“Dendam Azalea” atau “Till Death: Azalea’s Wrath” adalah film Malaysia pertama yang dirilis secara eksklusif di layanan VoD Netflix. Tepatnya pada bulan Agustus 2009 lalu. Sesuai judulnya, genrenya adalah horor. Dengan raihan rating 3.2 di IMDB, layakkah film ini membuka jalan bagi konten-konten eksklusif Malaysia lainnya di Netflix? Simak sinopsis dan review singkatnya di bawah ini untuk tahu jawabannya. Cekidot!
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Alur Cerita / Sinopsis Singkat
Pasca mengalami keguguran, pasangan suami istri Azman (diperankan oleh Khir Rahman) dan Suraya (diperankan oleh Vanidah Imran) memutuskan untuk mengadopsi seorang anak laki-laki bernama Amar (diperankan oleh Muhammad Hairul Redzuan). Dengan niat memulai segalanya dari awal, mereka juga sekaligus membeli sebuah rumah yang sepertinya sangat disukai oleh Amar.
Sementara itu, di tempat lain, ada pasangan perampok Shahidan (diperankan oleh Nam Ron) dan Samad (diperankan oleh Kodi Rasheed). Samad mengajak Shahidan untuk sekali lagi melakukan aksi kriminal. Namun Shahidan tidak bersedia karena sedang diawasi oleh inspektur Bakri (diperankan oleh Zain Hamid). Samad sendiri mengaku sering mendapat gangguan mistis sejak aksi mereka yang terakhir beberapa bulan lalu.
Setelah melalui serangkaian insiden, terungkap bahwa rumah baru Azman dan Suraya adalah bekas rumah milik putri seorang milyuner, Nur Azalea (diperankan oleh Zulaika Zahary). Azalea tanpa sengaja dibunuh oleh Shahidan dan Samad yang hendak menjarah hartanya. Untuk menyembunyikan jejak, mayatnya dibuang ke dalam bak air di halaman belakang rumah.
Selain itu, Amar ternyata adalah arwah dari putra Azalea, yang meninggal beberapa waktu setelah kejadian tersebut. Arwah Azalea yang penasaran membunuh Shahidan dan Samad. Suraya yang sempat dirasuki oleh Azalea turut jadi korban.
Tanggal Rilis: 8 Agustus 2019
Durasi: 1 jam 45 menit
Sutradara: Sein Qudsi
Produser: Sein Qudsi
Penulis Naskah: Sein Qudsi
Produksi: Camwerk Studios
Pemain: Khir Rahman, Vanidah Imran, Nam Ron, Kodi Rasheed, Zain Hamid, Zulaika Zahary
Review Singkat
“Till Death: Azalea’s Wrath” ini seperti dua cerita yang digabungkan menjadi satu dengan sebuah benang merah berbentuk arwah penasaran Azalea. Kisah pertama tentang pasangan Azman dan Suraya yang baru saja pindah rumah, sedang kisah kedua tentang sepasang perampok bernama Shahidan dan Samad, yang hendak beraksi untuk terakhir kalinya.
Keduanya memiliki porsi durasi yang nyaris imbang. Sehingga, dengan keterkaitan yang baru terungkap sepenuhnya di bagian akhir, ada kalanya saya merasa ceritanya membosankan dan bertele-tele.
Memang tidak semuanya misterius. Sebagian twist sudah bisa ditebak. Atau mungkin seluruhnya jika jeli. Saya termasuk yang sedang tidak konsen gegara menyimaknya sambil ngabuburit. Sampai-sampai tidak fokus pada clue yang jelas-jelas terpampang di awal. Bahwa yang diadopsi adalah hantu.
Sayangnya, di babak final terlihat sekali eksekusinya berantakan. Lubang-lubang kejanggalan bertumpuk. Terutama soal jenazah Azalea yang disimpan di dalam bak air di halaman rumah. Dengan pihak kepolisian sudah mengetahui sosok Azalea terakhir kali berada di rumah tersebut, aneh jika mereka tidak melakukan penyelidikan dan pengecekan secara menyeluruh.
Juga tentang jenazah Azalea yang saat diketemukan 6 bulan kemudian kondisinya sudah ‘terpotong-potong’ menjadi beberapa bagian. Padahal ia sama sekali tidak dimutilasi. Dari sekian banyak film yang memunculkan penemuan jenazah di dalam air, hanya di film ini saja kondisinya bisa sedemikian rupa.
Mungkin waktu syutingnya dulu berbarengan dengan bulan puasa. Hingga Sein Qudsi ikutan gak konsen, hehehe.
Dari segi horor, “Dendam Azalea” ini terbilang minim jump scare maupun penampakan. Gak bakal jantungan menontonnya. Apalagi pakai ditutup dengan jump scare murahan, yang justru bikin film ini makin turun kelas di mata saya.
Penutup
Sebagai sebuah film horor, “Till Death: Azalea’s Wrath” sebenarnya terbilang gagal. Tidak menyeramkan, juga tidak menegangkan. Ada satu dua jump scare, namun begitulah, tidak sukses bikin bulu kuduk berdiri. Ide dasar ceritanya lumayan menarik. Sayang eksekusinya bagi saya kurang baik, terasa membosankan dan dragging di beberapa titik. Adegan puncak yang seharusnya bisa jadi seru dinodai dengan lubang-lubang kejanggalan dalam cerita. 3/10.
Catatan: review serta rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi
Leave a Reply