“Sarang Kuntilanak” jadi film pertama karya Nayato Fio (saat ia menggunakan nama Ian Jacobs) yang saya tonton. Di sini ia berduet dengan partner penulis naskah setianya, Ery Sofid. Dari judulnya sih lumayan bikin penasaran. Apalagi di sinopsis disebutkan ada kunjungan ke desa terbengkalai begitu. Cocok lah dengan hobi saya melipir ke bangunan-bangunan tua yang sudah tidak dipakai lagi, hehehe. Cuss lah simak sinopsis dan review singkatnya di bawah.
Sinopsis Singkat
Demi keperluan tugas kuliah pembuatan film dokumenter, Norman (diperankan oleh Zidni Adam Zawas), Vero (diperankan oleh Elena Lubis), Martha (diperankan oleh Ayu Andhika), dan Willy (diperankan oleh Ikbal Azhari) memutuskan untuk pergi ke Dusun Kalimati yang terkenal angker. Mereka sempat menemui bu Vivian (diperankan oleh Renny Umari), dosen mereka yang sebelumnya pernah pergi ke sana. Bukannya mendukung, Vivian justru menyarankan agar Normak dkk mengurungkan niat mereka.
Kendati demikian, mereka tetap melanjutkan rencana menuju Dusun Kalimati. Setibanya di sana, mereka mulai mengumpulkan bahan dokumentasi. Willy yang menemukan sajen justru mengambil buah belimbing yang ada dan dengan santai menyantapnya. Sementara itu, saat sedang bermain di air terjun, tanpa sepengetahuan teman-temannya, Vero menemukan sebuah kalung yang lantas ia kantongi.
Malam harinya, saat buang air kecil, Martha melihat penampakan makhluk gaib mengelilinginya. Sesaat kemudian, Vero menemukan Martha dalam keadaan pucat pasi dan tidak bicara apapun. Pagi harinya, Martha tiba-tiba menghilang namun berhasil diketemukan kembali.
Setibanya di kota, teror gaib tidak berhenti. Terutama dialami oleh Willy dan Vero. Hingga pada akhirnya, Vero melihat berita di TV tentang penemuan mayat di hutan dekat Dusun Kalimati. Dan mayat tersebut adalah mayat Martha. Sehingga Martha yang sebelumnya ikut mereka kembali ke kota sebenarnya hanyalah arwahnya.
Tidak tahu lagi harus berbuat apa, Norman dan Vero menemui Vivian. Begitu tahu Vero mengambil kalung di dusun, Vivian meminta agar mereka segera mengembalikan kalung tersebut ke sana.
Sementara itu, Willy yang panik karena terus-terusan diteror, tanpa sengaja membunuh kekasihnya (diperankan oleh Diah Cempaka Sari). Saat hendak menyerahkan diri ke kantor polisi, di jalan lagi-lagi Willy melihat penampakan. Karena takut, ia menghentikan mobil dan keluar ke jalan. Sesaat kemudian sebuah mobil menghantam tubuhnya hingga tewas.
Di Dusun Kalimati, Vero meletakkan kalung yang sebelumnya ia ambil di area pemakaman. Tanpa disangka, mendadak muncul banyak sekali kuntilanak di sekitar mereka. Bergegas Vero dan Norman lari menjauh dari tempat tersebut. Sayangnya usaha mereka sia-sia. Norman tanpa sengaja menginjak bambu dan ujungnya menancap menembus tubuhnya, sedang Vero sendiri dicekik dan digantung dengan tali oleh salah satu kuntilanak tersebut.
Di tempat lain, Vivian yang merasa bersalah atas kematian kekasihnya dulu yang menemaninya ke Dusun Kalimati memutuskan untuk bunuh diri dengan memotong nadinya.
Tanggal Rilis: 4 September 2008
Durasi: 90 menit
Sutradara: Ian Jacobs
Produser: Evry Wanda
Penulis Naskah: Ery Sofid
Produksi: Mitra Pictures
Pemain: Zidni Adam Zawas, Ayu Andhika, Elena Lubis, Ikbal Azhari, Diah Cempaka Sari, Renny Umari
Review Singkat
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Sekelompok anak muda nekat pergi ke daerah angker walau sudah diperingatkan? Checked.
Ada satu dua orang yang melanggar pantangan atau merusak sesajen? Checked.
Diteror oleh makhluk gaib sampai mati? Checked.
Ya, memang tidak ada yang baru dalam film “Sarang Kuntilanak” ini. Padahal dari judulnya saya berharap lebih. Bakal diteror oleh lebih dari satu mbak kunti sekaligus. Tapi yah, hampir di semua adegan jump scare / penampakan doi tampil solo. Hanya di bagian akhir saja yang berduyun-duyun. Ajaibnya malah ada pocong segala. Salah film kayaknya dia.
Dari segi lokasi, saya suka banget area air terjunnya. Syutingnya dimana ya? Pengen rasanya traveling ke air terjun itu. Sayangnya, cuma bagian itu saja yang asyik dinikmati. Yang katanya dusun terbengkalai sama sekali tidak meyakinkan. Hanya diperlihatkan adanya satu bangunan rumah yang hampir hancur plus kuburan. Mestinya dengan latar cerita yang menyebutkan dusun tersebut sudah hancur karena gempa bumi, masih ada beberapa lah sisa-sisa bangunan yang terlihat.
Sudah dusun yang menjadi destinasi tidak meyakinkan, tujuan Norman, Martha, Vero dan Willy pergi ke sana pun gak jelas. Awalnya diniatkan untuk membuat film dokumenter untuk tugas kuliah, tapi lebih banyak diperlihatkan adegan main air ketimbang mengumpulkan bahan tugas.
Ketidakfokusan sutradara Ian Jacobs dalam menggarap film ini juga terlihat dalam hadirnya beberapa adegan yang tidak penting dan tidak ada faedahnya dalam kelangsungan alur utama cerita. Hanya menambah durasi dan membengkakkan budget pemain saja.
Penampakannya pun, yah, tahu sendiri lah bagaimana film-film karya beliau. Terlalu berlebihan (kuantitasnya) dengan efek suara menggelegar yang memekakkan telinga. Sulit untuk bisa dinikmati.
Tapi ada satu yang rasanya berhasil dilakukan film ini. Entah itu bagian dari visi misi mereka atau tidak. Yaitu bikin saya gemes dengan tingkah polah bodoh karakter yang ada di dalamnya.
Mulai dari makan belimbing sajen (asli sih ini greget, biasanya di film-film horor karakternya nendang sajen, ini malah dimakan, wkwkwk); dihantui di kamar mandi tapi alih-alih keluar dari pintu yang persis ada di sebelahnya malah milih masuk ke toilet; dikeroyok setan bukannya konsentrasi lari lurus aja malah masih sempat-sempatnya noleh-noleh ke belakang; dan sebagainya. Sampai nonton sambil teriak-teriak sendiri saking keselnya, hehehe.
Cerita ditutup dengan ending yang sepertinya ingin terlihat dramatis. Tidak hanya shoot berlebihan dari beberapa sudut pandang ala sinetron, juga karakter bu dosen Vivian yang dibuat tewas bunuh diri tanpa sebab yang jelas. Sebelumnya bilang sudah tenang karena mendekatkan diri dan menyerahkan segalanya pada Tuhan, eh ujung-ujungnya bunuh diri setelah mengingat kembali kalau kekasihnya tewas gara-gara ia ajak ke dusun angker. Piye, to.
Penutup
Premis dusun terbengkalai yang jadi sarang mbak kunti sebenarnya punya potensi jadi sebuah tontonan yang menyenangkan sekaligus menyeramkan. Sayang baik penulis maupun sutradara pada akhirnya terjebak pada pola cerita maupun eksekusi film horor Indonesia yang begitu begitu saja. Beberapa adegan yang menjual bodi mulus dan belahan paha pun tidak mampu meningkatkan kualitas “Sarang Kuntilanak” ini. 2/10, untuk area air terjunnya yang ciamik.
Catatan: rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi
Leave a Reply