Film “After School Horror“-nya Nayato Fio yang 2 minggu lalu saya publikasikan reviewnya ternyata punya sekuel yang dirilis 3 tahun setelahnya. Tepatnya di tahun 2017. Bukan sekuel sungguhan sih, hanya meminjam judul dan tema yang utama. “After School Horror 2” tajuknya. Pemeran utamanya adalah Dheyvin Putra, Randy Martin, Cassandra Lee, dan juga Yoriko Angeline. Pertanyaannya, apakah kemampuan Nayato men-direct sebuah film horor mengalami perkembangan dalam jangka waktu tersebut? Jalan di tempat? Atau malah makin parah? Simak kuy sinopsis dan review singkatnya berikut.
Sinopsis Singkat
Putra (diperankan oleh Dheyvin Putra) naksir berat pada teman sekolahnya, Eva (diperankan oleh Yoriko Angeline). Ia bahkan berani menyatakan cintanya pada Eva di kantin sekolah. Tidak berniat menerimanya, Eva sengaja menantang Putra untuk melukir wajah Sumarni di gudang sekolah. Mitosnya, siapa pun yang melakukannya akan memancing kemarahan Sumarni dan bakalan dibunuh. Tanpa ragu, Putra mengiyakan. Kedua sahabatnya, Rangga (diperankan oleh Randy Martin) dan Sandra (diperankan oleh Cassandra Lee) sudah berusaha menasehatinya. Terlebih kakak Sandra, Tyas (diperankan oleh Michelle Joan), saat ini mengalami trauma akibat insiden yang berhubungan dengan urban legend tersebut 5 tahun sebelumnya. Putra tetap melakukan apa yang diminta Eva dan sejak itulah teror gaib mulai menghantui hidup mereka.
Tanggal Rilis: 16 November 2017
Durasi: – menit
Sutradara: Nayato Fio Nuala
Produser: Rafdy Farizan Bintang
Penulis Naskah: Erry Sofid
Produksi: BIC Pictures
Pemain: Michelle Joan, Cassandra Lee, Devin Putra, Randy Martin, Yoriko Angeline, Indah Nicole, Maura Gabrielle, Amara Sophie, Citra Hikmah
Review Singkat
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Mula-mula, saya ingin mengapreasiasi terlebih dahulu premis dari “After School Horror 2” yang tidak mengekor pendahulunya, “After School Horror”. Cerita keduanya memang tidak berhubungan sama sekali. Yang menjadi benang merah adalah adanya urban legend di sekolah yang dilanggar oleh beberapa orang muridnya.
Pun begitu, Nayato Fio sepertinya belum bisa move on dari film yang ia buat 3 tahun sebelumnya itu. Mudah sekali menemukan kemiripan di antara keduanya. Terlebih bagi saya yang menonton dua judul tersebut dengan selisih waktu yang kurang dari 24 jam.
Pertama, pelaku melanggar larangan mitos karena terpaksa atau disuruh oleh orang lain. Bukan atas keinginannya sendiri. Namun ujung-ujungnya yang diteror bukan hanya si pelanggar mitos itu saja, melainkan juga yang memerintah dan orang-orang di sekitar mereka.
Kedua, ada dua hantu yang muncul. Yang satu berkaitan dengan urban legend, yang satu lagi ngikut aja. Memang masih bisa dibilang penghuni lokasi yang sama. Tapi sama halnya seperti sebelumnya, hantu kedua tidak ada kejelasan hingga akhir.
Ketiga, sering menggunakan suara anak kecil cekikikan. Dalam “After School Horror” mungkin masih nyambung karena salah satu hantunya adalah anak kecil. Namun tidak dengan “After School Horror 2” dimana kedua arwah diceritakan adalah orang-orang remaja / dewasa.
Keempat, lebay dalam menggunakan efek suara sebagai penguat jump scare. Sebelumnya masih tidak terlalu mengganggu, tapi yang kali ini bener-bener parah. Super annoying.
Kelima, ada karakter pendukung yang muncul di babak ketiga, dan ternyata itu adalah hantu. Sebelumnya ada karakter alumni sekolah, kali ini mantan pegawai (penjaga keamanan?) sekolah.
Keenam, sebagian penampakan tidak konsisten / tidak berhubungan dengan arwah pengganggu yang ada dalam cerita. Kuntilanak megang senapan jelas melanggar aturan dunia mistis. Tapi bagian itu lumayan bikin senyum sih, hehehe.
Di awal, film ini sebenarnya cukup menghibur. Bukan karena seram atau ceritanya yang keren, melainkan karena lucu. Beberapa adegan yang tidak masuk di akal malah sukses bikin saya tertawa. Semakin ke belakang film jadi semakin serius. Dan sayangnya, keseriusan tersebut tidak didukung oleh naskah skenario yang memadai.
Salah satunya adalah saat karakter Tyas, kakak Sandra, terluka parah di lengannya. Nadinya seperti habis disayat. Alih-alih langsung membawanya ke rumah sakit, ia justru hanya dibawa pulang ke rumah dan diperban biasa. Are you kidding me?
Hal ajaib lainnya adalah saat boneka berhantu dibuang oleh Putra di pinggir jalan. Seorang wanita pemilik toko boneka memungutnya dan langsung menaruhnya di etalase untuk dijual. Logikanya, seorang penjual pasti ingin menyajikan barang dagangannya dalam kondisi baik. Dan untuk kasus ini, sudah pasti yang dilakukan orang normal adalah mencuci boneka tersebut terlebih dahulu. Jelas-jelas hasil mungut di jalanan. Bikin emosi aja adegan ini.
Di sisi lain, saya suka dengan set latar sekolahan yang terlihat hidup. Memang masih tidak ada figur guru yang tampak di layar, tapi setidaknya benar-benar terlihat seperti sebuah sekolahan.
Oh ya, sebagian besar penampakan hantu menggunakan efek CGI. Untuk kualitasnya saya tidak akan berkomentar mengingat ini adalah film 3 tahun yang lalu. Tidak fair jika dibandingkan dengan efek CGI pada masa sekarang.
Terakhir, untuk akting para pemain, menurut saya pribadi tidak terlalu meyakinkan. Tidak ada yang sukses membuat saya bersimpati terhadap apa yang mereka alami dalam cerita. Atau bisa jadi karena saya lebih banyak terpukau dengan manisnya Cassandra Lee dan imutnya Yoriko Angeline di film ini, hehehe.
Penutup
Pendapat masing-masing terhadap film ini mungkin akan bergantung pada pendapat mereka setelah menonton “After School Horror”. Jika suka dengan pendahulunya itu, mungkin juga bakalan mengapresiasi “After School Horor 2” di atas rata-rata. Atau sebaliknya. Tapi saya mencoba menilai dari sudut pandang orang yang belum pernah menonton film sebelumnya. Bagi saya, tidak ada sesuatu yang spesial yang bisa diharapkan di dalamnya. Naskahnya kacau, akting pemainnya tidak beliavable, dan elemen horrornya jauh dari memuaskan. Nayato Fio sepertinya perlu belajar perbedaan antara ngagetin dan nakutin.
3/10. Not recommended.
Leave a Reply