Review Film Wewe (2015)

Hingga saat artikel ini ditulis, “Wewe” adalah satu-satunya film bergenre horor yang pernah dibintangi oleh aktor papan atas Agus Kuncoro. Saya juga baru tahu belakangan setelah usai menonton dan mengecek filmografi beliau di internet. Dengan rekam jejaknya yang lebih sering membintangi film-film berkualitas, tepatkah pilihan beliau masuk ke dalam proyek Rizal Mantovani ini? Simak sinopsis dan review singkatnya di bawah ini.

Sinopsis Singkat

poster wewe

Pasangan suami istri Jarot (diperankan oleh Agus Kuncoro) dan Irma (diperankan oleh Inong Nidya Ayu) baru saja pindah ke sebuah rumah yang terpencil. Meski sudah tua, rumah tersebut cukup besar dan mewah. Sayangnya, keputusan Jarot membeli rumah tersebut ditentang habis-habisan oleh Irma. Pun begitu dengan Luna (diperankan oleh Nabilah JKT48) yang merasa tidak begitu nyaman tinggal di sana. Satu-satunya anggota keluarga yang santuy dengan rumah barunya adalah Aruna (diperankan oleh Khadijah Banderas), adik Luna.

Dengan Jarot dan Irma yang sering bertengkar serta Luna yang sibuk dengan aktivitasnya, Aruna jadi merasa kesepian. Ceritanya tentang adanya sosok nenek di dalam rumah serta dirinya yang beberapa kali diganggu sama sekali tidak mendapat tanggapan. Hingga akhirnya suatu ketika Aruna menghilang begitu saja.

Irma menyalahkan Jarot atas hilangnya Aruna. Ia memilih untuk pergi dari rumah dan meninggalkan keluarganya. Sementara itu, Jarot dan Luna, dengan dibantu warga sekitar, berusaha untuk mencari keberadaan Aruna.

Dari anak tetangga sebelah, Luna kemudian mendapat petunjuk mengenai rumahnya yang sebenarnya angker. Ia pun berhasil menemukan adiknya yang ternyata diculik Wewe Gombel dan disembunyikan di loteng rumah. Setelah Jarot dan Irma rujuk, mereka memutuskan untuk meninggalkan rumah tersebut untuk selama-lamanya. Tanpa disadari, yang dibawa oleh Luna bukanlah Aruna yang sesungguhnya, melainkan jelmaan dari Wewe Gombel.

Tanggal Rilis: 16 April 2015
Durasi: 1 jam 40 menit
Sutradara: Rizal Mantovani
Produser: Gope T. Samtani
Penulis Naskah: Anto Nugroho, Bayu Abdinegoro
Produksi: Rapi Films
Pemain: Nabilah Ratna Ayu Azalia, Agus Kuncoro, Inong Ayu, Khadijah Banderas, Yafi Tesa Zahara, Dian Nova

Review Singkat

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Menonton tanpa melihat info maupun sinopsis “Wewe” terlebih dahulu, saya kaget begitu melihat hadirnya Agus Kuncoro sebagai salah satu pemeran utama. Harapan pun terbit mengingat aktor sekelas beliau biasanya bermain di film-film yang memang berkualitas.

Di satu sisi tidak salah. Sebagai sebuah film horor, film ini mampu menghadirkan atmoster yang mencekam. Rizal Mantovani, sutradara, tidak mengumbar sosok hantu Wewe Gombel dengan royal. Rasanya di babak pertama maupun keduanya hanya sekilas-sekilas saja penampakannya.

Ada sebuah adegan yang cukup epik dan pasti akan selalu saya ingat. Setelah sebelumnya sempat mendapati adegan hantu (tangannya aja) nyolong HP, kali ini ada adegan wewe nggotong piano kecil. Mantap.

Khas film-film horor besutan Rizal Mantovani, desain Wewe Gombel di sini lumayan creepy. Jelas dipersiapkan dengan serius. Bisa jadi merupakan salah satu desain makhluk gaib terbaik yang pernah ada di film horor lokal.

Sayangnya, meski sukses menyajikan suasana menegangkan, film ini justru keteteran begitu karakter demi karakter dihadapkan langsung dengan penampakan. Terlihat berantakan dan terburu-buru. Alhasil, atmoster yang sudah dibangun sebelumnya menghambar begitu saja setelahnya.

Kesalahan utama sepertinya ada pada naskah skenario yang tidak solid. Beberapa adegan disematkan tanpa ada faedah yang jelas konkrit. Seperti saat Luna mengajak Aruna pergi ke Dufan karena kesal dengan suasana di rumah. Saya kira bakal berujung pada mereka berdua dicariin atau dimarahin orang tuanya atau gimana. Ternyata gak terjadi apa-apa. Ujug-ujug sudah malam dan keduanya sudah kembali di rumah.

Begitu juga saat Luna berjalan sendiri di tengah hutan lantas berujung pada pertemuannya dengan seorang nenek misterius. Nenek itu kemudian menceritakan tentang kemungkinan Aruna diculik wewe gombel dan disembunyikan di atas pohon. Yang terjadi setelahnya? Gak ada. Informasi dari si nenek terlihat diabaikan begitu saja oleh Luna. Ia bahkan tidak mencari adiknya itu di pohon seperti yang disarankan oleh si nenek. Nyatanya, Aruna pun memang tidak digondol Wewe di pohon, melainkan di loteng rumah.

Bobroknya naskah dilengkapi dengan perpindahan antar adegan yang kasar dan acap membingungkan. Alur seolah melompat begitu saja tanpa ada kejelasan. Contohnya saat Aruna ngobrol lalu tertidur di pangkuan Luna. Adegan berikutnya ia sudah dinyatakan syok atau trauma. WTH?

Dengan usianya yang masih sangat belia, saya tidak akan mengkomentari akting Khadijah Banderas sebagai Aruna. Namun untuk tiga pemeran utama lainnya — Agus Kuncoro, Nabilah JKT48, dan Inong Nidya Ayu — saya rasa cukup berhasil memerankan karakter mereka masing-masing dengan baik. Terutama Agus dan Inong sebagai suami istri bermasalah, yang sukses bikin emosi teraduk-aduk. Pun begitu dengan Nabilah. Sekilas memang terlihat biasa saja. Tapi jika merujuk pada karakternya yang digambarkan sebagai remaja kritis dan pemberani, well, yang saya lihat di layar ya memang karakter Luna yang kritis dan pemberani.

Penutup

Berhasil membangun atmoster mencekam, namun gagal menakut-nakuti gegara eksekusi jump scare yang tidak rapi dan tergesa-gesa. Naskah skenario pun terlihat dipaksakan untuk bisa memenuhi durasi 100 menit sehingga ada beberapa adegan yang tidak bermanfaat dan seharusnya disingkirkan. Anehnya, untuk sutradara sekelas Rizal Mantovani, masih terdapat beberapa perpindahan adegan yang kasar dan gak jelas. Sangat tertolong berkat akting pemain yang meyakinkan serta adegan wewe gotong piano yang memorable. 5/10.

Catatan: rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

rf wewe

Leave a Reply