Review Film The Ruins (Netflix, 2008)

Dirilis pada tahun 2008, kala itu “The Ruins” sukses meraih posisi box office dan langsung balik modal di minggu pertama penayangannya. Film bergenre supernatural horor ini disutradarai oleh Carter Smith dan diadaptasi dari novel karya Scott B. Smith dengan judul yang sama. Dengan rating 5.9 di IMDB, seperti apakah kira-kira film ini? Layakkah untuk ditonton? Simak sinopsis dan review singkatnya di bawah ini untuk tahu jawabannya.

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Sinopsis Singkat

poster theruins

Dua pasang kekasih, Jeff (diperankan oleh Jonathan Tucker) dan Amy (diperankan oleh Jena Malone) serta Eric (diperankan oleh Shawn Ashmore) dan Stacy (diperankan oleh Laura Ramsey) tengah berlibur di Meksiko. 2 hari sebelum liburan berakhir, mereka berkenalan dengan Mathias (diperankan oleh Joe Anderson), turis dari Jerman yang hendak mencari saudaranya, Heinrich, di sebuah situs penggalian arkeologi terpencil di tengah hutan. Mathias mempersilahkan jika Jeff dkk ingin ikut dengannya. Tidak ingin kehilangan momen spesial, mereka mengiyakan.

Esok harinya, mereka berlima ditambah dengan Dimitri (diperankan oleh Dimitri Baveas), turis Yunani kenalan Mathias, tiba di tempat yang dimaksud, bekas kuil suku Maya. Tanpa disangka, tiba-tiba muncul beberapa orang penduduk desa suku Maya bersenjata pistol dan busur yang bersikap agresif. Melihat Jeff dan Amy menginjak tanaman rambat di sekitar kuil, penduduk desa makin emosi. Ketegangan berujung pada Dimitri yang terbunuh oleh penduduk desa.

Panik, Jeff dkk langsung naik menuju puncak kuil. Ada bekas kemah milik tim Heinrich di sana, namun anehnya seperti sudah ditinggalkan begitu saja. Terdengar suara dering ponsel dari dalam lubang penggalian. Karena ponsel yang mereka bawa tidak satu pun yang memiliki sinyal, mereka lantas mencoba untuk mencari ponsel tersebut.

Apes, Mathias yang pertama turun langsung terhempas gegara tali pengerek putus. Mengetahui Mathias masih hidup, Jeff meminta salah satu di antara Amy atau Stacy turun. Berhubung Amy ketakutan, Stacy menawarkan diri untuk melakukannya. Saat dikerek turun, tali pengerek ternyata tidak mencukupi sehingga Stacy terpaksa melompat. Hal itu berimbas pada lututnya yang tertancap pecahan kaca dan terluka.

Stacy menemukan Mathias dalam keadaan bernyawa. Pun begitu, tulang punggungnya patah sehingga ia lumpuh. Amy yang panik sempat turun ke bawah dan meminta pertolongan pada penduduk desa. Tentu saja mereka mengabaikannya. Kesal, Amy meraih sejumput tanaman rambat dan melemparkannya ke arah mereka. Tanaman tersebut mengenai seorang anak kecil. Tanpa diduga, penduduk desa langsung membunuh anak kecil tersebut.

Sadar tidak mungkin bernegosiasi lagi, Jeff membawa Amy kembali ke atas. Setelah membuat papan seadanya, mereka berhasil mengangkat Mathias ke atas.

Pagi harinya, Stacy mendapati tanaman rambat memasuki lukanya. Eric buru-buru menarik tanaman tersebut keluar. Mathias ternyata mengalami hal yang sama, yang langsung dibereskan oleh Jeff. Sayangnya, kondisi Mathias lebih parah karena tanaman tersebut sudah sempat menggerogoti tulangnya.

Lagi-lagi terdengar suara dering ponsel dari dalam lubang galian. Stacy dan Amy turun untuk mencari ponsel tersebut. Setelah mencari, mereka mendapati bahwa itu bukanlah suara ponsel sungguhan, melainkan justru suara dari tanaman rambat. Tidak itu saja, tanaman rambat tersebut bisa bergerak seolah-olah hidup dan hendak menyerang mereka. Dengan ketakutan Stacy dan Amy kembali naik ke atas.

Mereka akhirnya menyadari alasan penduduk desa mengurung mereka di kuil tersebut. Namun masalah belum selesai. Menurut pengamatan Jeff, Mathias tidak akan selamat jika mereka tidak mengamputasi kedua kakinya yang sebelumnya telah digerogoti tanaman. Walau sempat terjadi perdebatan, Jeff, dengan bantuan Eric, memotong kedua kaki Mathias dengan peralatan seadanya. Tak lama setelahnya, terlihat tanaman rambat menarik potongan kaki Mathias masuk ke dalam semak tanaman.

Malam harinya, tanaman rambat membuat suara seolah-olah Amy berhubungan intim dengan Eric. Dibakar rasa cemburu, Stacy mengkonfrontasi keduanya. Di tengah keributan, tanaman rambat diam-diam memasuki tubuh Mathias hingga ia pun tewas.

Esok harinya, Stacy menunjukkan adanya tanaman rambat di dalam tubuhnya. Eric lantas menggores tubuh Stacy dengan pisau dan mengeluarkan tanaman tersebut. Stacy lalu mengatakan bahwa masih ada tanaman rambat lain di kepalanya. Untuk menenangkan Stacy, Amy memberikan alkohol kepadanya. Di saat Stacy meminumnya, Amy dan yang lain melihat ada tanaman rambat yang bergerak di kening Stacy.

Pagi berikutnya, Stacy bangun terlebih dahulu dan mencari pisau yang sebelumnya digunakan Jeff dan Eric. Tak lama, Eric bangun dan mendapati Stacy telah melukai beberapa bagian tubuhnya sendiri, berusaha untuk mengeluarkan tanaman rambat di dalamnya. Eric mencoba menenangkan Stacy. Stacy yang panik malah reflek menusukkan pisau yang ia bawa ke tubuh Eric hingga ia tewas.

Dengan kondisi tubuh yang kritis karena luka yang ia buat sendiri, Stacy memohon agar Jeff membunuhnya. Dengan berat hati Jeff melakukannya.

Jeff kemudian memberikan kunci mobil Heinrich dan mengoleskan darah Stacy ke sekujur tubuh Amy. Setelah itu, Jeff membopong tubuh Amy dan meletakkannya di bawah kuil. Jeff lalu mengalihkan perhatian penduduk desa dan mengorbankan dirinya hingga Amy mendapatkan kesempatan untuk kabur. Meski sempat dikejar oleh penduduk desa, Amy berhasil meninggalkan hutan dengan selamat menggunakan mobil Heinrich.

Tanggal Rilis: 4 April 2008
Durasi: 90 menit
Sutradara: Carter Smith
Produser: Stuart Cornfeld, Jeremy Kramer, Chris Bender
Penulis Naskah: Scott B. Smith
Produksi: DreamWorks Pictures, Spyglass Entertainment, Red Hour
Pemain: Jonathan Tucker, Jena Malone, Shawn Ashmore, Laura Ramsey, Joe Anderson

Review Singkat

“The Ruins” benar-benar menghancurkan prediksi saya. Dari sinopsisnya saya pikir film ini bakalan jadi film biasa-biasa aja mengingat premis yang diusung sudah pasaran. Tentang beberapa orang turis yang blusukan ke lokasi terpencil dan ujung-ujungnya mengalami pengalaman yang horor. Nyatanya, Scott B. Smith sukses meracik naskah skenario yang berkualitas, menjadikan film berdurasi 90 menit ini sangat layak untuk ditonton tanpa jeda.

Seperti sudah sering saya sampaikan dalam review-review sebelumnya, saya tidak pernah keberatan dengan ‘daur ulang alur’ atau penggunaan template cerita standar. Asalkan secara keseluruhan ceritanya bisa dinikmati dan tidak diwarnai kebobrokan di sana sini. “The Ruins” mampu membuktikan bahwa hal semacam itu mungkin terjadi. Nyaris tidak ada kejanggalan dalam cerita, selain saat karakter Amy dikejar suku Maya dan nyaris terkena anak panah. Alih-alih melesat dari belakang, anak panah tersebut justru muncul dari depan Amy, which is hil yang mustahal mengingat yang mengejarnya ada di belakang.

Tanpa menghadirkan makhluk gaib, film ini juga berhasil menghadirkan ketegangan berkat suasana mencekam yang dibangun. Tanaman rambat dalam posisi diam saja ada kalanya terlihat creepy. Apalagi kalau bisa bergerak-gerak dengan sendirinya seolah ‘hidup’. Sang sutradara Carter Smith pun tidak lebay. Aksi tanaman rambat sebagai sosok antagonis tidak berlebihan. Sesuai porsi dan perkembangan ceritanya.

Selain karakter Eric yang tidak spesial, saya suka dengan keberadaan tiga karakter utama lainnya: Amy, Jeff, dan Stacy. Ketiganya tidak monoton. Amy yang bikin sebel karena tidak punya etika dalam memotret namun ujung-ujungnya jadi satu-satunya orang yang selamat, Jeff yang tetap tenang dan berkepala dingin walau dalam situasi genting sekali pun, hingga Stacy yang awalnya terlihat berpotensi untuk tetap waras namun akhirnya jadi ‘gila’.

Penutup

“The Ruins” secara mengejutkan jadi salah satu film bergenre horor di Netflix yang mampu membuat saya tersenyum puas usai menonton. Intro tidak bertele-tele, tensi ketegangan yang terus meningkat, hingga scene penutup yang minim kesan tergesa-gesa di dalamnya. Walau hanya 3 karakter yang berkesan, namun secara keseluruhan semua pemain yang terlibat berhasil tidak tampil mengecewakan. Selaras dengan ambience horor yang dibangun, yang tetap mencekam tanpa harus menghadirkan penampakan berlebihan. Seandainya mampu menyajikan premis yang orisinil mungkin kualitas ceritanya bisa jauh terdongkrak. 7/10.

Catatan: review serta rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

rf theruins

Leave a Reply