Movie Talk 010319: Rekap Film Horor Lokal Bulan Februari 2019

Sampai saat ini saya masih betah menonton film-film horor lokal. Meski banyak kritikus yang memberi nilai buruk pada mereka. Masalahnya, tidak semua pendapat kritikus benar. Ada beberapa ‘ilmu’ tentang dunia gaib yang kurang mereka pahami. Akibatnya langsung hajar dengan review jelek. Saat film tidak sesuai dengan harapan mereka. Padahal terkadang itu hanya karena mereka kurang paham.

Sebagai contoh tentang penampakan makhlub gaib. Atau hantu. Atau setan. Apapun itu.

Ada dua tujuan mereka menampakkan diri. Yang pertama untuk mengusir atau menghantui siapa saja yang dirasa telah mengganggu. Yang kedua untuk berkomunikasi atau meminta pertolongan. Bayangan orang awam yang menonton film horor adalah yang pertama. Setannya harus selalu seram. Harus terus-terusan membuat karakter di film terganggu. Harus membuat penonton teriak atau meringkuk ketakutan sepanjang durasi.

Pahami dulu dua hal yang berbeda di atas. Maka beberapa adegan yang awalnya terasa aneh di film pada akhirnya bisa masuk dinalar. Seperti pada film “Tembang Lingsir”. Saat dadu tiba-tiba terlempar masuk ke gudang. Yang jaraknya jauh. Dan lubang sela pintunya sempit. Tidak masuk akal, kan? Iya kalau itu terjadi secara alami. Tapi akan masuk akal jika terlemparnya dadu karena ada campur tangan dari makhluk halus. Toh di adegan tersebut memang berujung pada kemunculan setan yang memberi petunjuk pada si tokoh utama.

Saya sendiri tidak pernah berharap banyak kok pada saat hendak menonton film horor produksi lokal. Yang saya tunggu-tunggu malah adegan ajaibnya. Yang tidak masuk akal, tapi gak bikin bete. Malah bikin ketawa. Seperti saat hantu dukun Jarwo ngelanjutin baca ayat kursi di “Kafir” misalnya.

Baiklah. Sudah terlalu panjang intronya. Berikut ini film-film horor lokal yang saya tonton di bioskop selama bulan Februari 2019 ini. Sesuai dengan urutan menontonnya. Mulai edisi ini saya beri tambahan skor Level Horor. Tingkat keseraman film menurut versi saya pribadi. Juga data penonton terakhir. Bersumber dari filmindonesia.or.id.

Selamat membaca!

Tembang Lingsir

Rizal Mantovani menambah panjang portofolio film horor besutannya. Mengangkat tema lagu tradisional Jawa populer, Lingsir Wengi. Pemeran utamanya adalah Marsha Aruan, Aisyah Aqilah, Jennifer Rochelle, Teuku Rifnu Wikana, dan Meisya Siregar.

 

Adegan kebakaran yang berujung kematian Nawang (Erlyn), ibu Mala (Marsha Aruan), terasa tidak meyakinkan. Masalahnya itu adegan di awal film. Langsung was-was jadinya.

Dan benar. Banyak detil yang terabaikan. Terasa sangat mengganggu. Terkesan dipaksakan agar cerita terus berjalan. Luka bakar yang cuma ada bekas seperti memar? Tinggal di rumah lokasi terpencil tapi memilih untuk pergi ke hutan yang jauh hanya untuk bicara empat mata? Karakter Bagas (Farras Fatik) yang tiba-tiba menghilang di bagian akhir film? Terlalu banyak untuk disebutkan.

Mengecewakan mengingat ada nama Rizal Mantovani di kursi sutradara. Yang terlalu sibuk menakut-nakuti penonton. Tapi jadi melupakan unsur-unsur lain dalam film. Untungnya cukup berhasil bikin serem. Dengan setan yang tidak lebai. Terfokus pada cerita utama.

Akting sebagian karakter terlalu lebai. Atau mungkin memang dipaksakan. Setiap eksistensi karakter dukun Rahma (Ida Zein) di layar yang (harusnya) misterius dan spooky malah jadi sumber tawa penonton di dalam studio saat saya menonton. Pun begitu dengan karakter Bagas. Yang terlihat seperti sedang berpose untuk iklan di tiap adegannya.

Tapi momen paling ajaib justru di adegan pamungkas. Kala Mala kembali mampu bernyanyi. Kali ini justru penggambaran adegannya yang terlalu lebai. Ia seolah bagai seorang diva dalam video klip musik. Alih-alih seru malah jadi kocak.

Pada akhirnya, dari departemen horor film ini cukup berhasil. Makhluk gaib tidak diumbar penampakannya. Tapi mayoritas sukses bikin kaget. Sayangnya tidak ditunjang oleh akting pemain yang sesuai porsi. Serta banyak detil cerita yang terlewat.

Level Horor: 3/10
Jumlah penonton hingga saat ini: 305.863 penonton


Satu Suro

Sajian bulan Februari dari Pichouse Films. Yang bertekad untuk merilis satu film horor tiap bulannya. Di sini mereka bekerjasama dengan Umbara Brother Films. Anggy Umbara duduk di kursi sutradara. Sekaligus sebagai penulis naskah. Bersama dengan Syamsul Hadi. Pemeran utamanya adalah Citra Kirana, Nino Fernandez, Alexandra Gottardo, Yatti Surachman, Ence Bagus, dan Ingrid Widjanarko.

 

Sepertinya ada yang salah dari kebanyakan film horor lokal zaman now. Seolah berlomba. Untuk menjejalkan banyak tema ke dalam satu cerita. Bulan lalu ada “Mata Batin 2” yang melakukannya. Kali ini “Satu Suro” mengulangi kesalahan yang sama.

Tidak terlalu banyak memang. Tapi bagi saya pribadi sudah kelewatan. Lebih dari yang seperlunya.

Seharusnya mereka setia pada dua elemen dunia gaib. Sudah dibangun dari awal. Dan sebenarnya sudah cukup kuat. Yaitu “arwah penasaran” dan “residual haunting”. Toh selama ini sudah banyak urban legend bercerita tentang yang disebut belakangan. Pastinya banyak yang menunggu seperti apa jadinya. Jika diangkat ke layar lebar.

Elemen “anak keturunan iblis” buat saya jadi perusak. Tidak hanya dari segi cerita. Eksekusi di bagian itu pun terkesan berantakan. Hanya sekedar tempelan. Untuk memperpanjang durasi cerita.

Penyakit film horor lokal juga masih diidapnya. Bagus di paruh awal, hancur di paruh akhir. Momen saat hantu Lastri (Alexandra T. Gottardo) memegang perut Adinda (Citra Kirana) yang jadi titik baliknya. Efek CGI-nya cupu. Plus muncul nenek pendekar (Yatti Surachman). Yang membasmi hantu dengan dilempari entah apaan.

Di sisi lain, ada satu hal yang suka. Di film ini jelas ditegaskan. Bahwa kita bakal diganggu hantu kalau tidak dekat dengan Tuhan. Pesan religinya tersampaikan. Tanpa harus banyak menggurui di depan layar.

Pada akhirnya, dari segi horor sebenarnya sudah dibangun dengan cukup baik. Saya suka momen saat Adinda tersesat di alam gaib. Sementara Bayu (Nino Fernandez) mencarinya di alam nyata. Padahal keduanya ada di lokasi yang sama. Hanya berbeda frekuensi. Itu keren. Juga ketika Bayu dikejar hantu gendut. Itu juga keren.

Sayangnya, cerita dikacaukan dengan tema anak iblis. Ditambah karakter nenek pendekar bercambuk emas. Alhasil tema utama tentang malam satu suro jadi kabur.

Level Horor: 4/10
Jumlah penonton hingga saat ini: 396.561 penonton


Kain Kafan Hitam

Dirilis bertepatan dengan hari Valentine. 14 Februari 2019 tepatnya. Merupakan debut Maxime Bouttier sebagai sutradara. Ia juga menjadi pemeran utamanya. Sepertinya untuk menghemat budget. Gosipnya memang berbiaya rendah. Hanya 200 jutaan saja. Pemeran lainnya adalah Haico Van Der Veken, Shandy William, Claudy Putri, Ajun Perwira, Egi Fedly, Ike Muti, Jessica Lucyana Taroreh, Rayhan Cornellis, Elsa Diandra, dan Liliek Andraini.

 

Saya sudah mencoba menemukan nilai positif film ini. Tapi sulit. Semua berantakan. Kalau tidak boleh dibilang hancur. Memang ini debut perdana Maxime Bouttier sebagai sutradara. Tapi bukan berarti ia boleh membuat setumpuk kesalahan yang fatal.

Kita mulai dari departemen cerita. Banyak hal yang tidak masuk akal.

Dimulai dari karakter Evelyn (Haico Van Der Veken). Yang duitnya pas-pasan. Tapi memilih ngontrak di vila besar. Dengan dua lantai. Dan empat kamar tidur. Ia hidup bersama dua orang adiknya. Yang tidur sekamar. Villanya memang digambarkan punya harga sewa murah. Tapi apa mungkin lebih murah ketimbang rumah biasa dengan 2 kamar tidur saja?

Proses pindah rumah setali tiga uang. Mereka hanya membawa 3 kardus barang. Padahal adik Evelyn, Maya (Jessica Lucyana Taroreh), saja punya boneka beruang ukuran jumbo. Sudah memakan tempat 1 kardus sendiri.

Itu baru deretan adegan di awal. Semakin ke belakang sama saja. Malah bertambah parah.

Satu contoh adalah kamar mandi. Dari awal digambarkan seram. Angker. Tapi sampai film selesai tetap tidak ada apa-apa di sana.

Ada pula adegan helikopter numpang lewat. Yang memakan waktu bermenit-menit. Sampai mendarat sama sekali tidak ditunjukkan siapa yang ada di dalamnya. Seolah ditempelkan untuk menambah durasi tayang saja.

Masih banyak sih kalau mau diterusin. Tapi kita move on dan lanjut bahas adegan horornya. Maxime seolah tidak mengikuti perkembangan film horor di Indonesia. Atau jangan-jangan malah film ini sudah dibuat beberapa tahun lalu. Ia memilih menggunakan formula basi untuk menakuti penonton. Suara dengan volume super keras. Serta penampakan tiba-tiba wajah seram. Yang sebenarnya TIDAK ADA kaitannya dengan cerita.

Begitu pula dengan wajah seram yang mendadak ditampilkan menghadap penonton. Ayolah. Ini 2019. Yang begituan sudah lama berlalu. Lucunya sampai ada momen dimana karakter Roi (Shandy William) ditakuti oleh setan yang menghadap PENONTON. Apa maksudnya coba?

Setidaknya ada satu hal yang berkesan bagi saya. Yaitu adegan saat Evelyn perlahan mendekati sosok di kursi goyang. Yang ia kira Maya. Lalu tiba-tiba setan kain kafan hitam menabraknya dari samping. Itu sukses bikin saya kaget.

Sayangnya penulis seperti malas memikirkan adegan lainnya. Hal yang (nyaris) sama diulang-ulang. Ada karakter yang ditakuti hantu. Lalu ia pingsan. Pas bangun hantunya sudah hilang. Begitu terus.

Yah, semoga Maxime bisa belajar dari debutnya ini. Suer, saya sampe ngantuk loh nontonnya.

Level Horor: 1/10 (lebih banyak kaget karena suara keras ketimbang karena serem)
Jumlah penonton hingga saat ini: 78.508 penonton


11.11: Apa Yang Kau Lihat

Film horor yang satu ini beneran seperti hantu. Tiba-tiba muncul di bioskop. Dan tiba-tiba juga turun layar. Sinopsisnya padahal cukup bikin penasaran. Berbeda dengan yang sudah sudah. Andi Manoppo yang menggarapnya. Ia juga yang menulis naskahnya. Bahu membahu dengan Baskoro Adi serta Nicholas Raven. Di deretan cast pemain ada nama Rendy Kjaernett, Bayu Anggara, Twindy Rarasati, Fauzan Smith, dan Iin Hermayani.

 

Saya tidak sempat menonton film yang satu ini. Seperti yang saya tulis di atas, belum apa-apa sudah hilang di sebagian besar bioskop. Tersisa dua tempat saja, yang kebetulan sama-sama jauh lokasinya dari rumah. Jadi agak malas berangkatnya, hehehe.

Level Horor: -/10
Jumlah penonton hingga saat ini: 17.949 penonton


Bagaimana menurut pendapat teman-teman? Yang mana film horor lokal yang berkualitas dan layak tonton di bulan Februari lalu? Bagikan pendapatnya di kolom komentar, ya 🙂

movietalk

Leave a Reply