Movie Talk 010219: Rekap Film Horor Lokal Bulan Januari 2019

Dua tiga bulan ini saya lagi rutin nonton di bioskop. Tapi hanya untuk nonton film horor lokal. Ada beberapa pengecualian. Seperti “Mile 22”-nya Iko Uwais. Atau “Glass”-nya Bruce Willis. Tapi mayoritas ya itu tadi. Yang (katanya) bisa bikin merinding pas nonton. Akhirnya jadi kepikiran untuk bikin seri tulisan ini. Khusus ngebahas tentang film layar lebar yang saya tonton langsung di bioskop. Cukup sebulan sekali saja rencananya. Dan inilah edisi perdananya.

Dreadout

Dibintangi oleh Caitlin Halderman (Linda), Jefri Nichol (Erik), Marsha Aruan (Jessica), Ciccio Manassero (Alex), Suzana Sameh (Dian), dan Muhammad Riza Irsyadillah (Beni). Kimo Stamboel merangkap sebagai penulis naskah sekaligus sutradara. Produksi dipegang oleh GoodHouse Production, bekerjasama dengan CJ Entertainment, Sky Media, Nimpuna Sinema & Lyto.

Salah satu film horor yang saya tunggu tunggu. Kebetulan dulu sempat mainin gamenya di PC. Walau hanya separuh jalan. Mentok dimana gitu. Terus akhirnya lupa buat ngelanjutin lagi. Sampai sekarang.

Meski menyatakan merupakan adaptasi dari game, tapi nyatanya tidak juga. Hanya nama karakter utamanya saja yang mirip. Linda. Plus sama-sama anak SMA. Itu aja sih kayaknya.

Premis di game tidak digunakan. Padahal menurut saya pribadi itu menarik. Dan jarang, atau mungkin belum, ada yang menggunakan. Alih-alih diganti dengan yang sudah mulai usang. Tentang sekelompok remaja yang mendatangi tempat angker demi popularitas di media sosial.

Efek horor di game pun tidak terbawa ke film. Momen orang tertawa sepanjang durasi film rasanya lebih banyak ketimbang yang menjerit kaget. Apalagi ketakutan. Ditambah dengan dialog yang membosankan dan terasa berulang. Becandanya pun garing.

Di satu sisi sebenarnya ada potensi. Setan yang orisinil dan penampakan yang pada tempatnya. Tidak diumbar secara murahan. Sosok ibu berkebaya murah lumayan creepy. Sayangnya semua seolah tertutup dengan adanya adegan-adegan tak jelas. Linda yang memilih kabur meski tahu jepretan flash kamera ponselnya mampu membunuh setan yang paling mengganggu.

Kelihatannya jelek? Well, ini anehnya. Keluar studio bioskop saya merasa PUAS. Happy. Bahagia. Seolah-olah semua sempurna. Entah kenapa. Diajak nonton lagi pun hayuk. Kemungkinan karena dua scene post-creditnya. Seolah memberi harap akan hadirnya sekuel. Sekaligus menyiratkan bahwa film ini sebenarnya justru adalah prequel dari gamenya.


Mata Batin 2

Diproduksi oleh Hitmaker Studios, film ini dibintangi oleh Jessica Mila, Nabilah Ayu, Sophia Latjuba, Jeremy Thomas, Bianca Hello, dan Citra Prima. Naskah ditulis oleh Riheam Junianti, Fajar Umbara, dan Rocky Soraya. Nama yang terakhir disebut duduk pula di kursi sutradara.

Saya sendiri tidak menonton film “Mata Batin”. Jadi mungkin ada hal yang terlewat. Atau kurang tepat dari pendapat saya mengenai “Mata Batin 2”.

Dari segi timeline ceritanya bisa dibilang merupakan sekuel. Walau masih bisa ditonton tanpa harus pernah menonton yang sebelumnya. Cukup menarik premisnya. Tapi semakin ke belakang terasa semakin padat. Biasanya bukan hal buruk. Namun ini benar-benar padat. Seolah ingin memasukkan segala unsur horor ke dalamnya. Agar penonton merasa puas.

Faktanya, semakin ke belakang eksekusi naskah terlihat semakin asal. Film jadi terasa lama. Saya pikir sampai 2 jam. Padahal tidak. Menandakan apa yang saya tonton sudah di ambang batas dengan sesuatu yang membosankan.

Yang paling konyol jelas penggambaran alam barzah. Dengan tombol untuk membuka rantai pengikat ‘tahanan’ secara otomatis. Jadi curiga kalau disengaja agar konyol. Dan viral. Lantas bikin penasaran.

Sedikit uneg-uneg tambahan. Pengambilan kamera cinematic di beberapa bagian terasa tidak tepat. Tanpa faedah. Seperti hendak memberikan sesuatu yang lebih. Tapi hanya PHP.

Saya pribadi kecewa dengan film ini. Berharap bisa memberikan yang lebih. Apalagi dengan karakter utama yang mulai diposisikan sebagai orang yang bisa menyelesaikan kasus alam gaib. Semoga bakal ada kelanjutannya. Dengan kualitas cerita dan penggarapan yang lebih baik tentunya.

Sebelum tulisan ini dipublikasikan saya sempatkan nonton “Mata Batin”. Saya jadi paham kenapa sekuelnya mencampuradukkan banyak elemen cerita. Ternyata pendahulunya itu punya kualitas baik. Di atas rata-rata film horor lokal. Bener-bener bagus dari segi penggarapan. Sehingga mau tidak mau di “Mata Batin 2” harus ada sesuatu yang lebih.

Soal sinematografi pun jadi penyakit yang sama. Ada beberapa yang gak sesuai adegan. Kesannya cuma pamer.

Selain itu saya jadi makin yakin bahwa masalah “tombol” sengaja diselipkan. Karena di “Mata Batin” juga ada yang konyol. Dihantui setan di rumah sakit bukannya langsung pulang. Malah nebus obat dulu.


Tabu: Mengusik Gerbang Iblis

Dari tangan sutradara Angling Sagaran dan penulis Haqi Achmad hadirlah “Tabu: Mengusik Gerbang Iblis”. Banyak bintang muda di dalam film produksi StarvisionPlus ini. Seperti Angga Yunanda, Isel Fricella, Bastian Steel, Agatha Chelsea, Rayn Wijaya, dan Elina.

Ini film yang bikin saya gemes. Dari ketiga judul yang saya tonton di bulan Januari. Cerita, sinematografi, efek horor, penampakan hantu, semuanya (hampir) sempurna. Masalahnya satu: akting pemain.

Selama ini saya tidak pernah mempermasalahkan akting pemain dalan review film yang saya buat. Sadar diri kalau tidak bisa akting. Jadi tidak berhak untuk menghakimi atau menilai. Tapi mohon maaf. Hampir semua akting pemain di film “Tabu” patut dipertanyakan kualitasnya.

Saya tidak akan bahas detil. Takut kebablasan. Coba simak saja review-review lain tentang film ini di internet. Rata-rata menyinggung hal serupa.

Padahal sungguh. Ceritanya cukup menarik. Walau premisnya membosankan. Tapi eksekusinya sangat baik. Saya suka dengan detil-detil yang coba digambarkan. Seperti penampakan sekilas dari iguana atau burung hantu di hutan. Terlihat bukan sekedar ‘tempelan’ demi memperpanjang durasi.

Adegan paling berkesan adalah momen kesurupan masal di kantin sekolah. Asli keren parah. Kehadiran beberapa setan sekaligus saat mendekati penghujung cerita juga patut diacungi jempol.

Nuansa yang dibangun mungkin lebih ke arah thriller. Bukan horor. Mengingat penampakan setannya juga tidak terlalu sering. Sayangnya, agak tidak setara dengan temanya mengenai gerbang iblis. Terlalu ecek-ecek setannya.

Tapi masih recommended sih ini.


Sebenarnya ada dua lagi film horor lokal yang rilis di bulan Januari 2019. Yang pertama adalah “Perjanjian Dengan Iblis”. Yang ini gak sempat nonton. Awalnya sudah berangkat dan diniatkan. Tapi sampai bioskop malah beli tiket “Escape Room”. Besoknya sudah gak tayang lagi tuh film, hehehe.

Yang kedua adalah “Tembang Lingsir”. Yang ini baru rilis akhir Januari. Senin besok baru cuss ke bioskop. Nunggu HTM-nya murah.

Yang mana film horor lokal favorit teman-teman?

movietalk

Leave a Reply