Review Film 30 Days of Night (Netflix, 2007)

Untuk melengkapi konten mengenai komik “30 Days of Night” yang tengah dibahas di Curcol.Co, tidak ada salahnya jika saya sekalian me-review film adaptasi layar lebarnya yang dirilis tahun 2007 silam. Film ini dibintangi oleh duet aktor dan aktris yang populer pada masanya, Josh Hartnett serta Melissa Suzanne George. Steve Niles selaku pengarang komik tersebut juga ambil bagian dalam penulisan naskahnya, dibantu oleh Stuart Beattie dan Brian Nelson. Sementara untuk penyutradarannya ditangani oleh David Slade. Seperti apa filmnya?

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Sinopsis Singkat

poster 30daysofnight

Setiap tahun, selama pertengahan bulan November hingga Desember, atau tepatnya selama 30 hari berturut-turut, matahari tidak terbit di kota Barrow, Alaska. Pun begitu dengan saat ini. Sehari sebelumnya, sebagian besar warga berbondong-bondong meninggalkan kota tersebut. Yang tersisa hanya sekitar 150-an warga saja.

Salah satunya adalah Eben, sang sheriff. Istrinya, Stella, sebenarnya sudah tinggal di kota lain karena hubungan pernikahan keduanya memburuk belakangan ini. Apes, Stella terlambat ke bandara sehingga ia terpaksa tinggal di kota Barrow.

Beberapa kejadian misterius terjadi. Mulai dari ponsel-ponsel warga yang hilang dan belakangan diketemukan dalam kondisi rusak, anjing-anjing yang mati, helikopter yang hancur, hingga pusat komunikasi yang rusak. Puncaknya saat pembangkit listrik mati total.

Hal itu kemudian disusul dengan datangnya sekelompok vampir pimpinan Marlowe yang mulai membantai satu demi satu warga kota Barrow yang ada di kota. Pada akhirnya, setelah melewati 29 hari, hanya tersisa beberapa orang saja. Termasuk di antaranya Eben, Stella, dan Jake, adik Eben.

Berharap bisa menunggu hingga matahari terbit, Stella justru terperangkap di luar sementara vampir mulai membakar kota Barrow untuk menghilangkan jejak. Demi menyelamatkan Stella, Eben sengaja menyuntikkan darah vampir ke tubuhnya sendiri sehingga ia kini ikut berubah menjadi vampir.

Eben lantas menantang Marlowe berkelahi. Setelah melawan mati-matian, ia berhasil membunuh Marlowe. Melihat hal itu, vampir lainnya memilih untuk kabur.

Dengan sedikit waktu yang tersisa, Eben menghabiskannya dengan menyaksikan matahari terbit bersama Stella. Tak lama, Eben pun berubah menjadi abu.

Tanggal Rilis: 19 Oktober 2007
Durasi: 113 menit
Sutradara: David Slade
Produser: Sam Raimi, Robert Tapert
Penulis Naskah: Steve Niles, Stuart Beattie, Brian Nelson
Produksi: Columbia Pictures, Dark Horse Entertainment, Ghost House Pictures
Pemain: Josh Hartnett, Melissa George, Danny Huston, Ben Foster, Mark Boone Junior

Review Singkat

Jika saya mengabaikan komiknya, “30 Days of Night” dapat disimpulkan sebagai sebuah film horor ala Hollywood yang mengisahkan perjuangan warga kota terpencil dalam bertahan hidup melewati serbuan sekelompok vampir haus darah. Siapa vampir-vampir tersebut? Kenapa mereka bisa berada di sana? Kenapa mereka bisa sering tidak menyadari keberadaan manusia di dekat mereka jika tidak dipancing terlebih dahulu? Semuanya itu gak penting karena yang difokuskan dalam film ini adalah manusia-nya. Yang penting ada manusia yang ketakutan dan mati. Itu saja.

Apakah seram / ngagetin / menegangkan? Jawabannya iya. David Slade cukup sukses menjadikan film ini sebagai film horor yang seram, menegangkan, sekaligus kadang ngagetin. Namun apakah ceritanya bagus? Itu lain jawaban.

Sebagus-bagusnya film ini, jujur saya tidak bisa mengabaikan fakta yang saya rasakan bahwa experienced yang saya dapat tidak ubahnya saat menonton film-film horor Hollywood lainnya. Banyak keunikan atau momen berkesan dalam komik aslinya yang dihilangkan. Seperti hubungan Eben dan Stella yang awalnya dibuat berkonflik (mirip dengan film barat pada umumnya), aksi vampir yang terlalu bertele-tele dan mengulur waktu (padahal di komik mereka terlihat tegas), momen nobar sunset Eben dan Stella yang ditiadakan (lha wong mereka berkonflik), hingga penambahan karakter (yang tidak semuanya diperlukan).

Selain itu, walau 3 tahun kemudian sekuelnya muncul, saya sama sekali tidak melihat niat untuk membuat sekuelnya di dalam “30 Days of Night” ini. Jika ya, pasti ada sedikit latar mengenai vampir atau aksi penyerangan terhadap kota Barrow. Tidak membiarkan kita meraba-raba sendiri.

Untuk sinematografinya, saya terkesan banget dengan pengambilan kamera dari atas (bird view) saat warga kota berjuang melawan vampir. Seperti sedang main game, hehehe.

Penutup

Menurut saya pribadi yang membaca komiknya terlebih dahulu sebelum menonton filmnya, “30 Days of Night” bukanlah adaptasi yang menyenangkan untuk ditonton. Saya tidak mendapatkan sesuatu yang lebih dari film tersebut. Dan jika diberi pilihan ulang, mungkin tidak akan menontonnya. Di sisi lain, jika saya tidak membaca komiknya terlebih dahulu, film ini adalah sebuah film horor bertema vampir yang cukup menegangkan dan layak untuk ditonton. Dari segi cerita mungkin ya sudah lah ya. Tapi unsur horornya jelas dapet banget. In the end, I have to be fair. So, here’s 7/10 for this movie.

Catatan: review serta rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

rf 30daysofnight

Leave a Reply