Review Film The Maus (2017)

“The Maus”, atau berarti “tikus” di dalam bahasa Indonesia, adalah film bergenre drama / fantasi / horor yang meraih skor penilaian 4.7 di IMDB. Sekilas opini orang-orang yang telah menontonnya terbagi menjadi dua. Antara suka dan tidak suka. Jadi makin penasaran, seperti apa sebenarnya film ini. Lebih tepatnya, bakal masuk ke golongan mana saya nanti setelah menontonnya hingga tuntas. Untuk tahu jawabannya, lanjut deh simak sinopsis dan review singkatnya di bawah ini.

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Sinopsis Singkat / Alur Cerita

poster the maus

poster the maus

Selma (diperankan oleh Alma Terzic) dan kekasihnya, Alex (diperankan oleh August Wittgenstein), sedang melakukan perjalanan ke pelosok Bosnia-Herzegovina untuk menuju kampung halaman Selma. Saat melewati hutan, mobil mereka mogok sehingga terpaksa melanjutkan dengan berjalan kaki.

Keduanya lantas bertemu dengan dua orang warga lokal, Vuk (diperankan oleh Aleksandar Seksan) dan Milos (diperankan oleh Sanin Milavic). Mereka menawarkan diri untuk membantu keduanya melewati hutan yang masih banyak terdapat ranjau aktif.

Apes, belakangan terungkap bahwa Vuk dan Milos ternyata adalah warga Serbia, yang dulu sering melakukan pembantaian terhadap muslim Bosnia. Selma sendiri memang seorang muslim, memiliki kalung bertuliskan “ya hafizu”, pemberian ayahnya sebelum ia dibunuh oleh tentara Serbia.

Alex yang tidak bisa berbicara bahasa mereka terjebak begitu saja oleh Vuk. Tidak begitu dengan Selma, yang sejak awal mengetahui niat buruk Vuk dan Milos.

Pada akhirnya, Selma membunuh Milos dan Vuk. Alex sempat menahan Selma untuk tidak membunuh Vuk. Namun provokasi Vuk membuat Selma tidak bisa menahan diri. Pasca kejadian tersebut, Alex memutuskan untuk meninggalkan Selma.

Tanggal Rilis: 22 September 2017
Durasi: 1 jam 30 menit
Sutradara: Yayo Herrero
Produser: Enrique López Lavigne, Jesus Ulled Nadal
Penulis Naskah: Yayo Herrero, Nadja Dumouchel, Paul Pen
Produksi: Apaches Entertainment, Cine365 Films, Dynamite Films, Film Factory Entertainment, MAUS la película AIE, Virtual Contenidos
Pemain: August Wittgenstein, Alma Terzic, Aleksandar Seksan, Sanin Milavic

Review Singkat

“The Maus” adalah film yang sarat makna namun tetap bisa dipahami tanpa harus berpikir keras. Di balik kisah perjuangan Selma dalam melawan trauma serta ‘musuh bebuyutan’-nya, terselip cerita tentang Alex yang tidak peduli terhadap trauma Selma dan terlalu naif menganggap masa lalu ya biarlah berlalu.

Rasanya bukan kebetulan Alex dipanggil sebagai ‘Europe’ di sini. Mungkin untuk menyindir negara-negara barat, khususnya Eropa, yang pada masa Perang Bosnia tidak peduli terhadap aksi pembantaian yang dilakukan tentara Serbia.

Di balik kegelisahan dan ke-parno-annya, kita bisa melihat bagaimana sosok Selma tetap percaya akan perlindungan Tuhan, yang ia tunjukkan melalui dzikir ‘Ya Hafizu’. Di sisi lain, kita bisa melihat bagaimana sosok Alex yang mengklaim sebagai malaikat pelindung Selma justru menjerumuskan Selma ke lobang bahaya.

Dengan konsep continous shoot, menarik melihat bagaimana kondisi sekitar karakter seringkali dibuat nge-blur. Apa untuk menggambarkan sifat manusia yang hanya mau percaya segala sesuatu yang terlihat jelas di matanya saja?

Untungnya, “The Maus” juga memberikan pesan mendalam di bagian akhir. Tentang apa yang terjadi jika kita tidak bisa memaafkan orang lain dan mengedepankan nafsu kita untuk membalas dendam. Literally mind blowing sih ending-nya. Sama sekali gak nyangka.

Tapiiiii…. menyematkan banyak pesan dan makna bukan otomatis membuat film ini layak untuk ditonton. Penyebab utamanya ya itu tadi, penggunaan konsep continous shoot. Alur cerita terasa begitu lambat. Ya gimana lagi, untuk lanjut dari satu adegan ke adegan lain mau tidak mau kan ya harus ngikutin para karakternya berjalan dari satu tempat ke tempat lain.

Belum ditambah kalau mereka tiba-tiba bengong, tolah toleh ke sana kemari, dan sejenisnya. Dragging-nya makin terasa.

Yayo Herrero sebenarnya sudah berusaha maksimal untuk memasukkan adegan flashback. Sesuatu yang tidak mudah dengan konsep pengambilan gambar yang diterapkan. Pun begitu, tidak bisa dipungkiri terkadang sulit bagi kita untuk memahami mana yang terjadi sekarang, mana yang terjadi di masa lalu, dan mana pula yang mungkin hanya berupa khayalan.

Penambahan sosok supranatural berupa sosok seorang wanita t3lanjang agak membingungkan. Apakah itu sosok malaikat pencabut nyawa? Atau malah khodam / jin pendamping dari Selma? Entahlah. Yang jelas tidak begitu ada faedahnya terhadap cerita.

Sebagai seseorang yang lahir di Bosnia dan ikut merasakan Perang Bosnia, akting Alma Terzic patut diberi acungan jempol. Sangat meyakinkan. August Wittgenstein sebagai Alex juga berhasil meyakinkan saya sih… meyakinkan saya untuk nggebukin dia kalau seandainya saya ada di sebelahnya. Karakternya tulul to the max, sok-sokan banget jadi cowok.

Penutup

Saya akhirnya bisa memahami mengapa opini publik terhadap “The Maus” terbelah menjadi dua. Tidak semua orang bisa memahami makna yang ada di dalamnya. Tidak semua orang juga bisa menerimanya tanpa merasa tersinggung. Saya pribadi kagum dengan pesan-pesan yang tersembunyi di film ini, namun di sisi lain agak terganggu dengan lambatnya alur serta adanya satu dua bagian yang membingungkan. 5/10.

Catatan: review serta rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

rf the maus

Leave a Reply