Bulan Maret 2019 bisa dibilang bulan pertempuran bagi perfilman lokal. Beberapa judul yang sudah banyak dinanti, baik lokal maupun luar negeri, dirilis di bulan ini. Mulai dari “Dilan 1991” (akhir Februari), “Captain Marvel” (6 Maret), “Yowis Ben 2” (14 Maret), hingga “My Stupid Boss 2” (28 Maret). Dapat dipastikan film yang ‘biasa-biasa saja’ bakal kesulitan untuk bertahan di tengah gempuran judul-judul di atas. Bahkan untuk bisa kebagian studio tayang saja rasanya sudah bersyukur.
Salah satunya adalah “Reva Guna Guna”, film horor lokal yang dirilis pada tanggal 7 Maret 2019. Di Surabaya, film ini hanya mendapat jatah di dua tempat saja, Delta XXI dan Transmart Ngagel XXI. Awalnya saya hendak menunggu hingga Senin saja untuk menontonnya, tapi karena ada kemungkinan sudah turun layar di hari tersebut saya putuskan untuk pergi ke bioskop hari ini juga.
Lalu seperti apa filmnya?
Sebelum diteruskan, saya ingatkan bahwa tulisan-tulisan di bawah ini mengandung SPOILER. Jadi jangan diteruskan membaca jika tidak ingin dapat bocoran cerita.
Oke. Lanjut, ya?
Yang pertama ingin saya bahas adalah soal karakter.
Ada 5 karakter utama di film ini. Yaitu Reva (diperankan oleh Angel Karamoy), Devi (diperankan oleh Pamela Bowie), Dr. Karina (diperankan oleh Wulan Guritno), ayah Reva (lupa namanya, diperankan oleh Ferry Salim), dan Nixon (diperankan oleh Marcellino Lefrandt). Chemistry antara dua karakter yang disebutkan pertama bagi saya terasa kuat. Sedikit banyak saya bisa bersimpati pada sosok Reva, si tokoh utama. Pun begitu ikatan persahabatannya dengan Devi, terasa meyakinkan.
Begitu pula dengan karakter Nixon. Marcellino rasanya bermain cukup baik di sini sebagai sosok yang keras, kejam, tanpa harus melakukan adegan fisik. Intinya, saya termasuk yang pengen gebukin karakter yang dia mainkan gegara aktingnya yang mantap, hehehe.
Ayah Reva? Yah, ini karakter tempelan sih sebenarnya. Tidak terlalu banyak faedahnya di dalam film. Bisa dimainkan oleh siapa saja, tidak harus yang sudah punya nama seperti Ferry Salim.
Nah, masalah ada di karakter Dr. Karina. Di 3/4 bagian awal mungkin tidak terlihat ada yang aneh dalam karakter Dr. Karina. Tapi begitu memasuki tahap akhir, dimana sosoknya sebagai tokoh antagonis terungkap, akting Wulan Guritno sama sekali tidak terasa berkelas. Saya tidak benar-benar percaya bahwa ia ingin membunuh Reva.
Bisa jadi sumbernya bukan dari akting yang bersangkutan. Melainkan dari dialog. Banyak dialog yang tidak masuk akal dan gak jelas. Beberapa malah menimbulkan plot hole. Apesnya, porsi dialog geje tersebut kebanyakan ada di karakter Dr. Karina.
Dari departemen cerita, secara keseluruhan sebenarnya saya cukup puas karena berbeda dengan kebanyakan film horor lokal belakangan ini. Sayang seribu sayang, banyak sekali keganjilan dalam cerita yang membuat kening berkenyit.
Beberapa di antaranya:
- Saat Reva diserang oleh hantu Gemet Aresan (tangannya ditusuk pisau), digambarkan ia banyak mengeluarkan darah. Bahkan hingga jantungnya berhenti berdetak dan harus menggunakan alat pacu jantung untuk menyadarkannya kembali. Anehnya, tak berapa lama ia sudah kembali berada di tempat rehab. Normalnya, jika seseorang mengalami hal tersebut, setidaknya harus dirawat beberapa hari di ruang ICU sampai kondisinya dinyatakan stabil.
- Ada adegan Reva dicakar tangannya oleh hantu Jurig Jarian. Pasca adegan tersebut tangannya terlihat baik-baik saja.
- Saat adegan paranormal melakukan ritual pemanggilan hingga akhirnya terlempar ke jendela, tidak ada satu pun petugas rehabilitasi yang mengkonfrontir. Padahal di adegan sebelumnya digambarkan ruangan tempat kejadian tersebut (ruang kunjungan) dijaga ketat oleh petugas. Kepala tempat rehab, Nixon, juga sedang berada di kantor yang letaknya di samping ruang kunjungan. Gak mungkin dong gak denger suara kaca jendela pecah.
- Sejak Reva kabur bersama Devi dari tempat rehab dan numpang menginap di villa kosong, ia sudah 2 kali berganti pakaian. Tiga juga ditambah dengan kemeja lengan panjang yang dikenakan saat bangun tidur. Darimana bajunya?
- Sebelum kabur, Devi memberikan ponsel pada Reva. Saat Reva kembali masuk ke tempat rehab dan langsung dijebloskan ke ruang isolasi, entah bagaimana ponsel tersebut bisa tetap berada di tangan Reva.
Bisa panjang sih kalau disebutkan semua. Yang jelas ketimpangan cerita di atas membuat saya merasa tidak nyaman dalam menonton film ini.
Bagaimana dengan hantunya?
Ada tiga hantu yang diangkat dalam film “Reva Guna Guna”. Yaitu Jurig Jarian, Gemet Aresan, dan Mak Bongkok. Dua yang disebutkan terakhir tidak akan saya komentari karena saya belum bisa menemukan referensi apapun mengenai kedua hantu tersebut. Namun untuk Jurig Jarian, hantu ini dikabarkan berwujud anak laki-laki berkepala botak atau perempuan. Yang biasa diganggu atau diincar adalah anak kecil dan ibu hamil. TKP-nya pun lebih sering berada di tempat kotor atau tempat pembuangan sampah. Satu pun tidak cocok dengan sosok hantu Jurig Jarian yang tampil di film…
Kendati demikian, saya beri apresiasi khusus untuk konsistensi penampakan ketiga hantu di atas. Hanya tiga itu saja. Tidak ada hantu-hantu lain yang tidak berhubungan dengan cerita. Yah walau sebenarnya hantu Mak Bongkok dan Jurig Jarian bisa dibilang juga tidak ada hubungannya dengan cerita utama sih.
Terakhir, dari sisi sinematografi. Ini keren banget. Drone shot-nya variatif. Gak cuma dari angle yang itu-itu saja. Pengecualian untuk drone shot kendaraan karakter utama yang melaju di jalan. Terlalu banyak pengulangan. Mestinya cukup 2-3 shot saja. Tidak harus setiap ada karakter yang menuju tempat rehab diambil video footagenya via drone.
Akhir kata, film ini memang tidak sempurna. Banyak keganjilan cerita serta dialog yang tidak meyakinkan. Namun secara keseluruhan saya masih bisa menikmatinya. Tertolong berkat ceritanya yang tidak mainstream. Dan hei, setelah sekian lama, akhirnya ada lagi adegan orang mandi dalam film horor lokal, hehehe.
Level Horor: 2/10 (tidak ada kemunculan hantu yang tiba-tiba dan bikin kaget, semua sudah bisa ditebak)
Level Cerita: 6/10 (ada banyak kekurangan tapi masih bisa dinikmati)
Leave a Reply