Karena belum menonton “Rasuk” yang rilis di tahun 2018 dan dibintangi oleh Shandy Aulia, minggu kemarin saya relakan merogoh kocek sebesar Rp 3.900,- untuk akses Hooq seharian. Kebetulan streaming film tersebut tersedia di sana. Dan hasilnya, saya putuskan untuk berhenti menonton setelah 30 menit berlalu. Saking membosankannya. Baik dari segi cerita, karakter, hingga horor. Pengalaman tersebut mau tidak mau menghantui saya saat hendak berangkat ke bioskop untuk menyaksikan “Rasuk 2”, yang masih diadaptasi dari novel karya Risa Saraswati. Seperti apakah hasilnya?
Sinopsis Singkat
Tanggal Rilis: 2 Januari 2020
Durasi: 95 menit
Sutradara: Rizal Mantovani
Produser: Dheeraj Kalwani
Penulis Naskah: Haqi Achmad, Baskoro Adi, Risa Saraswati
Produksi: Dee Company & MD Pictures
Pemain: Nikita Willy, Achmad Megantara, Asri Welas
Isabella (diperankan oleh Nikita Willy), mahasiswi kedokteran yang sedang menjalani koas, memiliki kemampuan untuk melihat makhluk halus. Ia merasa tidak nyaman dengan hal tersebut dan menganggapnya sebagai sesuatu yang harus dihilangkan. Meski sudah berkonsultasi dengan psikiater dan mengkonsumsi obat, namun penampakan demi penampakan yang berhubungan dengan jenazah wanita tanpa identitas yang sempat ia autopsi terus membayanginya. Tidak hanya menteror, arwah wanita tersebut bahkan sempat merasukinya. Hal tersebut membuat hubungannya dengan rekan-rekannya terganggu. Di saat bersamaan, hadir Radja (diperankan oleh Achmad Megantara), tetangga apartemennya, yang sedikit banyak mampu membuatnya merasa nyaman. Lalu apakah sebenarnya yang terjadi? Apa tujuan arwah wanita tersebut menghantui Isabella?
Review Singkat
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Meski bukan merupakan sekuel, mengganti pemeran utama dengan Nikita Willy cukup memberikan hasil yang memuaskan. Setidaknya aktingnya lebih meyakinkan ketimbang Shandy Aulia yang selalu saja tampil lugu dan polos. Di luar skenario karakter Isabella yang terkadang tidak masuk akal, saya pribadi merasa Nikita sukses memerankan karakter tersebut.
Pun begitu dengan Achmad Megantara sebagai Radja. Meski adegan flirting antara Radja dan Isabella hanya sekelebat, tapi mampu bikin baper penonton. Aktingnya sebagai sosok antagonis juga cukup meyakinkan. Walau saya agak kurang sreg kenapa jurus KDRT yang ia lakukan hanya begitu-begitu saja.
Sayangnya, peran kedua bintang utama tersebut tidak dibarengi dengan cerita yang baik. Entah memang dari novelnya sudah seperti itu atau adaptasinya yang bermasalah. Tapi menilik rekam jejak penulis naskah Haqi Ahmad yang sebelumnya menggarap skenario dari “Tabu: Mengusik Gerbang Iblis”, sepertinya kok naskah adaptasinya yang bernoda.
Yang paling terasa adalah banyak sekali adegan yang terasa diselipkan hanya untuk menambah durasi film. Ditambah dengan sebagian besar karakter yang sama sekali tidak penting kehadirannya. Tanpa keberadaan mereka pun alur cerita masih bisa berjalan maju.
Karakter dua sahabat Isabella misalnya. Saya lupa siapa saja namanya. Saya rasa lebih mengikutsertakan mereka ke dalam cerita bukanlah hal yang sulit. Alih-alih, eksistensi keduanya seolah berjalan sendiri. Tidak menghadirkan sesuatu yang berarti.
Untuk adegan horornya tidak ada yang spesial. Jump scare yang paling mengejutkan sudah terlanjur dipamerkan di trailer. Sisanya begitu begitu saja, sekedar mengandalkan artis dengan make up muka seram belaka.
Tapi dari kesemuanya itu, yang paling bikin gemes adalah tempat tinggal para karakter yang di awal disebut sebagai rusun. Kalau ada rusun yang interior kamarnya sekeren itu, saya bakal pindah deh dari apartemen yang sekarang saya tempati…
Kesimpulan
Akting dua pemeran utamanya di atas rata-rata, sayang tidak diimbangi dengan aspek-aspek lainnya. Film seperti mengejar target 95 menit durasi tayang sehingga banyak adegan dan dialog yang terasa bagai filler. Adegan horor tidak benar-benar horor. Adegan sadis (proses otopsi) tidak benar-benar sadis. Twist pun gampang tertebak. Semuanya serba nanggung. Salut untuk keberaniannya mengawali tahun 2020 dengan modal pas-pasan seperti ini.
Leave a Reply