Menggantikan “The Good Wife” yang sudah habis masa tayangnya, ini dia serial drama korea “The K2″ / 더 케이투 (Deo Keitu)”, yang dibintangi oleh Ji Chang-Wook dan im Yoona. Drama romantis bergenre action thriller dengan nuansa politik ini merupakan drakor pertama yang menggunakan efek Bullet Time seperti yang dulu kita lihat di The Matrix serta menjanjikan berbagai tehnik beladiri, terhmasuk systema, taekwondo, aikido, dan jujutsu. Syutingnya pun tidak main-main karena beberapa adegan diambil di Spanyol. Keren, kan? Biar gak makin penasaran, langsung deh simak sinopsis The K2 episode 1-nya berikut ini.
Sinopsis Episode 1
Tidak bisa tidur, Ko An-Na kecil turun dari tempat tidurnya untuk berdoa. Mendadak ia mendengar sesuatu dari lantai bawah. Mengira itu adalah ayahnya yang datang, An-Na bergegas turun. Tidak ada seorang pun di lantai tengah. Ia lantas masuk ke kamar ibunya dan mendapati ibunya sudah tergeletak tak bernyawa. Sebotol obat-obatan tergeletak di tangannya dan jendela kamar terbuka lebar. Tanpa ia sadari, ada seseorang sedang bersembunyi di balik pintu kamar. Pintu tersebut perlahan tertutup dan terdengar suara jeritan An-Na.
Seorang wanita membawa An-Na ke sebuah katedral di Spanyol. Ia menyerahkan An-Na pada biarawati yang ada di sana lalu meninggalkannya. Tak lama kemudian, An-Na berjalan mengikuti biarawati tersebut. Waktu berlalu dalam sekejab, dan kini, An-Na dewasa (Im Yoona) sedang berusaha untuk kabur dari tempat tersebut. Dengan berjalan kaki, ia berhasil menyusup keluar dari kathedral dan berlari hingga tiba di kota Barcelona. Wajahnya terlihat ketakutan dan panik. Apalagi saat tidak sengaja uang koin yang ia bawa terjatuh di zebra cross, sehingga ia harus memungutinya satu persatu di tengah mobil-mobil yang sudah tidak sabar hendak melaju dan terus membunyikan klaksonnya.
Di suatu tempat, masih di Barcelona, Kim Je-Ha (Ji Chang-Wook) terbaring dalam kondisi tubuh penuh luka. Sepertinya ada bekas tusukan / tembakan di bagian perutnya. Dengan mengumpulkan tenaganya, ia perlahan bangkit dan mengintip kondisi jalanan di depan kamar hotelnya. Tak lama, setelah berganti pakaian, ia pun pergi meninggalkan tempat tersebut.
An-Na tiba di subway. Beberapa orang terlihat sudah menunggunya di depan stasiun. Melihat An-Na masuk ke dalam, salah satu di antaranya segera menyusulnya. Di dalam stasiun, An-Na yang berlari dengan panik tanpa sengaja bertabrakan dengan Je-Ha hingga terjatuh. Je-Ha pun mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri, sambil menanyakan kondisinya. Melihat (dan mendengar) orang yang baru saja ia tabrak adalah sesama orang Korea, An-Na lantas meminta pertolongan kepadanya. Je-Ha menolak untuk itu dan melanjutkan melangkah pergi.
Demikian pula An-Na yang kembali berlari hingga tiba di peron kereta. Apesnya, kereta saat itu belum datang. Mengetahui orang yang mengejarnya hampir tiba, ia segera bersembunyi di balik pilar. Namun sayang, upayanya diketahui oleh si pengejar, yang mengajaknya untuk kembali ke ‘rumah’. Karena An-Na berusaha untuk kabur, orang tersebut lantas menariknya dengan paksa. Tiba-tiba seseorang datang dan memegang pundaknya.
“Hentikan,” ujar orang tersebut yang ternyata adalah Je-Ha. Ia menoleh ke arah An-Na dan berkata, “Cepat pergilah”.
Bukannya pergi, An-Na malah menonton keduanya bertarung dengan sengit. Baru setelah musuh Je-Ha sempat unggul dan kembali mengejarnya, An-Na bergegas meninggalkan peron. Perkelahian berlanjut dan berakhir dengan kemenangan Je-Ha. Ia lalu membuka dompet orang tersebut dan ternyata ia adalah seorang polisi! Segera ia pun pergi meninggalkan TKP. Saat itu, petugas keamanan yang melihat kejadian barusan melalui CCTV melaporkan kepada pihak berwajib.
Saat naik kembali ke stasiun, An-Na kembali menghampiri Je-Ha dan minta agar diantarkan ke ayahnya yang kini berada di Madrid. Je-Ha menolak. An-Na terus memaksa karena ia terus dikejar oleh orang-orang jahat dan tidak bisa pergi ke sana sendirian.
“Jika orang jahat yang kau maksud adalah polisi, maka kamulah orang jahat sesungguhnya, oke?” ujar Je-Ha.
An-Na terus memaksanya. Tapi Je-Ha tidak bergeming. Sesaat kemudian dua orang petugas keamanan muncul. Je-Ha meminta An-Na untuk segera pergi dan kembali ia bertarung menghadapi mereka. Kali ini tidak butuh waktu terlalu lama untuk melumpuhkan keduanya. Keluar dari stasiun, lagi-lagi Je-Ha bertemu dengan An-Na. Namun kali ini berbeda. An-Na sudah tertangkap oleh rekan si pengejar yang tadi dihajar Je-Ha di peron dan saat ia berada di dalam mobilnya. Ia terus-terusan memukul jendela mobil, meminta pertolongan pada Je-Ha. Meski berat, Je-Ha memutuskan untuk tidak melakukannya dan masuk ke dalam taksi untuk menuju ke bandara.
6 bulan berlalu. Je-Ha saat ini berada di Seoul dan membuat bisnis pembuatan dan pemasangan reklame bernama “Tae Shin Ads”. Hari menjelang malam ketika tiba-tiba ponselnya berbunyi dan seseorang memintanya untuk datang memperbaiki banner reklame yang hampir jatuh karena terkena angin. Tanpa membuang waktu ia pun memasuki mobilnya dan memacunya menuju tempat kliennya berada.
Tempat yang ia tuju ternyata adalah gedung perkantoran yang menjadi basis kampanye dari Jang Se-Joon (Cho Seong-Ha), seorang kandidat presiden. Sempat tidak diperbolehkan masuk oleh bodyguard yang berjaga karena sudah lewat waktu kerja, seorang nenek petugas cleaning service membantu meyakinkan mereka sehingga akhirnya Je-Ha boleh melakukan tugasnya malam itu juga dengan ditemani oleh salah seorang bodyguard.
Saat ia sedang beraksi mengencangkan ikatan-ikatan banner yang ada di dinding luar gedung, beberapa van hitam yang didalamnya berisi beberapa orang dengan mengenakan topeng biru melaju mendekat ke arah gedung. Sementara itu, di dalam salah satu kamar gedung, Se-Joon masuk ke dalam dan mendapati wanita simpanannya sudah menunggu dengan menuangkan anggur. Setelah sempat sejenak melampiaskan kangennya, Se-Joon menghentikan aktivitas mereka sejenak untuk menyimak siaran langsung mengenai istrinya, Choi Yoo-Jin (Song Yoon-A), yang sedang diwawancarai seputar kegiatannya dalam mendukung kampanye suaminya.
Di parkiran mobil, pasukan bertopeng biru mulai bergerak masuk ke dalam gedung. Se-Joon masih asyik menonton istrinya, yang terlihat cukup rendah diri dan humble di dalam interview tersebut. Selingkuhannya akhirnya tidak sabar lagi dan lantas mematikan layar televisi tersebut. Se-Joon membalasnya dengan ciuman yang mesra dan penuh gairah.
Sementara keduanya memadu kasih, pasukan bertopeng biru sudah semakin bergerak masuk ke dalam gedung. Saat itu Se-Joon baru menyadari keberadaan Je-Ha yang sedang membenarkan tali pengikat banner. Je-Ha sendiri sama kagetnya karena ia juga baru memperhatikan kamar tempat ia berada saat itu. Se-Joon segera menghentikan ciumannya dan meminta kekasihnya untuk menutup tirai jendela. Tanpa disangka, tiba-tiba ia mulai merasa pusing dan tak sadarkan diri beberapa saat kemudian. Kekasihnya tersenyum dan memintanya tidak perlu khawatir karena sebentar lagi semua akan berakhir. Ia lantas mengedipkan mata ke arah Je-Ha dan menutup tirai jendela.
Satu demi satu bodyguard Se-Joon yang berjaga di gedung dapat dilumpuhkan oleh pasukan bertopeng biru. Para petugas yang sedang bekerja pun tidak luput dari mereka, termasuk si nenek cleaning service, yang dihajar kepalanya oleh gagang pistol. Je-Ha yang melihatnya sempat berusaha memberitahu si nenek untuk pergi, namun usahanya sia-sia. Sebaliknya, orang yang baru saja memukul si nenek, yang kini terjatuh dengan kepala bersimbah darah, mengetahui ada Je-Ha di luar sana. Walau demikian, ia hanya tersenyum sinis kepadanya.
Seiring dengan kamera yang dikeluarkan oleh salah satu pasukan bertopeng, kekasih Se-Joon mengatur posisinya bersama Se-Joon di tempat tidurnya. Rupanya, mereka berniat untuk menjatuhkan atau memeras Se-Joon dengan membuat foto-foto ia sedang berselingkuh. Untungnya, salah seorang bodyguard Se-Joon sempat menekan tombol darurat sesaat sebelum ia terjatuh. Mode darurat pun aktif, alarm berbunyi, dan pintu kamar Se-Joon otomatis terkunci. Mendengar alarm tersebut, bodyguard yang berada di luar segera masuk ke dalam. Begitu pula dengan pihak kepolisian, yang segera meluncur ke TKP.
Kekasih Se-Joon panik karena tidak bisa keluar dari kamar. Sementara Je-Ha, tidak bisa lagi menahan diri melihat kondisi si nenek, memutuskan untuk menerjang kaca (dengan memanfaatkan obeng yang ia miliki) dan masuk ke dalam. Beberapa anggota pasukan bertopeng yang ada di sana segera mengeroyoknya. Tapi berhubung Je-Ha jagoannya, sudah pasti ia yang menang 😀
Polisi tiba di gedung. Salah satu anggota pasukan bertopeng yang berjaga di mobil segera memberitahu rekan-rekannya untuk lekas meninggalkan tempat. Je-Ha, yang tidak mempedulikan mereka kabur atau tidak, segera mendatangi nenek cleaning service dan kembali mengecek kondisinya. Salah satu bodyguard dan polisi tiba tak lama kemudian di ruangan tersebut. Si bodyguard melihat ke arah Je-Ha, yang meminta untuk dipanggilkan ambulans.
Tak lama, setelah melihat nenek cleaning service sudah dibawa masuk ke dalam ambulans, Je-Ha pun pergi meninggalkan gedung. Sedangkan di dalam, kepala bodyguard penasaran dengan seorang petugas pemasang banner yang mampu memecahkan kaca gedung yang tebal hanya dengan bermodal obeng.
Sementara itu, di lokasi talkshow, Ji-Yeon, si pewawancara, menanyakan tentang gosip bahwa kesuksesan Se-Joon sebenarnya berasal dari mertuanya, mengingat Yoo-Jin adalah anak tertua dari CEO JB Group, konglomerat terkuat di Korea. Dengan tenang, Yoo-Jin bisa membalikkan pertanyaan tersebut menjadi simpati, dengan mengatakan bahwa sebenarnya ayahnya tidak ingin punya menantu yang bergerak di bidang politik. Ji-Yeon kembali mengejar Yoo-Jin, dengan menanyakan tentang saham JB Group yang dimiliki Yoo-Jin. Yoo-Jin terdiam mendengarnya.
Melihatnya, asisten Yoo-Jin (Shin Dong-mi) memberi tanda pada kru syuting untuk menghentikan talkshow terlebih dulu. Break iklan pun disajikan. Setelah mematikan perekam suaranya, dan meminta Ji-Yeon untuk melakukan hal yang sama, Yoo-Jin mempertanyakan pertanyaan Ji-Yeon barusan, yang sebelumnya sudah ia katakan untuk jangan pernah menyinggungnya di dalam talkshow. Ji-Yeon berdalih bahwa semua orang berhak tahu dan akan lebih baik jika ia yang menanyakannya ketimbang orang lain. Dengan tetap tenang, Yoo-Jin mengancamnya dengan halus akan melakukan sesuatu terhadap anak laki-lakinya. Mau tidak mau Ji-Yeon meminta maaf dan berjanji tidak akan melakukannya lagi.
Topeng Yoo-Jin yang berpura-pura lugu dan rendah hati berlanjut hingga ke ruang makeup, saat ia memberikan seplastik kue kering bikinannya kepada petugas makeup, yang lantas memfotonya dan menyebarkannya ke sosmed. Tak lama asisten Yoo-Jin masuk dan mengabarkan mengenai penyerangan terhadap kantor suaminya. Saat ditanya siapa pelakunya, asistennya mengatakan bahwa ia yakin pelakunya adalah kandidat presiden lainnya, Park Gwan-Soo (Kim Kap-Soo). Yoo-Jin tidak terlalu heran mendengarnya. Ia lantas meminta asistennya untuk mengatur TKP agar seolah orang yang tidak dikenal yang melakukannya. Ia juga meminta asisten tersebut untuk membiarkan wanita selingkuhan suaminya untuk saat ini, karena mungkin suatu saat ia akan membutuhkannya.
Ponsel Yoo-Jin berdering. Se-Joon ternyata yang menelpon dan ia pun ngobrol dengan Yoo-Jin seolah tidak pernah berbuat salah. Ia bahkan meminta Yoo-Jin untuk mengurus si pemasang banner (alias Je-Ha) karena sudah sempat melihat wajahnya. Dengan menahan kesal Yoo-Jin menyanggupinya. Ia lantas menelpon direktur JSS (perusahaan keamanan yang bertanggung jawab mengamankan Se-Joon), yang saat ditanya mengenai si pemasang banner langsung gelagapan. Begitu telpon ditutup, Gwan-Soo heran mengapa Yoo-Jin bisa tahu mengenai hal tersebut. Ia kemudian menanyakan apakah orang-orang mereka sudah bergerak, dan diiyakan oleh anak buahnya.
Kepala bodyguard Jo berulangkali memutar ulang video rekaman aksi Je-Ha hingga akhirnya sebuah gerakan Je-Ha mengingatkannya pada sesuatu. Ia bergegas menemui direktur JSS dan memintanya untuk memerintahkan orang-orang mereka yang sedang menuju ke tempat Je-Ha untuk mundur, karena mereka pasti akan mati di tangannya. Sementara itu, Je-Ha yang sedang packing, bersiap untuk pergi, menyadari kedatangan sekelompok orang di halaman tempat tinggalnya.
Je-Ha ternyata adalah mantan prajurit anak buah kepala bodyguard Jo di Special Force dan merupakan orang paling kuat yang pernah ia latih! Masalahnya, direktur JSS tidak mempercayainya meski Jo berulang kali memintanya untuk menarik mundur pasukan mereka. Jo lantas meninggalkannya begitu saja sembari mengatakan bahwa sebentar lagi ia akan menerima kebenaran dari apa yang baru saja ia ceritakan. Dan memang, satu demi satu anggota pasukan JSS yang datang berhasil dilumpuhkan oleh Je-Ha. Ia pun pergi meninggalkan tempat tinggalnya, sembari membongkar dan membuang ponselnya.
Jo dan salah satu bodyguard tiba di tempat Je-Ha. Jo lega bahwa tidak ada satupun dari anak buahnya yang mati. Sedangkan Se-Joon tiba di rumah dan mendapati istrinya terlihat sedang memikirkan sesuatu. Ia lantas bertanya, apakah ada hal lain yang membuat masalah selain dirinya.
“Anakmu,” jawab Yoo-Jin singkat.
Se-Joon menghampiri dan memeluk Yoo-Jin. Ia bertanya, “Ada apa dengan An-Na?”
“Ia kabur lagi,” jawab Yoo-Jin. “Ia seharusnya sudah dewasa sekarang, tapi sepertinya tidak.”
Yoo-Jin melepaskan pelukan Se-Joon. Dengan nada menyindir ia bertanya, “Apakah mungkin itu karena apel jatuh tidak jauh dari pohonnya?”
“Jika terjadi sesuatu pada anak itu,” ujar Se-Joon, “kontrak kita berakhir dan impas. Kamu tahu itu, kan?”
Se-Joon berlalu dan meninggalkan Yoo-Jin yang matanya terlihat berkaca-kaca menahan tangis.
Di Spanyol, An-Na kembali terlihat berlari di jalanan kota. Saat menyeberang jalan, ia hampir tertabrak mobil seorang desainer fashion yang baru saja melangsungkan fashion show. An-Na melihat kilau cahaya lampu mobil dari mobil fashion designer tersebut, serta mobil-mobil lainnya, dengan gemetar.
“Tidak. Tidak mungkin” ujarnya.
[wp_ad_camp_1]
Leave a Reply