Sinopsis Jealousy Incarnate Episode 24 *TAMAT* (10 November 2016)

Di sinopsis Jealousy Incarnate episode sebelumnya, usai mengaku secara terang-terangan di siaran langsung mengenai kanker payudaranya, Lee Hwa-Shin (Cho Jung-Seok) memilih untuk menyendiri selama seminggu di makam kakaknya, Lee Joong Shin (Yun Da-Hun). Orang yang akhirnya menemukannya di sana justru Ko Jung-Won (Ko Gyung-Pyo), yang kini mengakui bahwa Hwa-Shin adalah pria yang pantas bagi Na-Ri. Pun begitu, kepanikan Hwa-Shin akan impotensinya membuatnya berusaha putus dengan Na-Ri serta berulangkali sengaja melakukan kesalahan saat siaran langsung. Meski hubungannya dengan Na-Ri tetap bisa dipertahankan, namun presiden studio memutuskan untuk memecatnya sebagai penyiar. Apa yang kira-kira bakal terjadi di sinopsis drama korea Incarnation of Jealousy episode 24 kali ini?

Sinopsis Episode 24

Pyo Chi-Yeol (Kim Jung-Hyun) yang tahu bahwa Na-Ri sedang bersama seorang pria di dalam, sengaja menunggu di luar hingga pagi agar tidak mengganggunya. Pada saat akhirnya Hwa-Shin keluar dari apartemen Na-Ri, Chi-Yeol langsung menghampirinya dengan wajah geram hingga sontak membuat Hwa-Shin terkejut.

“Oh, saudara iparku. Kamu sudah pulang,” sapa Hwa-Shin dengan canggung.

Mata Chi-Yeol mendelik mendengarnya. Dan tanpa basa-basi ia langsung memukul Hwa-Shin.

“Jam berapa sekarang ini?” tanya Chi-Yeol sembari memegang kerah jas Hwa-Shin. “Kenapa kamu baru keluar sekarang? Apa yang kalian lakukan? Kenapa kamu bersembunyi? Apa yang kamu lakukan hingga kamu harus bersembunyi?”

“Hei, lepaskan. Lepaskan,” respon Hwa-Shin. “Tenanglah. Ini bukan caranya untuk memperlakukan orang dewasa.”

“Sejak saudariku naksir kamu tanpa balasan cinta selama tiga tahun, aku membencimu. Kamu merasa dirimu begitu hebat sehingga menolak untuk menerimanya dan membuatnya kesepian serta menderita. Aku sudah marah kepadamu. Tapi jika kamu mempermainkan perasaan naif saudariku, aku tidak akan memaafkanmu. Jika kamu melukai saudariku, aku akan membunuhmu. Jika kamu menganggapnya gampangan, aku akan menutup mulutmu selamanya hingga kamu tidak bisa bicara lagi,” ancam Chi-Yeol.

“Hei! Berapa umurmu?”

“19 tahun. Kenapa memang?”

“Jika kamu 19 tahun, itu artinya kamu masih di bawah umur. Ya ampun, kamu masih anak-anak. Beraninya kamu berbicara seperti itu pada orang dewasa 36 tahun dan mencengkeram kerahku. Kamu hanya setengah umur, dasar punk. Beraninya kamu. Apakah seperti itu saudarimu membesarkanmu?”

Chi-Yeol tidak bergeming dengan perkataan Hwa-Shin. Ia maju selangkah mendekati Hwa-Shin dan berkata, “Saudariku peduli dan menyukaiku lebih dari seorang pun di dunia.”

“Tidak lagi.”

“Kamu salah.”

“Aku tidak salah. Saudarimu peduli dan menyukaiku lebih dari seorang pun di dunia,” ujar Hwa-Shin tidak mau kalah. “Dan aku akan menjadi pria yang tidak akan pernah melupakan itu, meski hanya sekejap.”

“Aku tidak menyukaimu,” respon Chi-Yeol.

“Aku juga tidak menyukaimu,” balas Hwa-Shin, seraya pergi meninggalkannya.

Di kamar apartemennya, saat sedang mengambil baju ganti di lemari, Hwa-Shin menemukan anting Bang Ja-Young (Park Ji-Young) yang terlepas saat ia dan Kim Rak (Lee Sung-Jae) bersembunyi di sana.

Usai berganti baju, Hwa-Shin pergi ke sebuah Banquet Hall untuk menyewa gedung pernikahan. Satu-satunya hari yang tersisa adalah saat Christmas Eve, yaitu pada tanggal 24 Desember. Hwa-Shin menyetujuinya.

Ia kemudian pergi ke kantor. Setibanya di depan gedung stasiun TV, Hwa-Shin heran melihat banner dirinya yang sudah tidak terpasang lagi di tembok gedung. Di dalam, saat menemui direktur Oh Jong-Hwan (Kwon Hae-Hyo) di ruangannya, direktur Oh memberitahunya bahwa ada perintah dari presiden stasiun.

“Kamu tidak perlu melapor ke ruang berita lagi. Kamu tahu taman kanak-kanak untuk karyawan? Melaporlah ke tim manajemen taman kanak-kanak.” ujar direktur Oh.

“Apa?” tanya Hwa-Shin heran.

“Pergi saja,” jawab direktur Oh.

“Apa.. Ini tidak masuk akal,” respon Hwa-Shin. “Kenapa? Kenapa menurut kalian?”

“Kami tidak mengatakan apa-apa karena kami tidak tahu bagaimana caranya mengatakan hal seperti itu,” jawab reporter Um.

“Jika kamu bertingkah berani sendirian, kamu juga harus membayarnya,” timpal Kye Sung-Sook (Lee Mi-Sook) yang juga ada di sana. “Kamu pantas menderita di taman kanak-kanak.”

“Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah? Ini tidak seperti aku berbuat sesuatu yang salah. Bagaimana bisa mereka menendang seorang reporter karena membuka sesuatu yang ingin mereka sembunyikan?” tanya Hwa-Shin berang.

“Tidakkah kamu mengharapkan sejauh ini? Pergilah.” balas direktur Oh.

Hwa-Shin tiba-tiba meraih selembar kertas yang ada di meja lalu menuliskan sesuatu di sana dan meletakkannya kembali ke meja.

Aku berhenti.

Direktur Oh mengambil kertas itu dengan kesal.

“Berhenti apa? Berhenti apa? Berhenti apa?” tanyanya pada Hwa-Shin sembari merobek-robek kertas itu. “Kamu tidak bisa berhenti. Aku tidak akan membiarkanmu. ”

“Bagaimana bisa tidak ada satupun dari kalian berada di pihakku?” gerutu Hwa-Shin. “Dan kalian berkeliling mengklaim untuk menjadi reporter dengan ketulusan.”

Tanpa menghiraukan reporter Um dan Sung-Sook yang tidak terima dengan ucapannya barusan, Hwa-Shin keluar dari ruangan direktur Oh dan menuju kubikelnya. Ada sebuah undangan di sana (undangan pernikahannya dengan Na-Ri kah?). Ia mengambil dan membacanya sekilas lalu melemparkannya kembali ke meja.

Na-Ri menemui Ja-Young. Ja-Young memberitahunya bahwa posisi pembaca berita jam 9 malam akan dikembalikan pada Sung-Sook sedang posisi pembaca berita pagi yang sebelumnya dimiliki Na-Ri diberikan kepada Ms Uhm yang seminggu ini menggantikannya.

“Perusahaan memberitahukan bahwa mereka hanya akan mengontrak penyiar part-time mulai dari sekarang,” ujar Ja-Young. “Bertahanlah, tunggu dan bersiaplah hingga kamu ditugaskan ke program lain. Pikirkan tentang program apa yang akan kamu nikmati melakukannya.”

Na-Ri tersenyum dan mengangguk.

“Ngomong-ngomong, apa kamu sudah mendengar Hwa-Shin dipindahkan ke tim manajemen taman kanak-kanak?” tanya Ja-Young. “Aku rasa ia tidak bisa kembali ke ruang berita.”

“Taman kanak-kanak perusahaan?” tanya Na-Ri kaget. “Ia tidak akan menjadi pembawa berita kalau begitu?”

“Ia bahkan tidak bisa menjadi reporter, apalagi pembawa berita.”

Na-Ri menghela nafas panjang mendengarnya.

Di kamar mandi, Na-Ri galau memikirkan berita dari Ja-Young barusan. Beberapa saat kemudian, ia keluar dari sana sembari mengusap air matanya dengan tisu. Tanpa disangka, Hwa-Shin juga baru saja keluar dari kamar mandi pria yang ada di hadapannya. Melihatnya, Hwa-Shin menarik Na-Ri.

“Hei, kamu menangis begitu banyak. Apakah itu tentang aku?” tanya Hwa-Shin.

Na-Ri menggelengkan kepalanya.

“Itu jelas tentang aku,” respon Hwa-Shin.

“Apa yang akan kamu lakukan di taman kanak-kanak? Dan bagaimana bisa mereka membuat seorang reporter menjaga anak-anak?”

“Ayo kita makan siang,” ajak Hwa-Shin.

“Kenapa kamu tidak marah?” tanya Na-Ri.

Hwa-Shin mengusap air mata Na-Ri lalu berkata, “Kamu marah dan menangis mewakiliku.”

Na-Ri akhirnya tersenyum dan mengikuti Hwa-Shin.

Na-Ri dan Hwa-Shin berada di Banquet Hall yang disewa oleh Hwa-Shin. Sepertinya mereka sedang melakukan food testing.

“Kamu benar akan melangsungkan pernikahan di sini?” tanya Na-Ri.

“Apa kamu lebih suka sup atau buffet? Mereka meminta kita untuk mencicipinya terlebih dahulu,” ujar Hwa-Shin.

“Ini bukan waktunya untuk merencanakan pernikahan,” respon Na-Ri. “Lupakan saja. Tunda saja. Batalkan saja.”

“Hei, kamu tahu bagaimana susahnya untuk mendapatkan reception hall?”

“Kamu pasti merasa buruk sekarang. Kenapa kamu terburu-buru? Kenapa kamu ingin membuatku seperti pengantin yang terburu-buru? Hatiku hancur karena kamu tidak bisa lagi menjadi pembawa berita.”

“Ak takut kamu tidak mau menikahiku jika aku pengangguran.”

“Apakah ada orang yang mengejar kita? Itu juga kasar untuk meminta tamu datang ke sini saat Christmas Eve. Ini terlalu cepat. Dan kamu tidak dalam kondisi pikiran untuk menikah. Ayo kita batalkan. Ayo kita tunda. Ayo pergi.”

“Tidak, kita tidak membatalkan. Kamu tahu betapa besarnya biayanya untuk itu?”

“Bagaimana kamu bahkan bisa menentukan tanggal tanpa bertanya pada ibumu? Ini gila.”

“Ini karena pertama kalinya aku menikah.”

“Ini pertama kalinya buatku juga, tapi setidaknya aku tahu urutan yang benar.”

“Sop atau buffet?” potong Hwa-Shin.

“Ayo pergi,” Na-Ri kembali mengajak Hwa-Shin pulang.

“Duduklah!” ujar Hwa-Shin tegas. “Aku bilang duduk.”

Na-Ri menurutinya.

“Siapa yang sebaiknya memimpin pernikahan?” tanya Hwa-Shin.

Mereka pun memikirkan sekaligus membayangkan siapa yang cocok untuk itu. Mulai dari direktur Oh, dokter Geum Suk-Ho (Bae Hye-Sun), hingga Sung-Sook. Karena masih belum menemukan jawaban, Hwa-Shin ganti menanyakan tentang siapa yang sebaiknya menjadi host dalam acara pernikahan mereka. Kali ini kandidatnya adalah PD Choi Dong-Gi (Jung Sang-Hoon), Jung-Won, dan teman-teman penyiar Na-Ri.

“Gosh, menikah tidaklah mudah,” ujar Hwa-Shin.

“Kamu tidak keluar dari pekerjaanmu, bukan?” tanya Na-Ri. ” Kamu keluar? Kamu keluar? Apa yang kamu lakukan?”

Hwa-Shin terdiam. Tebakan Na-Ri ternyata tepat karena Hwa-Shin sempat mengajukan surat resmi pengunduran dirinya pada direktur Oh, yang langsung dirobek-robek oleh direktur Oh begitu saja tanpa membaca isinya terlebih dahulu.

“Kenapa kamu bahkan tidak membiarkanku untuk berhenti?” tanya Hwa-Shin kesal. “Dari semua tempat, kenapa harus taman kanak-kanak? Mr. Oh, tempat itu akan menjadi siksaan murni bagiku. Suruh saja aku membersihkan kantor setiap hari. Ada banyak cara lain untuk menghukumku. Tapi jangan buat aku mengganti popok bayi. Aku tidak bisa melakukannya. Aku menolak melakukannya. Terima saja surat pengunduran diriku.”

“Pergilah.” respon direktur Oh singkat.

Dengan kesal Hwa-Shin mengeluarkan selembar surat lagi dan meletakkannya di meja direktur Oh. Direktur Oh hampir saja merobeknya lagi sebelum ia sadar bahwa itu bukanlah surat pengunduran diri Hwa-Shin, melainkan surat undangan pernikahan.

“Apakah kamu pernah memimpin pernikahan?” tanya Hwa-Shin.

Direktur Oh menggelengkan kepalanya.

Ibu Hwa-Shin (Park Jung-Soo) datang ke apartemen Hwa-Shin untuk mengisi kulkasnya. Sambil memegang anting yang ia temukan sebelumnya, Hwa-Shin mendatangi ibunya.

“Ibu, aku butuh pinjam uang,” ujar Hwa-Shin.

“Untuk apa?” tanya ibunya.

“Untuk pernikahanku. Biarkan aku melangsungkan pernikahan.”

“Dengan siapa kamu akan menikah?”

“Aku akan membayarmu kembali setelah aku menjual sahamku di China.”

“Kamu bahkan belum mengenalkan gadis itu kepadaku. Dengan siapa kamu akan menikah?” tanya ibunya lagi.

“Datang saja ke pernikahanku.”

“Apa aku hanya tamu biasa?”

Hwa-Shin tidak menanggapinya. Ia lantas menyodorkan anting yang ia pegang lalu menanyakan apakah itu milik ibunya. Setelah melihatnya, ibu Hwa-Shin memberitahunya bahwa itu milik Ja-Young karena ia sering melihatnya mengenakan anting itu. Hwa-Shin jadi heran mendengarnya.

Ibu Hwa-Shin kemudian meminta Hwa-Shin untuk membantu meletakkan kotak makan di lemari atas karena ia tidak dapat mencapainya. Saat Hwa-Shin melakukannya, ia menemukan tas berisi amplop uang yang dulu disimpan oleh Ja-Young saat diam-diam menyusup masuk ke kamar Hwa-Shin.

“Buat apa kamu menyimpan uang di sana?” omel ibunya. “Gunakan uang ini untuk pernikahanmu.”

Hwa-Shin menemukan secarik kertas di dalam tas tersebut.

Bukan salahmu kamu terkena voice phishing. Maafkan aku.

Hwa-Shin akhirnya sadar apa yang terjadi.

Ia lantas mendatangi Sung-Sook dan Ja-Young, yang hanya bisa menunduk saat Hwa-Shin meletakkan amplop uang dan kertas itu di hadapan mereka.

Lee Bbal-Gang (Mun Ka-Young) berlutut di hadapan Hwa-Shin dengan ketakutan, demikian pula dengan kedua ibunya yang duduk di belakangnya. Tanpa mereka sangka, Hwa-Shin meminta Bbal-Gang untuk berdiri, lalu memeluknya.

“Paman Hwa-Shin,” ujar Bbal-Gang terbata-bata menahan tangis. “Aku minta maaf.”

“Aku yang seharusnya meminta maaf,” balas Hwa-Shin.

Sung-Sook dan Ja-Young akhirnya bisa bernafas lega mendengarnya.

“Maafkan aku,” ucap Hwa-Shin.

“Apakah dadamu tidak apa-apa?” tanya Bbal-Gang.

Hwa-Shin mengiyakan. Ja-Young lantas meminta Bbal-Gang untuk masuk ke kamarnya.

“Ia menelpon kita bertiga. Hanya kamu yang tertipu.” ujar Sung-Sook. “Kamu bodoh?”

“Kamu memang bodoh,” timpal Ja-Young.

“Kamu pernah memimpin pernikahan?” tanya Hwa-Shin pada Sung-Sook.

“Apa maksudmu?” tanya Sung-Sook heran.

Di kamarnya, Na-Ri tidak bisa tidur mengingat kata-kata Ja-Young bahwa ia tidak lagi menjadi pembawa berita. Tiba-tiba seseorang menggedor pintunya. Ternyata Hwa-Shin yang datang.

“Dimana Chi-Yeol?” tanya Hwa-Shin.

“Ia tidak di sini. Kamu takut kepadanya?” tanya Na-Ri.

Hwa-Shin tidak menjawabnya. Ia menyodorkan amplop berisi uang pada Na-Ri dan memintanya menggunakan itu untuk biaya pernikahan mereka, lantas berbaring di tempat tidur Na-Ri.

“Apakah kita benar-benar menikah?” tanya Na-Ri. “Ada apa dengan buru-buru ini?”

Hwa-Shin menoleh ke arah Na-Ri dan berkata, “Aku ingin tinggal bersamamu secepat mungkin.”

“Apa kamu berhenti?” tanya Na-Ri.

Na-Ri lalu duduk di samping Hwa-Shin.

“Jangan berhenti,” pinta Na-Ri.

“Apakah itu karena kamu tidak mau menikahi pengangguran?” tanya Hwa-Shin.

Na-Ri tidak menjawabnya.

“Cintamu melebihi kanker payudaraku dan infertilitasku. Kamu bahkan menolak cinta Jung-Won. Tapi aku rasa itu tidak bisa melebih pengangguranku.” ujar Hwa-Shin.

“Jika kamu berhenti, bagaimana kita bisa menghidupi kebutuhan kita?”

“Kamu pikir aku tidak akan mampu untuk menghidupimu?”

“Ini bukan waktunya untuk menikah. Apakah kamu menerima tawaran pekerjaan lain?”

“Tidak,” jawab Hwa-Shin singkat.

“Kamu sungguh tidak mau bekerja di taman kanak-kanak?” tanya Na-Ri lagi.

Na-Ri mengangguk-anggukkan kepalanya lalu tertawa.

Hwa-Shin kembali mendatangi direktur Oh dengan membawa surat pengunduran diri. Seperti sebelumnya, direktur Oh langsung merobeknya begitu saja. Hwa-Shin lantas memberikan sebuah proposal pengajuan program baru bertajuk “Whistle-Blowers”. Pada program tersebut, ia akan membahas atau membocorkan mengenai kasus-kasus di pemerintahan dari informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Tanpa disangka direktur Oh juga merobek proposal tersebut dan meminta Hwa-Shin untuk memohon langsung pada presiden stasiun untuk dimaafkan karena ia, reporter Um, dan Sung-Sook diam-diam sudah melakukannya agar Hwa-Shin mendapatkan pekerjaan kembali.

Dan pekerjaan yang dimaksud ternyata sebagai penyiar radio. Dong-Gi dari ruang kontrol mentertawakannya dan memberitahunya bahwa kali ini Hwa-Shin bisa mengatakan apa saja yang ingin ia katakan karena tidak akan ada yang mempermasalahkannya.

Acara yang dibawakan Hwa-Shin sendiri adalah sebuah acara baru bertema kesehatan wanita bernama “Lee Hwa Shin’s Health Journal, A Conversation About Your Body”. Meski awalnya cukul lancar, namun ia menjadi canggung sendiri begitu mulai menyinggung istilah-istilah kewanitaan.

“Mr. Lee, hal apa yang bagus untuk aku kerjakan?” tanya Na-Ri, saat mereka sedang berada di depan minimarket bersama Pyo Bum.

“Aku tidak tahu. Tidakkah kamu akan jadi yang terbaik pada apa yang ingin kamu kerjakan?”

“Yang ingin aku kerjakan?” tanya Na-Ri.

“Aku tidak tahu kalau ini hanya aku, tapi acara ramalan cuacamu selalu menyolok dan enak dinikmati.”

Na-ri tersenyum dan berkata, “Itu sangat subyektif.”

“Itu yang aku pikirkan,” respon Hwa-Shin sambil memeluknya.

“Kamu penyiar yang bagus juga,” balas Na-Ri.

“Kamu mendengarkan?”

“Iya.”

“Jangan didengarkan. Aku akan segera berhenti.”

Na-Ri tertawa mendengarnya.

“Kamu bagus dalam segala hal,” puji Na-Ri.

“Segala hal?”

“Ya. Segalanya.”

“Ceritakan padaku secara spesifik.”

“Pokoknya segalanya.”

Tanpa diduga ibu Hwa-Shin datang. Ia langsung berdiri terpaku melihat kebersamaan Hwa-Shin dan Na-Ri. Apalagi saat Hwa-Shin kemudian mencium Na-Ri. Ia pun menghampiri mereka.

Na-Ri segera berdiri dan memberi salam begitu melihat ibu Hwa-Shin datang. Hwa-Shin mengikutinya. Dengan gemas, Ibu Hwa-Shin memukuli anaknya.

“Apa yang kamu lakukan kepada pacar Jung-Won?” sergah ibu Hwa-Shin. “Kamu gila? Kamu mabuk? Kamu anjing? Kenapa kamu bertingkah seperti itu? Jung-Won adalah teman yang baik. Apakah kamu harus menderita dalam siksaan setelah mencuri pacarnya untuk mendapatkan pelajaranmu? Beraninya kamu mencari pacar temanmu?”

Alih-alih membantah, Hwa-Shin lanjut menghabiskan roti yang sedang ia makan. Karena ibu Hwa-Shin tidak berhenti marah-marah, Na-Ri mencoba menenangkannya. Namun apes, kini giliran Na-Ri yang kena damprat.

“Kamu juga. Kamu kuat dan bisa memasak dengan baik. Aku menyukaimu. Tapi kamu bermain dengan dua pria dan mengobrak-abrik dua orang sahabat? Apa yang salah denganmu? Bahkan jika dia yang mendekatimu, kamu seharusnya tetap bersama pacarmu. Betapa memalukannya ini.”

“Aku akan menikahinya,” potong Hwa-Shin sembari berdiri.

“Tutup mulutmu,” respon ibu Hwa-Shin. “Tidak akan pernah!”

“Ia sudah putus dengan Jung-Won!” dalih Hwa-Shin.

“Aku melihatnya makan bersama Jung-Won dan ibunya beberapa waktu lalu. Aku melihatnya sendiri,” ujar ibu Hwa-Shin.

“Ia menemui kita berdua,” balas Hwa-Shin. Na-Ri menunduk malu dan menyembunyikan mukanya di balik lengan Hwa-Shin. Hwa-Shin melanjutkan, “Ia lebih menyukaiku. Aku menang!”

“Maafkan aku, nyonya,” ujar Na-Ri sambil membungkukkan badannya beberapa kali.

“Kenapa kamu tidak membiarkan aku menjelaskan?” tambah Hwa-Shin sembari menyuapkan roti ke mulutnya.

Tak lama kemudian mereka sudah duduk bertiga. Lee Hong-Dan (Seo Eun-Su) membawa masuk Pyo Bum ke dalam.

“Dasar kamu tidak punya pikiran,” omel ibu Hwa-Shin, “Apa yang hebat dari gadis ini sampai dua pria memperebutkannya? Apa? Apa?”

“Kalau begitu jangan datang,” respon Hwa-Shin. “Jangan datang ke pernikahan.”

“Jangan seperti itu,” potong Na-Ri seraya memegang lengan Hwa-Shin.

Ibu Hwa-Shin menoleh ke arah Na-Ri dengan bete.

“Ia terlalu baik untukku,” ujar Hwa-Shin. “Kamu tidak punya bayangan. Tahukah kamu betapa tidak menariknya anakmu ini? Aku orang yang mencoba untuk keluar dari pekerjaanku setiap hari. Aku mungkin jadi pengangguran. Aku juga kanker payudara dan …”

Na-Ri segera memegang lengan Hwa-Shin untuk mencegahnya membuka rahasianya lebih lanjut. Sebagai gantinya, Na-Ri kembali meminta maaf pada ibu Hwa-Shin.

“Aku akan berpikir lagi tentang pernikahan,” janji Na-Ri.

“Aku tidak baik untuk membuatnya bahagia. Tidakkah kamu suka sup?” tanya Hwa-Shin. “Jika kamu tidak suka, tidak usah datang ke pernikahan.”

Dengan kesal ibu Hwa-Shin memukuli Hwa-Shin sampai-sampai Hwa-Shin hampir terjengkang ke belakang.

Usai siaran berita jam 9 malam, Um mengajak Sung-Sook makan malam. Sung-Sook menolak, dan mengajak minum-minum sebagai gantinya. Kaget Sung-Sook menerima ajakannya, Um segera pergi untuk mengambil sebotol soju dan gelas. Mereka pun minum-minum bersama di ruang siaran.

“Kamu punya simpanan uang?” tanya Sung-Sook tiba-tiba.

“Kenapa?” tanya Um.

“Aku ingin mencoba sedikit ini tertarik kepadamu,” jawab Sung-Sook sambil memegang sebiji kacang.

Um mendekatkan duduknya ke arah Sung-Sook dan berkata, “Aku punya mobil, rumah, dan beberapa bidang tanah.”

“Aku pikir kamu bangkrut setelah bercerai.”

“Baiklah. Aku masih menyewa rumah, membayar cicilan mobil, dan tanah itu bukan sesuatu yang bisa aku jual,” aku Um, “tapi aku gaji tinggi.”

“Gajimu sama denganku,” respon Sung-Sook sembari menenggak minumannya. “Kamu tidak sakit, bukan?”

“Kenapa? Kamu ingin hidup bersamaku? Aku punya darah tinggi, tapi sudah minum obat. Aku punya reflux esophagitis (asam lambung), hepatocirrhosis (liver), dan ada sedikit gejala irritable bowel syndrome (usus besar).”

“Kamu tidak punya apa-apa. Bagaimana bisa kamu punya banyak penyakit?” tanya Sung-Sook kesal. “Apa kamu punya sifat baik?”

“Aku jujur dan aku tidak akan pernah selingkuh,” jawab Um pede.

“Itu benar,” gumam Sung-Sook. “Tapi bukan kamu tidak akan selingkuh. Kamu hanya tidak bisa.”

“Ada lagi yang ingin kau tanyakan?”

“Maukah kamu mempertimbangkan merubah belahan rambutmu?”

Um langsung mengacak-acak rambutnya dan memindahkan belahan rambutnya. Hasilnya ternyata lebih buruk dari sebelumnya. Sung-Sook pun memintanya untuk mengembalikan seperti semula.

“Kurangi berat badanmu,” tambah Sung-Sook.

“Hei…”

“Keriput di lehermu,” lanjut Sung-Sook.

“Hei…”

“Juga pergi temui dermatologis. Aku suka pria dengan tangan halus, tapi tanganmu begitu kasar. Aku tidak akan mengatakan apapun tentang bagian yang tidak bisa aku lihat. Jadi dapatkah kamu setidaknya melakukan sesuatu untuk bagian yang bisa aku lihat? Lakukan sesuatu dengan bajumu.”

“Bilang saja kamu tidak suka aku,” potong Um yang sudah mulai bete.

“Aku pikir setelah tinggal di Inggris selama 3 tahun kamu akan berubah menjadi gentelmen Inggris. Bagaimana kamu bisa berubah jadi lebih parah? Bagaimana kamu jadi tampak begitu tua?”

Um tertawa. Ia lalu berkata, “Hei, itu hal bagus pada saat seseorang penasaran dengan orang lain. Aku menemukan harapan dalam semua komplainmu.”

Mereka pun melanjutkan minum-minumnya.

Tae-Ra sedang bersama Ja-Young di sebuah restoran.

“Jika kamu mencoba mengencani saudaraku, aku akan membunuhmu,” ancam Tae-Ra.

“Tae-Ra, apa yang salah denganku?” tanya Ja-Young tenang.

Tae-Ra tidak menjawab. Ia mengeluarkan selembar amplop dari dalam tasnya dan memberikannya pada Ja-Young. Saat dilihat ternyata isinya adalah uang.

“Ini terlalu sedikit,” respon Ja-Young.

“Ja-Young, berapa banyak yang kamu inginkan?” tanya Tae-Ra.

“Aku tidak percaya aku menerima sogokan di usia seperti ini,” ujar Ja-Young. “Itu tidak terasa begitu buruk.”

“Kamu punya kelemahan terhadap uang. Kamu suka uang.”

“Aku akan memikirkannya,” balas Ja-Young sembari mengambil amplop itu.

“Adakah wanita yang mengambil uang dan putus saat ini?”

Ja-Young tidak menjawabnya, hanya tersenyum sembari memegang cangkir tehnya.

Na-Ri mendatangi ruang siaran dan memandang sekelilingnya. Ia lalu melangkah menuju panggung ramalan cuaca dan mengingat momen-momen saat ia menjadi pembawa ramalan cuaca. Setelah terdiam dan berpikir sejenak, ia melangkah pergi dan menuju ruangan direktur Oh. Ada Ja-Young juga di sana.

Direktur Oh tanpa basa-basi memberitahu Na-Ri mengenai perpanjangan kontraknya. Gajinya juga akan disesuaikan dengan pengalaman kerjanya.

“Tapi, aku ingin kalian memperlakukanku sebagai ahli cuaca. Aku akan menjadi ahli cuaca yang bisa memproduksi laporan cuaca yang unik.”, pinta Na-Ri.

Direktur Oh dan Ja-Young saling berpandangan, keduanya menyetujui permintaan Na-Ri.

“Aku menyukainya,” respon direktur Oh, “Banyak pemirsa menantikan ramalan cuacamu. Oke.”

“Aku akan tetap menjadi pembawa ramalan cuaca seumur hidupku,” janji Na-Ri.

Acara radio Hwa-Shin kali ini membahas tentang breastfeeding dengan narasumber dokter Geum dan nurse Oh Jin Joo (Park Jin-Joo). Saat break siaran, Hwa-Shin menanyakan apakah mereka berdua sibuk saat Christmas Eve. Keduanya menjawab tidak.

“Pernahkah kamu memimpin pernikahan sebelumnya?” tanya Hwa-Shin.

“Aku?” tanya dokter Geum. “Belum pernah.”

Hwa-Shin dan Na-Ri masuk ke apartemen Hwa-Shin. Hwa-Shin minta dibuatkan makanan dengan rice cooker yang sebelumnya dibawa oleh Na-Ri. Sambil lalu ia memberikan sebuah kota pada Na-Ri. Saat dibuka isinya sebuah kalung.

“Aku tidak tahu kamu bisa melakukan hal seperti ini,” ujar Na-Ri sambil tersenyum senang.

Dengan gaya cool Hwa-Shin pura-pura tidak menghiraukannya. Na-Ri lantas menyusul masuk ke kamar Hwa-Shin.

“Ngomong-ngomong, Mr. Lee, aku agak khawatir karena ibumu tidak menyukaiku,” ucap Na-Ri.

“Aku tidak peduli dengannya. Ia selalu seperti itu,” respon Hwa-Shin. “Ia bahkan tidak menyetujui kedua saudari iparku terlebih dahulu.”

“Namun begitu, kenapa kita tidak menikah setelah ia mulai menyukaiku?” tanya Na-Ri. “Aku rasa ia akan terluka kalau kita memaksa seperti ini.”

“Aku tidak ingin menunggu.”

“Mari kita lakukan tahun depan.”

Hwa-Shin terdiam.

“Ada yang salah?” tanya Na-Ri.

“Kamu tidak menikahiku?” tanya Hwa-Shin balik.

“Mr. Lee, keluarlah dari pekerjaanmu jika kamu ingin. Aku tidak ingin kamu melakukan pekerjaan yang kamu tidak suka hanya karena aku. Aku tidak ingin kamu tetap diam hanya karena gaji bulanannya. Aku memutuskan untuk bekerja sebagai pembawa ramalan cuaca lagi. Jangan khawatir tentang uang. Keluarlah dari pekerjaanmu jika kamu ingin. Bekerjalah dimana kamu bisa mengatakan apapun yang ingin kamu katakan, oke?” pinta Na-Ri sembari memegang kedua pundak Hwa-Shin.

“Bisakah aku benar-benar melakukan itu?” tanya Hwa-Shin.

“Ya,” jawab Na-Ri.

“Kamu yakin?”

Na-Ri mengiyakan untuk kedua kalinya.

“Kalau begitu aku keluar besok.”

“Oke,” respon Na-Ri. “Kamu lapar?”

“Ya,” jawab Hwa-Shin.

Na-Ri lantas mengajaknya makan di tempatnya saja. Hwa-Shin sempat menolak karena ada Chi-Yeol di sana, tapi Na-Ri tetap memintanya untuk ikut dengannya. Hwa-Shin menurutinya, tapi sebelumnya ia mencium dan memeluk Na-Ri terlebih dahulu.

Ja-Young memberikan amplop uang yang ia terima dari Tae-Ra pada Kim Rak.

“Isinya cukup banyak. Haruskah kita menggunakan uang ini untuk kencan kita?” tanya Ja-Young.

Sambil tertawa Kim Rak menanyakan berapa isinya. Ja-Young mempersilahkan Kim Rak menghitungnya sendiri. Ternyata isinya cek sebesar $10,000.

“Jika aku 5 tahun lebih muda, aku pasti mendapatkan $100,000,” respon Ha-Young.

“Tidakkah kamu mengecek berapa jumlahnya?” tanya Kim Rak heran.

Ja-Young terdiam sejenak lalu berkata, “Kenapa kita tidak berkencan saja, tanpa menikah? Aku tidak ingin menikah tanpa dukungan keluargamu.”

Kim Rak tidak menjawab, tapi sepertinya ia juga tidak menolaknya.

“Mari kita tinggal bersama, kita bertiga,” ujar Ja-Young pada Sung-Sook dan Bbal-Gang di kamar mereka.

Meski agak kaget, Sung-Sook menyetujuinya. Mereka berdua kemudian menoleh ke arah Bbal-Gang, yang juga kaget dengan usulan Ja-Young. Bbal-Gang menatap kedua ibunya lalu menunduk sejenak.

“Biarkan aku berpikir tentang ini,” jawabnya sambil melangkah masuk ke kamar. Diam-diam senyum tersungging di wajahnya.

“Ia tersenyum, bukan?” bisik Ja-Young pada Sung-Sook.

Sung-Sook mengiyakan. Keduanya lantas tos.

Hwa-Shin menunjukkan kertas berisi permintaan maaf Bbal-Gang soal voice phising pada Chi-Yeol yang hendak berangkat sekolah.

“Kamu mengakui apa yang kamu lakukan itu salah?” tanya Hwa-Shin.

“Ya,” jawab Chi-Yeol lirih.

“Itu saja?” tanya Hwa-Shin lagi.

Dengan agak kesal Chi-Yeol lantas membungkuk memohon maaf pada Hwa-Shin sembari meminta agar ia tidak memberitahukannya pada Na-Ri.

“Kita punya rahasia sekarang,” ujar Hwa-Shin. “Baik-baiklah kepadaku.”

“Hanya jika engkau baik kepada saudariku.” balas Chi-Yeol.

Na-Ri mendatangi butik Jung-Won. Ia memberikan surat undangan pernikahannya dengan Hwa-Shin padanya. Jung-Won hanya terdiam saat membacanya.

“Kamu tidak perlu datang,” ujar Na-Ri sembari tersenyum menguatkannya.

Masih dalam diam, Jung-Won berdiri lalu perlahan memeluk Na-Ri. Mata Na-Ri sedikit berkaca-kaca.

“Ku mohon buatlah Hwa-Shin bahagia,” pinta Jung-Won. “Jangan buat dia kesepian.”

Na-Ri mengangguk mengiyakan.

Hari demi hari berlalu. Hari pernikahan Na-Ri dan Hwa-Shin pun tiba. Saat ini Na-Ri sedang membawakan ramalan cuaca dengan mengenakan baju sinterklas. Ia terlihat mengenakan kalung pemberian Hwa-Shin.

Usai siaran, Na-Ri keluar dari gedung SBC sudah dengan mengenakan pakaian pengantin. Di luar ada Jung-Won menunggunya dengan senyuman. Ia sempat terpana melihat penampakan Na-Ri yang anggun.

“Aku pikir Mr. Lee yang akan datang,” ujar Na-Ri.

Jung-Won tidak menjawabnya dan meminta Na-Ri untuk segera masuk ke mobil karena lalu lintas biasanya padat di saat Christmas Eve. Na-Ri mengangguk sambil tersenyum.

Dalam perjalanan, Na-Ri mendapat pesan SMS dari Hwa-Shin.

Pikirkan ini sekali lagi. Kamu masih bisa lari bersama Jung-Won.

Na-Ri tersenyum membacanya.

Banquet Hall sudah dipenuhi dengan para tamu undangan. Tepat pada pukul 7 malam, Jung-Won, yang akhirnya menjadi host, memulai acara dengan mempersilahkan pengantin pria untuk masuk. Dengan pede Hwa-Shin melangkah diiringi tepuk tangan tamu. Ia tersenyum dan mengangguk ke arah Jung-Won. Jung-Won membalasnya.

Berikutnya Jung-Won memanggil pengantin wanita. Na-Ri keluar dengan didampingi oleh Chi-Yeol. Ibu Hwa-Shin terlihat masih agak enggan menerima Na-Ri. Setibanya di depan panggung, Chi-Yeol sempat ragu-ragu menyerahkan Na-Ri pada Hwa-Shin, walau pada akhirnya ia melakukannya.

“Menurutmu mereka akan benar-benar hidup bahagia?” bisik Sung-Sook pada Um.

“Ayolah, berhenti mengutuk mereka,” respon Um.

“Itu tergantung ibunya,” tiba-tiba Ja-Young menimpali.

“Apa yang kalian bicarakan?” balas direktur Oh, “Kalianlah yang bercerai. Kenapa harus menyalahkan ibunya?”

Sung-Sook dan Ja-Young menatap ke arah direktur Oh.

Di panggung, setelah saling memberi hormat, Na-Ri memuji Hwa-Shin yang terlihat tampan.

“Sudah sewajarnya,” jawab Hwa-Shin.

“Kenapa kamu tidak mengatakan aku terlihat cantik?” tanya Na-Ri agak kesal.

“Sudah sewajarnya,” jawab Hwa-Shin sambil tersenyum.

Na-Ri pun ikut tersenyum.

Jung-Won lantas meminta pemimpin pernikahan untuk memberikan pesan-pesannya. Dan ternyata yang dipilih oleh Na-Ri dan Hwa-Shin adalah dokter Geum.

“Aku lebih gugup daripada aku sebelum melakukan operasi,” ucap dokter Geum, “Aku bahkan belum menikah, jadi aku tidak yakin mengapa mereka memintaku untuk memimpin hari ini. Tapi aku pikir itu mungkin karena aku menyaksikan ciuman pertama pasangan ini.”

Tamu-tamu tertawa dan menyoraki kedua mempelai.

Dokter Geum melanjutkan, “Kepada pengantin pria, Lee Hwa Shin. Nama pertamanya adalah ‘nenek’, nama berikutnya adalah ‘Ms Pyo Na Ri’, dan sekarang ia secara sukarela memilih untuk dipanggil sebagai pasien pria penderita kanker payudara, Lee Hwa Shin. Bagaimana seseorang melalui situasi yang berbahaya menunjukkan seperti apa sosok orang itu. Kanker payudara membuktikan seberapa hebat pengantin pria Lee Hwa Shin. Kamu pernah bertanya kepadaku apakah aku akan menikahi pria sepertimu, jawabanku adalah sepenuhnya ‘ya’. Jika keadaan memungkinkan, harap melamarku lain kali.”

Tamu-tamu tertawa mendengarnnya. Hwa-Shin memberi tanda ‘menolak’ dengan tangannya sembari tersenyum.

“Pengantin wanita, Pyo Na Ri,” ujar dokter Geum, ‘lebih dari memenuhi syarat untuk menghadapi pria sepertinya. Setiap orang bisa mencintai, tapi tidak semua orang bisa melindungi cintanya. Hati kalian membawa kalian bersama. Aku harap kalian akan melindungi hubungan kalian dengan hati kalian. Terima kasih.”

Acara berikutnya adalah lagu spesial bagi kedua pengantin. Tanpa disangka, yang muncul adalah Dong-Gi, membawakan sebuah lagu berirama riang bagi Na-Ri dan Hwa-Shin. Lebih tidak diduga lagi, nurse Oh, dokter Geum, dan juga Hwa-Shin sendiri kemudian bergabung dan ikut bernyanyi, bahkan berdansa dengan koreografi, dengan Dong-Gi. Na-Ri tersenyum bahagia melihatnya.

Usai bernyanyi, Jung-Won mempersilahkan Hwa-Shin dan Na-Ri untuk meninggalkan tempat. Ia lantas menghampiri ibu Hwa-Shin yang sedang asyik berjoget dan ikut bergoyang bersamanya. Chi-Yeol sendiri, tiba-tiba mengambil sebuah hiasan bunga lalu memberikannya pada Bbal-Gang.

“Berkencanlah denganku,” ujar Chi-Yeol tanpa basa-basi.

“Baiklah,” jawab Bbal-Gang sambil tersenyum.

Dengan cepat Chi-Yeol mencium kening Bbal-Gang. Sembari berlalu ia berkata, “Ini hari pertama kita.”

Bbal-Gang tersenyum senang. Sebaliknya, Oh Dae-Goo (An Woo-Yeon) yang ada di sebelahnya pergi dengan hati hancur.

Hwa-Shin kini kembali menjadi pembawa berita jam 9 malam, bersama dengan Sung-Sook. Tanpa mempedulikan direktur Oh yang kesal, secara kompak keduanya keluar dari naskah dan menambahkan bumbu-bumbu komentar untuk membuat berita menjadi lebih menarik.

10 tahun berlalu. Dong-Gi yang kepalanya sudah mulai botak memberi aba-aba untuk memulai sesi ramalan cuaca. Na-Ri yang membawakannya, dan saat itu sedang hamil, meminta untuk ditunda sebentar. Ia lantas menghampiri Hwa-Shin yang sedang menggendong bayi mereka dan memarahinya karena menggunakan dotnya. Ia juga menanyainya apakah sudah mengurus bayi mereka atau belum.

“Apakah kamu hanya melihat bayinya?” tanya Hwa-Shin kesal.

“Apakah kamu cemburu pada si bayi?” tanya Na-Ri.

Hwa-Shin dan bayinya saling bertatapan.

Di Chrismas Eve tahun 2056. Meski sudah nenek-nenek, Na-Ri masih tetap menjadi pembawa ramalan cuaca. Dan ia melakukannya dengan penuh semangat.

Kembali ke malam setelah pernikahan. Na-Ri dan Hwa-Shin bertemu di ruang siaran. Na-Ri mempertanyakan mengapa mereka berada di sana karena ia sudah capek.

“Aku tidak akan menikah lagi karena ini begitu melelahkan,” ujar Na-Ri.

“Meskipun kamu lelah, kamu bisa melakukannya lagi. Menikah lagi jika aku mati muda. Kankerku mungkin kambuh dalam waktu 5 tahun. Lalu kamu bisa melupakanku dan menikah lagi dengan pria lain meskipun itu melelahkan.” ujar Hwa-Shin.

Na-Ri berdiri dan melangkah mendekati Hwa-Shin. Hwa-Shin memintanya untuk duduk kembali.

“Kamu membawaku ke sini untuk mengatakan itu?” tanya Na-Ri.

“Kamu tidak akan pernah tahu dengan kehidupan.” ucap Hwa-Shin.

“Apa?”

“Kematian juga. Bagaimanapun kondisinya, aku akan menempel kepadamu seperti gurita hingga aku mati. Meskipun aku bertingkah seperti gurita menyebalkan, jangan gunakan minyak wijen untuk melepaskanku darimu atau menggunakan garam untuk membuatku pingsan, oke?”

“Kita lihat saja nanti,” respon Na-Ri sambil tertawa.

“Aku suka sikap itu,” balas Hwa-Shin.

“Bolehkah aku bertanya sesuatu?”

“Apa itu?”

“Kamu jadi menyukaiku karena kamu cemburu pada Jung-Won, bukan?” tanya Na-Ri. “Jika ia tidak menyukaiku, kamu mungkin tidak akan pernah memperhatikanku, sama seperti sebelumnya.”

“Aku tidak tahu.”

“Kamu tidak tahu lagi?”

“Bahkan saat aku ada di kamar rumah sakit yang sama denganmu, aku tidak pernah bermimpi untuk menikahimu.” ujar Hwa-Shin.

“Aku juga.”

“Apa aku gila? Aku tidak akan mencomblangkanmu dengan Jung-Won jika aku gila.”

“Benar.”

“Ketika aku ada di Thailand, aku benar memikirkanmu beberapa kali.”

“Waah,” respon Na-Ri seolah terkejut.

“Mengapa kamu begitu terkejut?”

“Kamu tidak berpikir tentang orang lain, hanya tentang aku?”

“Aku tidak tahu.”

“Apa kamu kesepian?”

“Aku tidak tahu.

“Apa kamu mengharapkan aku pergi ke Thailand?”

“Aku tidak tahu.”

“Kenapa kamu tidak tahu apa-apa,” sergah Na-Ri kesal.

“Biarkan saja seperti itu.”

“Kamu tahu semuanya. Kamu selalu menyombongkan diri.”

“Itu karena ada banyak yang aku tidak tahu, makanya aku di sini. Ada banyak yang aku tidak tahu, makanya aku bilang akan menempel seperti gurita kepadamu.”

“Apakah seperti itu cara kerjanya?”

“Aku mungkin sudah ditakdirkan untuk pergi ke tanah berlumpur dan bertingkah seperti orang bodoh demi kamu. Peramal itu mengatakan bahwa kamu akan menjadi subyek penasaranku selamanya. ‘Subyek penasaranku selamanya’. Aku suka itu.”

“Tidak ada banyak tentang aku,” jawab Na-Ri.

“Itu yang kamu pikir. Aku akan selalu penasaran tentangmu dan mencintaimu selamanya.”

“Oke.”

“Aku akan penasaran tentangmu dan hidup bersamamu selamanya.”

“Oke.”

“Tapi jangan buat aku gila.”

Na-Ri tersenyum.

Being more jealous means you love the other person more.

— *TAMAT* —

[wp_ad_camp_1]

sinopsis jealousyincarnate 24

Leave a Reply