Review Film Danau Hitam (2014)

“Danau Hitam” adalah film yang menurut Jose Purnomo, sang sutradara, ia persembahkan untuk memperingati duetnya dengan Rizal Mantovani dalam “Jelangkung” di tahun 2001, yang sekaligus juga merupakan debut Jose di dunia film layar lebar sebagai sutradarai. Sejak saat itu, beliau memang cukup aktif berkarya, terutama di jalur genre horor. Dengan pengalaman lebih dari 10 tahun, bisakah film ini menyajikan sebuah suguhan yang tidak mengecewakan bagi penggemar film horor di Indonesia? Simak sinopsis dan reviewnya di bawah ini.

Sinopsis Singkat

poster danauhitam

Andres (diperankan oleh Ganendra Bimo), Keyla (diperankan oleh Nadine Chandrawinata), Audi (diperankan oleh Maria Selena), Boy (diperankan oleh Denny Sumargo), dan Joni (diperankan oleh Daniel Topan) pergi ke sebuah danau di tengah hutan untuk berlibur sekaligus menyalurkan hobi olahraga mereka. Saat sedang berenang di danau tersebut, mereka menemukan sebuah peti kayu di dasar danau dan mengangkatnya ke tepi tanpa membukanya. Keesokan harinya, mereka menemukan sebuah rumah kosong yang dilingkari garis polisi. Mereka memutuskan untuk menginap di sana daripada harus tidur di tenda. Rumah tersebut ternyata bukan rumah biasa karena teror gaib dari hantu bersosok gadil kecil mulai mereka alami. Dengan teror yang semakin intens dan bahkan mengancam jiwa mereka, dapatkah Andres dkk keluar dari hutan tersebut dan kembali dengan selamat?

Tanggal Rilis: 4 Desember 2014
Durasi: 90 menit
Sutradara: Jose Poernomo
Produser: Gope T Samtani
Penulis Naskah: Jose Poernomo
Produksi: Rapi Films
Pemain: Ganindra Bimo, Nadine Chandrawinata, Maria Selena, Denny Sumargo, Daniel Topan

Review Singkat

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Sekelompok pemuda pemudi yang tampaknya gemar beraktivitas outdoor mendatangi sebuah danau dan iseng mengangkat peti kayu yang ada di dasar. Di hutan, keisengan berlanjut dengan masuk dan menginap di sebuah rumah yang dilingkari police line. Pada akhirnya, keisengan-keisengan tersebut berujung pada teror yang mengakibatkan kematian.

Kita bedah satu persatu.

Sekilas, Andres dkk terlihat sebagai orang-orang yang sudah terbiasa camping di alam dan berolahraga outdoor. Tampak dari persiapan yang cukup matang, tidak adanya kesulitan membuat tenda, dan cakapnya bermain sepeda melintasi hutan. Namun kegirangan mereka saat mencapai danau agak berlebihan, seperti orang-orang yang jarang piknik. Dari sini saja sudah bertolak belakang.

Mereka yang sudah sering beraktivitas di luar ruangan, khususnya di alam terbuka, umumnya punya mental yang kuat dan tidak mudah panik. Karakter Herman dkk dalam “Kuntilanak 3” mungkin bisa menjadi contoh yang baik. Dalam “Danau Hitam”, hanya Andres yang punya kemampuan itu. Yang lain tampak sekedar ikut-ikutan saja. Gampang panik dan tidak cakap bertindak saat keadaan genting. Lagi-lagi poin yang bertolak belakang dengan premis di awal.

Bagi orang lain hal di atas bisa jadi tidak penting. Tapi bagi saya pribadi penting karena berkaitan dengan cerita. Kalau belum apa-apa sudah gak meyakinkan, ya bagaimana ke belakangnya.

Momen danau berkabut pasca peti — yang di sana terlihat sangat enteng (bisa mengapung) — diangkat sebenarnya cukup mencekam. Sayang tidak diulik dengan baik. Cuma sekedar bikin kelima orang karakter utama kebingungan sebentar dan setelah itu normal kembali. Anehnya, saya justru tidak melihat keberadaan peti kayu setelah kabut hilang. Padahal belakangan diceritakan peti tersebut sudah dibawa ke tepian.

Kondisi rumah di tengah hutan juga menimbulkan pertanyaan. Jika diceritakan itu adalah villa yang pernah bermasalah sehingga tidak diizinkan masuk oleh pihak berwajib, kenapa garis polisinya TIDAK menutupi akses masuk rumah tersebut. Hanya sekedar melingkari pagar balkon dan jendela saja.

Untunglah setelah itu hampir tidak ada lagi lubang cerita yang terlalu mencolok untuk dipertanyakan. Penampakan atau jump scare-nya tidak terlalu istimewa karena begitu begitu saja polanya. Namun adegan demi adegan teror yang memaksa mereka semua berlarian ke sana kemari lumayan seru. Terlebih Jose Purnomo tahu benar sudut-sudut pengambilan kamera yang mampu memberikan efek dramatis.

Pada akhirnya, kita semua (saya dan para karakter di film) tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Meski sudah berusaha mengembalikan peti ke tempat semestinya, ujung-ujungnya si arwah tetap ngamuk dan membunuh semuanya. Antara hantunya yang tidak tahu diri atau tebakan Keyla (dan juga saya) bahwa arwah anak kecil tersebut harus disatukan kembali dengan arwah ibunya adalah salah. Dia tidak peduli bisa ketemu kembali atau nggak, cuman pengen bunuh-bunuhi orang aja.

Hanya ada satu pemain yang mencuri perhatian, Denny Sumargo sebagai Boy. Karakternya berkembang, dari yang tadinya mengekor jadi bisa diandalkan untuk memimpin. Ganendra Bimo sebagai Andres sebenarnya juga tidak mengecewakan. Namun karena sudah keburu mati jadi tidak bisa banyak menilai. Yang lainnya meh. Bukan karena tidak bisa berakting, tapi lebih kepada peran mereka yang tidak menarik. Audy masih bisa dimaafkan. Tidak dengan karakter Keyla yang cuma bisa panik dan teriak-teriak serta Joni yang seolah berada di dunia berbeda — terlalu berlebihan begonya.

Dari semua kekurangan “Danau Hitam”, ada yang paling fatal. Musiknya. Entah siapa yang pede irama dubstep bisa cocok disematkan ke dalamnya. Yang lebih parah adalah penggunaan lagu “Ku Cinta Kau” dari Ari Lasso dan Bunga Citra Lestari yang sama sekali tidak masuk ke dalam cerita. Apa hubungannya coba orang lagi diinterogasi polisi dengan lagu tersebut. Saya curiga pihak label sengaja membayar rumah produk film ini untuk mempromosikan single tersebut…

Penutup

Jika kebanyakan film horor lokal baik di segi naskah namun keteteran di eksekusi, “Danau Hitam” justru sebaliknya. Naskah yang lemah dan berlubang mampu tertutupi oleh berkualitasnya kemampuan sang sutradara dalam mengeksekusinya. Kejanggalan-kejanggalan yang ada seolah terlupakan begitu saja, terbawa oleh ketegangan yang ditimbulkan saat Keyla dkk berlarian ke sana kemari. Bukan karya terbaik Jose Purnomo, namun bukan juga yang terburuk. 5/10.

rf danauhitam

Leave a Reply