banyak pada “Ghost Child”, besutan sutradara Gilbert Chan. Dirilis 8 tahun yang lalu, film ini meraih rating 5.0 di IMDB. Seperti apakah ceritanya? Simak sinopsis plus review singkatnya di bawah ini. Cekidot!
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Alur Cerita / Sinopsis Singkat
Sejak menyelamatkan Na (diperankan oleh Carmen Soo) dari sekelompok orang yang berniat jahat, Choon (diperankan oleh Chen Hanwei) jadi jatuh hati kepadanya. Berniat menikahinya, Choon yang merupakan seorang duda berputri satu memutuskan untuk mengajak Na tinggal bersama sekaligus memperkenalkannya pada ibunya (diperankan oleh Cecilia Heng) dan juga putrinya, Kim (diperankan oleh Jayley Woo).
Sayangnya, respon keduanya tidak sesuai harapan. Mereka sama-sama tidak ingin Choon menikah lagi dan dengan terang-terangan antipati terhadap keberadaan Na di rumah.
Anehnya, sejak Na tinggal di sana, keanehan demi keanehan mulai dialami oleh ibu Choon dan juga Kim. Mulai dari ibu Choon yang nyaris celaka hingga Kim yang mendapat bantuan gaib saat di-bully.
Awalnya mereka mengira pelakunya adalah arwah istri Choon, yang tidak terima dengan keberadaan Na. Belakangan terungkap yang menghantui justru arwah anak Na, hasil pernikahannya sebelumnya. Anak Na tersebut berubah menjadi tuyul dan gentayangan ‘menemani’ ibunya tanpa disadari oleh Na sendiri.
Setelah sempat coba mengusirnya dan gagal, Na yang tidak ingin Choon serta Kim menderita akhirnya memutuskan untuk pergi dan membawa tuyul tersebut bersamanya.
Tanggal Rilis: 7 Maret 2013
Durasi: 88 menit
Sutradara: Gilbert Chan
Produser: Gary Goh, Eric Khoo, Tang Fong Cheng, Bert Tan
Penulis Naskah: Gilbert Chan, Tang Fong Cheng, Danny Yeo
Produksi: Gorylah Pictures, Clover Films, Mm2 Entertainment
Pemain: Chen Hanwei, Jayley Woo, Carmen Soo
Review Singkat
Dari beberapa film horor Singapura yang sudah saya tonton, saya mulai paham bahwa level keseraman di negara tersebut berbeda dengan di Indonesia. Banyak penonton di sana yang memberi respon positif terhadap kengerian “Ghost Child”, walau nyatanya, menurut saya pribadi, film ini justru tidak ada serem-seremnya. Bahkan sebaliknya, terlalu mencoba untuk menakut-nakuti sehingga berujung garing.
Cerita secara keseluruhan masih bisa dinikmati. Namun tidak ada yang istimewa mengingat alur serupa sudah banyak digunakan. Setidaknya tidak ada lubang atau detil terabaikan yang berpotensi mengganggu kenyamanan.
Kendati demikian, saya bingung dengan penetapan karakter Na yang diklaim sebagai wanita keturunan Cina Indonesia. Terasa agak dipaksakan. Meski sudah diberi sentuhan ayam penyet dan semacam kue lapis. Toh mitos tuyul tidak hanya berasal dari Indonesia saja. Melainkan juga ada di negara Filipina, Thailand, dan Malaysia.
Oh ya, ada satu ding dari sisi cerita yang agak membingungkan.
Yaitu tentang Na yang beberapa kali disebutkan sebagai TKI. Saya sama sekali tidak melihat ada adegan dimana Na menunjukkan, atau sebaliknya, Choon melihat, bahwa Na adalah seorang TKI. Anehnya, karakter-karakter lain, mulai dari tukang buah, bos Choon, hingga teman sekelas Kim tahu tentang hal itu.
Ngomong-ngomong soal Kim, akting Jayley Woo cukup mencuri perhatian saya. Tanpa banyak bicara, ekspresi wajahnya bisa dengan jelas menggambarkan apa yang ia rasakan / pikirkan. Semoga suatu saat nanti nemu film lain yang ia bintangi.
Penutup
“Ghost Child” sebenarnya tidak jelek. Saya hanya harus jujur bahwa konsep dunia gaib di negara tetangga masih belum bisa saya terima dengan lapang dada. Belum ada satu pun yang membuat merinding maupun kaget. Apalagi ketakutan. Di sisi lain, ceritanya terbilang rapi dan bisa dinikmati. Satu dua kejanggalan tidak terlalu menjadi masalah. 5/10.
Catatan: review serta rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi
Leave a Reply