Review Film Sightless (Netflix, 2020)

Diadaptasi dari film pendek berjudul sama, ada “Sightless” yang baru saja hadir di layanan digital streaming Netflix beberapa hari lalu. Baik penulisan naskah maupun penyutradaraan masih dipegang oleh sosok yang sama, Cooper Karl. Film ini pertama kali dirilis di ajang Dances with Films Festival pada tanggal 2 September tahun lalu. Menyusul secara digital sekitar 4 minggu kemudian via MarVista Entertainment, hingga akhirnya mendarat di Netflix bulan ini. Seperti apa film bergenre drama thriller yang meraih rating 5.5 di IMDB ini?

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Sinopsis Singkat

poster sightless 3

Ellen Ashland (diperankan oleh Madelaine Petsch), mantan pemain violin ternama, diserang oleh seseorang hingga mengakibatkan kedua matanya mengalami kebutaan permanen. Kakaknya yang berada di Jepang lantas mengatur agar Ellen dirawat untuk sementara waktu oleh Clayton (diperankan oleh Alexander Koch), seorang perawat yang sudah biasa menangani pasien-pasien privat seperti Ellen. Dengan alasan keamanan, hingga pelaku penyerangan terhadap Ellen ditangkap, ia juga dipindahkan ke apartemen baru oleh detektif Bryce (diperankan oleh Jarrod Crawford).

Dengan segala permasalah hidup yang ia hadapi, ditambah dengan dunia yang baru tanpa adanya penglihatan, membuat Ellen awalnya masih sulit untuk menerima kenyataan. Apalagi hingga sekarang ia masih belum bisa menghubungi sahabatnya Sasha, satu-satunya orang yang ia anggap paling mengerti tentang dirinya. Sebaliknya, Ellen justru tanpa sengaja mendengar suara tangisan dari kamar apartemen di sebelah.

Penasaran, Ellen lantas mengajak penghuni kamar apartemen untuk minum teh dengannya. Ia adalah Lana Latch (diperankan oleh December Ensminger), seorang wanita yang belakangan dicurigai Ellen telah mengalami kekerasan fisik dari suaminya sendiri, Russo Latch (diperankan oleh Lee Jones). Ellen sempat menghubungi detektif Bryce untuk melaporkan hal tersebut. Namun setelah diperiksa oleh seorang opsir polisi bernama Neiman (diperankan oleh Samuel Gostnell), detektif Bryce menyatakan tidak ada hal yang aneh dengan keluarga Latch.

Beberapa hari kemudian, Ellen mendengar ada seseorang yang masuk ke dalam kamarnya. Saat dikonfrontasi, orang tersebut langsung menyerang Ellen hingga ia tak sadarkan diri. Setelah terbangun, Ellen mendapati paramedis bernama Rafferty (diperankan oleh Mikandrew Perdaris) tengah memeriksanya dan memastikan bahwa tidak ada bekas luka sama sekali di lehernya. Detektif Bryce kemudian muncul dan meyakinkan Ellen bahwa dari rekaman CCTV tidak terlihat ada orang yang masuk ke kamar Ellen. Ia juga menambahkan bahwa dari bekas jejak sepatu di TKP saat Ellen diserang, kemungkinan besar pelakunya adalah Sasha.

Ellen syok dan makin terpuruk pasca mendengar hal tersebut. Ia pun memutuskan untuk bunuh diri dengan cara melompat dari jendela apartemen. Tanpa disangka, ia sama sekali tidak mengalami luka sedikit pun. Balkon kamar tempatnya berada selama ini ternyata bukan balkon sungguhan yang menghadapi ke jalan. Melainkan ke sebuah ruangan lain yang kedap suara.

Ellen akhirnya menyadari bahwa Clayton dan semua orang lain yang ia ‘temui’ sebenarnya adalah satu orang saja. Tidak ada detektif Bryce, paramedis Rafferty, opsir Neiman, Russo Latch, dan lain-lain. Semua adalah Clayton. Dari Lana, yang belakangan diketahui adalah adik dari Clayton, terungkap bahwa Clayton terobsesi oleh Ellen karena dianggap telah menyelamatkan hidupnya. Ia ingin ‘berbalas budi’ dengan menemani Ellen menjalani hidupnya yang baru.

Setelah berjuang mati-matian, Ellen dengan dibantu oleh Lana, akhirnya berhasil meloloskan diri dari Clayton.

Tanggal Rilis: 2 September 2020
Durasi: 89 menit
Sutradara: Cooper Karl
Produser: Kaila York, Rick Benattar, Nigel Thomas, Todd Y. Murata
Penulis Naskah: Cooper Karl
Produksi: Particular Crowd, Headlong Entertainment
Pemain: Madelaine Petsch, Alexander Koch, Bibhuti bhusan Behera, December Ensminger, Lee Jones

Review Singkat

Sebelum masuk ke cerita, pertama-tama saya suka sekali dengan penggambaran dunia sekitar Ellen yang mengikuti pemahamannya. Jika ia meyakini sesuatu di sekitarnya, otomatis yang terlihat di layar juga menyesuaikan. Warna burung pemberian Clayton misalnya.

Sayangnya, burung yang sama juga menjadi patokan yang tegas akan adanya lubang dalam cerita. Diceritakan sengaja dibawakan oleh Clayton sebagai teman Ellen di apartemen, nyatanya sepanjang durasi “Sightless” burung tersebut hanya nongol sekali saja. Ini menemani lubang lain yang bagi saya pribadi cukup fatal meski frekuensinya minor. Yaitu pergerakan Ellen yang dalam beberapa adegan terlihat tidak seperti orang yang tidak bisa melihat. Sebagai contoh, ia bisa tahu posisi meja makan ada dimana padahal sedang berada di apartemen yang baru. Ia juga bisa BERLARI melewati anak tangga tanpa terjatuh. Sebuah kebetulan yang sangat kebetulan.

Saya paham bahwa karakter Ellen dalam film ini digambarkan dalam keadaan tertekan karena punya banyak masalah. Tapi jujur saya sulit bersimpati kepadanya. Mungkin karena sejak awal ia sudah menunjukkan tanda-tanda untuk menyerah, pasrah, dan bakalan mengakhiri hidupnya sendiri. Beda urusan jika Ellen terlihat hendak survive. Mungkin saya akan bersimpati terhadapnya.

Untuk karakter Lana terus terang saya tidak tahu posisinya di dalam aksi Clayton. Apakah bekerja sama dengannya alias membantu Clayton menyekap Ellen? Atau juga ikut-ikutan disekap? Ini karena Lana berkali-kali keluar masuk kamar sebelah apartemen Ellen. Padahal belakangan terungkap kamar tersebut tidak ada isinya alias kosong. Anehnya, saat Clayton menangkap Ellen, ia membawa Ellen ke sebuah kamar yang ‘terlihat’ seperti kamar Ellen, tapi ternyata adalah kamar Lana (karena ada barang simpanan Lana di sana). Agak membingungkan jadinya.

Meski dari segi cerita bagi saya terbilang failed, dari segi akting saya cukup suka. Terutama akting Alexander Koch sebagai Clayton. Psikopatnya dapet banget.

Penutup

Saya tidak menonton versi film pendek dari “Sightless” jadi tidak bisa membandingkan. Namun seandainya saja versi aslinya memang berkualitas di rata-rata, faktanya Cooper Karl gagal mengkonversi karyanya sendiri ke dalam versi yang lebih panjang secara durasi. Naskah terasa berantakan dengan lubang di sana sini. Ditambah dengan penggambaran karakter utama yang sulit membuat orang bersimpati. Yah, setidaknya sulit bagi saya pribadi untuk bersimpati. Sampai sekarang masih menjadi misteri dimana burung pemberian Clayton berada. 3/10.

Catatan: rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

Leave a Reply