Sinopsis The K2 Episode 11 & Preview Episode 12 (28 Oktober 2016)

Di sinopsis The K2 episode sebelumnya, secara tidak terduga Ko Anna (Im Yoona) muncul sebagai mystery guest di acara talkshow Choi Yoo-Jin (Song Yoon-A) dan membuat Yoo-Jin geram karena beberapa kebohongannya terbongkar ke publik. Kejadian ini berbuntut penyerangan terhadap Anna saat sedang melakukan pemotretan, yang untungnya dapat digagalkan oleh Kim Je-Ha (Ji Chang-Wook). Siapa sangka, bukan Yoo-Jin yang berada di balik penyerangan itu, melainkan justru sekretarisnya, Kim Dong-Mi (Shin Dong-Mi). Je-Ha pun memutuskan untuk membawa Anna kembali ke safe house sebelumnya (yang berada di bawah pengawasan JSS), mengingat Dong-Mi tidak mungkin menyerang JSS. Sementara itu, Park Gwan-Soo (Kim Kap-Soo) mulai melakukan serangan balik dan membuat pembebasan Jang Se-Joon (Cho Seong-Ha) dari investigasi kejaksaan tertunda. Untuk membalasnya, direktur JSS (Ko In-Beom) mendorong Yoo-Jin untuk membunuh Gwan-Soo dengan bantuan Je-Ha. Je-Ha menyanggupi, dengan syarat kepala Dong-Mi sebagai imbalannya. Tanpa ia sadari, sebelum serangan ke markas Gwan-Soo dimulai, diam-diam Dong-Mi menghubungi ketua tim Seo dan memintanya menghabisi Je-Ha, apapun yang terjadi. Apa yang selanjutnya bakal terjadi di sinopsis drama korea The K2 episode 11 kali ini?

Sinopsis Episode 11

Sekilas adegan flashback muncul dimana direktur JSS menghubungi kepala polisi dan mengatakan bahwa ia akan mengambil insurance policy yang ia tawarkan. Berlanjut kembali ke saat ini, master Song (Song Kyung-chul) memaksa untuk ikut dalam penyerangan JSS. Kapten JSS akhirnya memperbolehkannya ikut, sembari diam-diam mengintruksikan anak buahnya untuk nanti menjaganya agar tidak ikut turun dari mobil.

Seperti sudah diprediksi, pihak Gwan-Soo sudah menduga bahwa pihak Yoo-Jin akan menyerang mereka. Mereka pun melaksanakan strategi yang sudah mereka rancang sebelumnya, untuk meloloskan diri dari kejaran para bodyguard JSS. Dengan bantuan polisi korup, mobil Gwan-Soo berhasil lepas dari buntutan mereka dan menuju ke tempat persembunyiannya, sementara mobil-mobil JSS yang mengejar mereka berjaga di sekitar rumah Gwan-Soo karena mengira Gwan-Soo berada di sana.

Tanpa disadari oleh Gwan-Soo, Yoo-Jin sudah memperkirakan hal itu, berkat direktur JSS yang ternyata hanya berpura-pura untuk bergabung dengan pihak Gwan-Soo. Beberapa bodyguard JSS sudah mengepung tempat persembunyian Gwan-Soo, termasuk ketua tim Seo dan Je-Ha yang menyamar menjadi anak buah Gwan-Soo di sana. Apesnya, sekretaris Gwan-Soo menyadari ada yang tidak beres lantas mengucapkan pertanyaan jebakan, yang tidak mampu dijawab dengan benar oleh Seo dan Je-Ha.

Sementara keduanya berada di bawah todongan senjata bodyguard Gwan-Soo yang lain, Gwan-Soo dan sekretarisnya melanjutkan langkahnya ke tempat persembunyian. Untungnya, sebelum sempat mereka dibunuh, bodyguard JSS lain yang mengepung tempat itu segera menyerang dan menembaki bodyguard Gwan-Soo yang hendak membunuh Seo dan Je-Ha.

Pertempuran pun dimulai. Dengan bantuan para bodyguard JSS yang menembaki bodyguard-bodyguard Gwan-Soo dari kejauhan, Seo dan Je-Ha berusaha untuk terus mengejar Gwan-Soo. Seo yang tertembak di dadanya (tapi selamat karena menggunakan rompi anti peluru) meminta Je-Ha untuk tidak menghiraukannya dan lanjut mengejar Gwan-Soo karena apabila misi mereka gagal maka mereka juga akan mati.

Je-Ha berhasil mengejar Gwan-Soo yang masuk ke dalam ruangan rahasia. Kini ia pun berhadapan langsung dengan Gwan-Soo, orang yang sudah ia cari-cari selama ini dan ingin ia bunuh untuk membalaskan dendammnya terhadap Raniya.

Je-Ha semakin mendekat ke arah Gwan-Soo yang mulai panik ketakutan. Tanpa diduga, PTSD Je-Ha kambuh. Nafasnya mulai memburu dan keringat dingin menetes dari dahinya. Ia kini ikut menjadi panik dan tidak lagi mampu untuk membunuh Gwan-Soo seperti yang diinginkan. Dengan berteriak, ia menembakkan semua peluru pistolnya ke langit-langit ruangan, hingga akhirnya kepanikannya mulai reda dan nafasnya sedikit demi sedikit tenang kembali.

Gwan-Soo melihat kesempatan ini untuk menyogok Je-Ha, memastikan ia tidak akan keluar hidup-hidup apabila saat ini ia membunuhnya dan akan memberikannya bayaran dua kali lipat apabila tidak membunuhnya. Je-Ha jadi teringat pesan Anna agar ia kembali dalam keadaan hidup, serta ucapan Yoo-Jin yang mengatakan bahwa peluru bukanlah satu-satunya cara untuk membunuh orang.

Je-Ha tertawa sambil menutup mukanya dengan kedua tangannya.

“Wow, tepat sekali, kamu mengatakan hal yang memang prajurit bayaran suka mendengarnya,” ujar Je-Ha.

Gwan-Soo yang masih agak kebingungan ikut tertawa dan berkata, “Aku tahu. Iya, kan? Sepertinya kamu mengerti maksudku.”

Je-Ha meminta Gwan-Soo untuk duduk lalu memerintahkannya untuk membiarkan semua anggota JSS yang tertangkap untuk meninggalkan tempat tersebut dengan aman. Gwan-Soo mengiyakan.

“Jadi itu kamu. Tuan prajurit bayaran.”, ucap Gwan-Soo.

Je-Ha langsung menyadari bahwa Gwan-Soo mengenal dirinya.

“Kamu tahu aku?” tanya Je-Ha, memastikan.

“Um, yeah, lumayan. Aku mendengar kamu membunuh seseorang dan melarikan diri.”, jawab Gwan-Soo.

“Jadi kamu juga pasti mengerti kenapa aku ada di sini,” balas Je-Ha.

“Tapi, meskipun kamu membunuhku, kamu tidak akan bisa keluar dari tempat ini dengan mudah.”

“Jadi dia belum tahu kalau aku tidak bisa membunuh orang,” ujar Je-Ha dalam hati.

Je-Ha tertawa dan berkata, “Well, itu akan jadi masalahku setelah kamu mati, jadi aku akan mengurusnya sendiri. Jadi… dua kali lipat. Dua kali, ya?”

Gwan-Soo mengangguk.

“Tapi tetap saja, aku harus melakukan ini dengan benar, jadi aku akan menelpon dan menanyakan persetujuan mereka,” ujar Je-Ha.

Gwan-Soo kaget dan menelan ludahnya, ketakutan. Je-Ha dengan tenang menelpon Yoo-Jin dan memberitahunya bahwa Gwan-Soo akan memberinya uang dua kali lipat apabila ia tidak membunuhnya. Begitu tahu saat itu Je-Ha hanya berdua dengan Gwan-Soo, Yoo-Jin langsung paham bahwa Je-Ha tidak akan bisa membunuh Gwan-Soo. Ia pun meminta Je-Ha untuk menyerahkan telponnya pada Gwan-Soo.

“Oh, nyonya Choi,” ucap Gwan-Soo sembari tertawa, membuang malunya, “Wow, kamu benar-benar sudah mengagetkanku. Aku pikir aku bakal mati.”

“Ya tuan,” jawab Yoo-Jin sambil tersenyum, “Aku rasa kamu tidak akan mati. Bagaimana dengan itu? Ingin bertaruh denganku sekarang?”

“Aku sudah kalah, nyonya,” respon Gwan-Soo pasrah.”Jadi ku mohon, biarkan aku tetap hidup. Aku akan membuat mereka melepaskan anggota parlemen Jang sekarang juga.”

“Tidak tidak. Aku merasa aku mendapatkan ujung stik yang pendek kalau hanya seperti itu. Lagipula ksatriaku sudah menangkap raja sekarang.”

“Kalau kamu membunuhku sekarang, anggota parlemen Jang tidak akan bisa meninggalkan kantor kejaksaan. Jadi berikan aku satu kesempatan ini saja.”

“Well, aku tidak tahu, hanya waktu yang akan mengatakan apakah anggota parlemen Jang akan dibebaskan atau tidak.”

“Baiklah, kalau begitu,” balas Gwan-Soo, “Bagaimana kalau aku membiarkan anggota parlemen Jang masuk ke partai kami? Aku akan membuat pengumumannya sekarang juga. Jadi? Bagaimana dengan itu? Ini tawaran yang cukup baik untukmu?”

“Aku tidak tahu,” respon Yoo-Jin, “Bagaimana kalo ditambahkan dengan kamu mengundurkan diri dari kandidat presiden?”

“Apa?” Gwan-Soo tertawa mendengarnya. Ia melanjutkan, “Bunuh aku saja, nyonya Choi. Bunuh aku saja.”

Yoo-Jin tertawa mendengar respon Gwan-Soo. Ia berkata, “Tentu saja kamu berpikiran seperti itu. Baiklah, aku memberimu waktu 15 menit.”

Gwan-Soo lantas mengembalikan telponnya ke tangan Je-Ha.

“Kembalilah hidup-hidup,” pinta Yoo-Jin pada Je-Ha. “Apapun yang terjadi.”

Semua tim JSS yang berjaga di sekitar rumah Gwan-Soo mendapat instruksi untuk mundur. Master Song kebingungan karena sudah disuruh pulang padahal belum melakukan apa-apa. Dengan tertawa yang lain memberitahunya bahwa mereka sudah menang.

Jaksa Kim dengan malu membebaskan Se-Joon dari ruang investigasi kejaksaan. Saat melangkah keluar, dengan didampingi oleh ketua Joo, meski kesal dengan pihak kejaksaan, Se-Joon bersikap tenang dan seolah tidak mempermasalahkan hal itu karena pihak kejaksaan sudah meminta maaf. Ia pun masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya.

Direktur JSS bertepuk tangan melihat siaran berita tersebut dan memberi selamat pada Yoo-Jin.

“Simpan ucapan selamat itu untuk nanti di saat K2 kembali dengan selamat,” ujar Yoo-Jin tanpa ekspresi.

Dong-Mi menelan ludah mendengarnya. Tak lama kemudian ia keluar dari ruangan Cloud Nine dan mencoba menghubungi Seo. Tanpa disangka, Seo justru meng-cancel telpon dari Dong-Mi, membuat Dong-Mi semakin panik.

Sementara itu, malam itu juga, partai Gwan-Soo akhirnya mengumumkan bahwa mereka kembali mengundang Se-Joon untuk masuk ke partai mereka. Juru bicara mereka meminta wartawan yang hadir untuk memastikan berita tersebut tayang secepat mungkin.

Kembali ke ruang rahasia Gwan-Soo. Je-Ha menerima tas berisikan uang sejumlah 2 juta dolar. Gwan-Soo menawarkan untuk memberikannya lebih apabila ia mau bergabung di pihaknya.

“Aku bukan penjahat,” respon Je-Ha.

Gwan-Soo tertawa mendengarnya. Ujarnya, “Kamu benar-benar pro. Aku suka itu.”

Sambil duduk, Gwan-Soo melanjutkan, “Kamu pernah bekerja di Blackstone, bukan?”

Je-Ha terdiam mendengar Gwan-Soo menyinggung soal ‘blackstone’. Perlahan ia menoleh ke arah Gwan-Soo.

“Kenapa kamu terlihat syok? Kamu di Iraq sebelah mana?” tanya Gwan-Soo lagi.

“Fallujah,” jawab Je-Ha. Ia mencoba tetap tenang dan duduk di hadapan Gwan-Soo.

Sambil menghitung uang pemberian Gwan-Soo, Je-Ha mencoba mencari informasi tentang Gwan-Soo. Ia bertanya, “Apakah kamu pelanggan Blackstone juga?”

“Ya.. bisa dibilang begitu,” jawab Gwan-Soo. “Aku membayar mereka untuk mengawalku.”

“So.. kamu mendapat sukses besar di sana? Kenapa kamu melihatku dengan pandangan kotor seperti itu? Aku ini orang yang kotor juga. Lagipula, VIP seperti dirimu yang membayar $30,000 per hari untuk jasa Blackstone tidak mungkin punya alasan pergi ke sana untuk bersantai. Dan itu berbau minyak juga di sini.” ujar Je-Ha.

“Tidak, itu tidak berbau oli. Itu berbau darah, sepertinya.” jawab Gwan-Soo. “Aku suka kamu. Jujur saja, aku sedang mencari cara untuk bertemu denganmu secara diam-diam. Tapi untunglah, Yoo-Jin mengirimmu ke sini di malam ini.”

“Aku? Kenapa?”

“Apa maksudmu ‘kenapa’? Kamu orang yang terdekat dengan Yoo-Jin, bukan? Pria muda yang kompeten seperti kamu tidak bisa hidup seperti ini selamanya.”

“Lalu bagaimana aku seharusnya hidup?” tanya Je-Ha.

“Pernahkah kamu memikirkan untuk bekerja bersamaku untuk kepentingan bangsa ini?” jawab Gwa-Soon penuh percaya diri.

“Bangsa ini?” tanya Je-ha sambil tertawa. Ia melanjutkan, “Bangsa ini telah begitu penuh perhatian kepadaku sebelumnya.”

Gwan-Soo ikut tertawa. Ia berkata, “Dan kamu juga akan menghasilkan uang apabila ada di pihakku.”

“Beritahu aku jika kamu punya kesempatan yang menghasilkan uang untukku,” respon Je-Ha. “Akan lebih mudah bagimu untuk menghubungiku karena kamu sudah tahu siapa aku sekarang.”

“Tentu, aku akan menjadi orang pertama yang menyewamu lain kali,” janji Gwan-Soo. “Aku berharap kamu memegang ujung janjimu dengan baik saat waktu itu tiba.”

Tak lama kemudian Gwan-Soo keluar dari ruang rahasianya, diikuti oleh Je-Ha. Anak buah Gwan-Soo segera menodongkan pistol ke arah Je-Ha, tapi Gwan-Soo meminta mereka untuk membiarkannya pergi karena Je-Ha adalah tamunya. Setelah saling berjabat tangan, Je-Ha pun keluar meninggalkan mereka. Di depan, ia bertemu dengan Seo yang sudah menunggunya di van bersama dengan anggota tim JSS yang lain. Mereka pun heran melihat Je-Ha yang datang dengan membawa tas penuh uang.

Dalam perjalanan, Se-Joon menerima telpon dari Choi Sung-Won (Lee Jung-Jin) yang memberitahunya mengenai penyerangan terhadap Anna. Ketua Joo mengingatkan bahwa Sung-Won yang terlebih dahulu memancing Yoo-Jin, tapi Se-Joon tidak menghiraukannya, malah berbalik menuduh ketua Joo sudah ikut menjadi antek Yoo-Jin.

“Tidak, tuan, bukan itu maksudku,” dalih ketua Joo.

“Apakah kamu menyiratkan bahwa Anna telah melakukan sesuatu yang membuatnya pantas untuk dibunuh?” tanya Se-Joon.

“Aku hanya ingin mengatakan, di luar semua itu, madam Choi-lah yang telah mengeluarkanmu dari kantor kejaksaan,” jawab ketua Joo.

“Tutup mulutmu,” respon Se-Joon.

Di Cloud Nine, Yoo-Jin memberi selamat pada sekretaris Kim yang tidak jadi kehilangan kepalanya.

“Jangan berani-berinya engkau menyentuh Je-Ha,” tegas Yoo-Jin. “Jika kamu melakukannya, aku mungkin akan lebih dulu membunuhmu.”

“Nyonya, aku bisa melakukan apa saja yang bisa Kim Je-Ha lakukan untukmu!”

Yoo-Jin menatap ke arah Dong-Mi dan berkata, “Kalau begitu kamu seharusnya bisa mengerti juga, bahwa aku akan melakukan, apa yang ingin kamu lakukan untukku, untuk Je-Ha. Jadi, jangan buat aku membunuhmu. Dan jangan coba lakukan yang Je-Ha bisa lakukan juga. Kamu harus tetap melakukan apa yang bisa kamu lakukan dengan baik.”

Ponsel Yoo-Jin berdering. Se-Joon yang menelpon, meminta untuk bertemu di rumah.

Sementara itu, di safe house, Jang Mi-Ran (Lee Ye-eun) alias J4 mengajak Anna untuk makan malam. Anna yang masih menunggu Je-Ha dengan khawatir tidak menghiraukannya. Tak lama kemudian Je-Ha tiba. Anna yang melihat kedatangannya segera berlari keluar dengan gembira untuk menyambutnya. Ia pun langsung memeluk Je-Ha yang baru saja keluar dari mobil.

“Bagaimana bisa orang tidak menangis melihat ini?” ujar Mi-Ran yang mengintip dari balik jendela pada ibunya. “Tapi ada apa dengan mereka? Kenapa mereka seperti sedang syuting film?”

“Itu jelas karena keduanya punya wajah yang bagus,” jawab ibu Mi-Ran.

“Selamat datang,” ucap Anna dengan mata berkaca-kaca, seraya melepaskan pelukannya.

“Aku kembali, dengan selamat,” respon Je-Ha sambil tersenyum.

Anna menganggukkan kepalanya dan berkata, “Kerja bagus.”

“Tapi aku tidak bisa membawakan ddukbokki kuah yang kamu inginkan. Aku tidak bawa uang, dompetku ketinggalan, jadi..”

“Tidak apa-apa, aku membiarkanmu untuk kali ini”

“Sebagai gantinya, kamu ingin pergi dan makan yang lebih enak daripada itu?” tanya Je-Ha.

Anna mengangguk setuju.

Se-Joon tiba di rumah dan bergegas menghampiri Yoo-Jin yang sudah menunggunya. Tanpa basa-basi, ia langsung menampar Yoo-Jin begitu saja. Mengetahui kejadian tersebut, sekretaris Kim dan dua orang bodyguard segera masuk ke ruangan. Yoo-Jin lalu memberitahu mereka untuk kembali ke posnya karena ia baik-baik saja.

“Aku sudah bilang kepadamu agar tidak menyentuh Anna. Dan kontrak kita akan berakhir jika terjadi sesuatu padanya. Kamu tidak akan menjadi apa-apa jika aku tidak menjadi presiden.” bentak Se-Joon.

“Baiklah, aku akan meninggalkan Anna sendirian. Jadi, kamu tidak ingin menjadi presiden kalau begitu?” respon Yoo-Jin.

“Kamu sudah menjadi tidak dewasa. Kamu sebut itu ancaman?”

“Jika aku membuat deal dengan Sung-Won, aku yakin ia tidak akan memberikanku semua bagian JB Group. Tapi aku yakin ia akan memberikan beberapa cabang JB. Dan aku tidak perlu khawatir akan diambil alih.”

Se-Joon tertawa mendengarnya. Ia berkata, “Kamu tidak akan pernah bisa melakukan itu. Keserakahanmu tidak bisa dipuaskan begitu saja. Kamu juga tahu akan fakta itu, bukan?”

“Benar begitu?” tanya Yoo-Jin balik sembari menatap ke arah Se-Joon. Ia melanjutkan, “Itu benar. Baiklah. Haruskah aku membuat tujuanku lebih besar lagi? Haruskah aku membuat perjanjian dengan Park Gwan-Soo kali ini? Seperti bagaimana aku membuat deal denganmu? Tidak ada banyak bedanya bagiku, sejujurnya. Karena kamu dan Park Gwan-Soo adalah sesama orang yang hina. Aku bisa memberitahukannya akan memberikan lehermu, dan sebagai gantinya ia memberikanku JB Group pada saat ia menjadi presiden. Apakah kamu pikir Park Gwan-Soo akan menolak tawaran seperti itu? Kamu pikir aku bercanda, bukan? Apakah kamu sudah lupa siapa aku? Kamu benar sudah lupa rupanya. Kamu.. kamu benar-benar tidak ada apa-apa tanpa aku. Jadi berhentilah mengacau. Anna akan mati apabila ia melakukan sesuatu yang pantas untuk dibunuh. Jika kamu tidak suka itu, tinggal bilang kapan saja, bahwa kamu akan mundur dari kandidat presiden.”

Se-Joon menoleh ke arah Yoo-Jin tanpa berkata apa-apa.

“Ada apa dengan tatapan mata menyedihkanmu itu?” tanya Yoo-Jin sembari tertawa. “Aku adalah orang yang seharusnya dikasihani. Kamulah yang merayuku pada saat aku masih muda demi keinginan politik bodohmu. Dan aku jatuh padamu, meski aku tidak pernah sekalipun dicintai olehmu. Biarkan aku memberitahukanmu sesuatu yang memalukan untuk aku akui. Jantungmu biasanya berhenti berdetak setiap kali kamu menyentuhku hingga belakangan ini. Kamu tahu itu juga, bukan? Tentu saja. Dan terkadang kamu menggunakannya untuk keuntunganmu juga, untuk mengolokku. Tapi sayang sekali, aku sudah tidak punya perasaan itu lagi kepadamu. Silahkan saja pegang aku sekarang.”

Yoo-Jin tertawa lebar usai mengatakan itu semua. Ia melanjutkan, “Baiklah, aku akui, kamu dulu keren. Muda, cerdas. Atau mungkin itu yang aku percaya. Seperti para pemilihmu. Tapi bukan itu masalahnya. Kamu juga tua, licik, dan menjijikkan pada saat itu, seperti halnya sekarang. Itu sebabnya kamu bisa mengkhianati Ume Hye Rin yang sangat mencintaimu dan membiarkan mati, dengan menggunakan kemarahan dan kecemburuanku untuk keuntunganmu. Dasar makhluk menjijikkan.”

Kali ini Yoo-Jin tidak lagi tertawa. Dengan tatapan geram dan mata berkaca-kaca, ia berkata, “Aku hendak menyuruh anak buahku memotong tangan itu yang merupakan tangan pertama yang pernah memukul wajahku, tapi aku memutuskan untuk membiarkanmu menyimpannya karena kamu akan membutuhkannya untuk berjabatan tangan selama kampanyemu. Jaga itu baik-baik karena nanti aku akan kembali untuk mengklaimnya di saat kamu sudah tidak memerlukannya lagi.”

Se-Joon hanya terdiam mendengar semua perkataan Yoo-Jin.

Yoo-Jin lantas berdandan hingga maksimal. Di dalam mobil, saat ditanya oleh bodyguard kemana tujuannya, ia hanya tersenyum. Sementara itu, Je-Ha, Anna, Mi-Ran, dan rekan-rekan bodyguard lain yang sebelumnya ikut serta dalam penyerangan ke markas Gwan-Soo, sedang asyik makan malam dan minum-minum bersama-sama di sebuah restoran. Je-Ha sempat melarang Anna minum soju, tapi Seo dan yang lain memintanya membiarkannya. Anna pun juga ingin karena yakin tidak akan mabuk kalau hanya minum segelas. Je-Ha akhirnya memperbolehkannya.

Kehebohan mereka di restoran disaksikan dengan tatapan sedih dan mata berkaca-kaca oleh Yoo-Jin dari dalam mobilnya.

“Apakah ia selalu sedekat itu dengan anggota Team Offensive?” tanya Yoo-Jin.

“Tidak, nyonya, tapi… haruskah aku memanggil K2 kemari?” tanya bodyguardnya.

“Tidak. Aku yakin ia lelah. Biarkan ia minum dan beristirahat untuk hari ini. Bwa dia ke Cloud Nine besok pagi.” jawab Yoo-Jin.

Usai makan, mereka semua kembali ke safe house Anna. Seo mengucapkan terima kasih pada Je-Ha, yang membuat Je-Ha heran.

“Ada apa denganmu? Ada apa denganmu, big bro? Ini bukan seperti dirimu sama sekali.” tanya Je-Ha.

“Big bro?” tanya Seo.

Tiba-tiba Seo memeluk Je-Ha dengan erat. Je-Ha jadi risih sendiri dan mendorongnya pergi dengan kakinya. Sementara Anna di sampingnya tertawa sendiri melihat ulah keduanya. Seo lalu menepuk pundak Je-Ha dan bergabung dengan rekan-rekan bodyguard lainnya.

Saat hendak pulang, mereka baru sadar bahwa mereka semua mabuk kecuali Seo. Akhirnya mereka tidak jadi pulang dan malah menginap bersama di safe house. Mi-Ran bahkan memakaikan masker pada mereka. Je-Ha yang masuk ke ruangan dan melihat yang lain memakai masker langsung memasang wajah jijik. Apes baginya, Anna memaksanya untuk ikutan memakai masker. Mi-Ran tertawa geli melihatnya.

Karena harus tidur bersama yang lain, Je-Ha jadi tidak bisa tidur. Tidak saja ada yang mendengkur, Seo di sebelahnya bahkan tiba-tiba memukulnya tanpa ia sadar. Belum Sung-gyu (Lee Jae-woo) yang memeluknya karena membayangkan sedang tidur di samping Mi-Ran. Berbeda dengan Anna yang senyum-senyum sendiri dengan bahagia sambil terbaring di tempat tidurnya. Ia lalu teringat punggung Je-Ha yang tadi ia tepuk dan reflek Je-Ha mengaduh, walau kemudian mengaku tidak apa-apa. Sambil membawa kotak P3K, ia menemui Je-Ha di atap.

Saat menuju ke sana, Anna terkagum-kagum melihat loteng yang sudah dibersihkan dan dirapikan. Je-Ha ternyata yang meminta ibu Mi-Ran untuk mengurusnya. Anna lalu menatap ke arah Je-Ha dan melangkah mendekatinya, kemudian membuka kancing baju Je-Ha. Je-Ha pun kaget.

“Hei, apa yang kamu lakukan,” tanya Je-Ha.

“Lepaskan ini,” jawab Anna.

“Sekarang? Kenapa tiba-tiba…”

Anna tidak menghiraukannya dan membuka jas Je-Ha. Je-Ha menampik tangan Anna.

“Hei, tidakkah kamu sedikit cabul sekarang?” tanyanya lagi, kali ini dengan berbisik. “Kamu tidak bisa.”

“Kenapa tidak? Diam saja.” ujar Anna.

“Aku belum siap untuk hal semacam itu sekarang,” respon Je-Ha.

Ternyata Anna hanya ingin merawat luka-luka di punggung Je-Ha. Je-Ha berjanji besok akan menemui dokter JSS.

“Kamu punyaku, ingat? Jadi kamu tidak boleh asal merawat tubuhmu seperti ini.” perintah Anna.

Je-Ha terdiam sejenak, lalu berkata, “Oke, aku tidak akan melakukannya.”

Usai membersihkan luka Je-Ha dan menutupnya dengan perban, mereka berdua duduk-duduk di atap.

“Malam jadi semakin dingin,” ujar Anna.

“Tunggu sebentar,” respon Je-Ha.

Ia lantas mengambil selimut yang memang sudah ia siapkan di balik salah satu jendela di dekat atap, lalu menggunakannya sendiri. Anna menatapnya dengan sebal. Je-Ha tertawa, lalu memakaikan selimut itu pada Anna dan memeluknya dari belakang.

“Tapi… apa kita cuma punya satu selimut?” tanya Anna.

“Tidak,” jawab Je-Ha.

“Lalu kenapa kamu melakukan ini?” tanya Anna lagi, sambil tertawa.

Je-Ha tidak menjawabnya, hanya tersenyum.

“Anna, nanti, suatu saat nanti, maukah kamu pergi ke Spanyol dan tinggal bersamaku?” tanya Je-Ha.

Anna terdiam.

“Kenapa? Kamu tidak mau pergi?” tanya Je-Ha lagi.

“Tempat itu adalah tempat dimana aku benar-benar ingin melarikan diri. Tapi, tempat itu juga tempat pertama kali kita bertemu. Tentu, ayo pergi. Aku rasa semua akan baik-baik saja bersamamu.” jawab Anna.

Je-Ha tersenyum senang mendengarnya.

“Tapi ngomong-ngomong,” ucap Anna, “tidak banyak yang aku tahu tentang kamu. Apa yang kamu lakukan di Spanyol?”

Je-Ha terdiam sejenak, lalu berkata, “Aku sedang dalam pengejaran. Karena mereka menjebakku atas pembunuhan terhadap orang yang tidak bisa aku lindungi.”

“Apakah itu orang yang kamu cintai?”

Je-Ha mengangguk pelan.

“Dan itu sebabnya kamu mengalami mimpi buruk tiap malam?” tanya Anna lagi.

“Ya,” jawab Je-Ha.

Anna lantas memeluk Je-Ha. Ia berkata, “Itu pasti sulit bagimu. Tidak… Itu pasti masih terasa sulit bagimu hingga sekarang.”

Je-Ha hendak mengatakan sesuatu, namun ia mengurungkannya, dan membenamkan wajahnya ke pelukan Anna. Air matanya mulai menetes.

“Aku baik-baik saja, Anna,” ujar Je-Ha lirih.

Ia lalu mengangkat kepalanya, melepaskan pelukan Anna, dan berkata, “Anna, aku tidak punya sesuatu yang ingin aku lindungi sebelumnya, jadi aku tidak merasa kehilangan. Tapi sekarang aku sudah menemukan orang yang ingin aku lindungi. Aku rasa aku bisa bahagia sekarang.”

“Kapan kamu pikir kita akan bisa berangkat ke Spanyol?” tanya Anna.

“Well, setelah perang ini berakhir?” jawab Je-Ha.

Esok harinya Je-Ha menuju ke Cloud Nine. Ia sempat heran dengan bodyguard-bodyguard JSS yang menyapanya dengan ramah. Termasuk sekretaris Kim, yang bahkan memberi hormat kepadanya saat ia hendak masuk ke ruangan Yoo-Jin. Je-Ha mengatakan bahwa ia tidak membawa kepala Gwan-Soo, jadi Dong-Mi tidak perlu khawatir.

“Ku mohon, maafkan aku atas sikapku kemarin kepadamu,” ucap Dong-Mi, yang membuat Je-Ha jadi makin heran.

“Ada apa dengan dia?” tanya Je-Ha pada Yoo-Jin.

“Kenapa? Wajar saja. Kamu kan pahlawan yang telah menyelamatkan JSS. Tidak perlu khawatir dengan sikapnya. Ia mungkin hanya takut kehilangan kepalanya.”

“Aku yakin kamu tahu, tapi aku tidak membawa kepala Park Gwan-Soo,” respon Je-Ha,” Jadi tidak ada yang bisa dilakukan untuk itu.”

“Apa kamu masih ingin agar aku memberikannya kepadamu? Kepala sekretaris Kim maksudku.”

“Terkadang, leluconmu terdengar seperti engkau sedang serius,” jawab Je-Ha.

“Ku rasa aktingku memang benar-benar bagus,” balas Yoo-Jin.

Sementara itu, Sung-Won mendatangi safe house dan mengatakan bahwa Mi-Ran, Sung-Gyu, dan ibu Mi-Ran kini bekerja untuknya. Ia juga meminta agar seluruh sistem keamanan di rumah tersebut diganti dengan miliknya, sembari memberikan salah satu kartu kreditnya yang tidak terbatas untuk membayar biaya penggantian tersebut. Entah benar atau tidak, Sung-Won mengatakan bahwa rumah tersebut sebenarnya adalah atas nama perusahaan, jadi ia bebas melakukan apa saja terhadap rumah itu. Termasuk niatnya yang berikutnya untuk mengubah kepemilikan rumah itu agar menjadi milik Anna.

Saat Sung-Gyu hendak pulang, Anna menanyakan letak makam ibunya. Sung-Gyu memberitahunya untuk sekaligus datang ke acara fashion show yang diadakan sebagai tribut untuk Ume Hye Rin malam nanti. Anna menyetujuinya.

Kembali ke Cloud Nine, Je-Ha menceritakan tentang ‘bau darah’ yang diucapkan oleh Gwan-Soo. Yoo-Jin berjanji untuk menyelidikinya lebih lanjut bersama Mirror. Ia juga mengatakan bahwa sekarang waktunya untuk memasang perangkap karena yakin sebentar lagi Gwan-Soo akan menghubungi Je-Ha.

“Keinginannya untuk membunuhku telah tumbuh dan menjadi lebih kuat. Dan kamu pun harus tumbuh semakin dekat dengannya,” ujar Yoo-Jin pada Je-Ha.

Setelah Je-Ha meninggalkan Cloud Nine, sekretaris Kim yang sedari tadi menunggu di luar mendatangi Yoo-Jin.

“Baiklah. Sekarang waktumu untuk melakukan pekerjaanmu juga.” ucap Yoo-Jin.

“Ya, nyonya, itu sudah dimulai.”

“Benarkah? Je-Ha jangan sampai tahu tentang ini apapun yang terjadi. Kamu mengerti, bukan?”

Sekretaris Kim memastikannya.

[wp_ad_camp_1]

Preview Episode 12

Berikut ini video preview episode 12 dari drakor The K2:

» Sinopsis The K2 eps 12 selengkapnya

sinopsis thek2 11

Leave a Reply