Dari judulnya saya sudah bisa menebak, isi film “Pocong Kamar Sebelah” pasti melibatkan sebuah rumah dengan kamar yang tidak boleh dibuka oleh siapa pun. Jika dibuka, bakal ada pocong yang menteror penghuni rumah tersebut. Benarkah seperti itu filmnya? Cuss kita simak bareng sinopsis dan review singkatnya. Di bawah ini, ya, bukan di kamar sebelah, hehehe.
Sinopsis Singkat
Felisa (diperankan oleh Rahma Azhari) pindah ke sebuah kos-kosan. Bangunannya terlihat tua dan banyak barang-barang kuno di dalamnya. Pemilik kos, bu Ratmi, berpesan agar Felisa jangan pernah membuka pintu kamar di sebelah kamar kosnya.
Setelah dua hari berturut-turut mendengar suara tangisan dari kamar sebelah, Felisa memutuskan untuk membuka pintu tersebut. Ternyata hanya ada kamar dalam kondisi yang tidak terawat di dalamnya. Tidak ada siapapun di sana.
Sejak kejadian itu, satu persatu penghuni kos mulai diteror oleh penampakan pocong. Termasuk juga Randy (diperankan oleh Reza Pahlevi), cucu bu Ratmi yang hobi ngintip Felisa dari balik tembok kamarnya. Bu Ratmi sendiri, setelah tahu bahwa Felisa telah membuka pintu tersebut, sempat memarahi dan mengancamnya.
Insiden demi insiden membuat Felisa mulai dekat dengan Marvin (diperankan oleh Andrew Ralph Roxburg), penghuni kos lain. Kendati demikian, teror tidak berhenti. Bahkan semakin parah. Mbah Jimat, dukun yang diminta datang ke rumah oleh bu Ratmi, menyatakan bahwa hanya Felisa yang bisa menghentikannya. Dengan cara melepaskan tali pocong dari mayat yang dikubur di dekat kos-kosan pada malam Jum’at kliwon.
Menjelang hari H, korban mulai berjatuhan. Mulai dari mang Udin (tukang kebun), bu Ratmi, hingga Randy. Saat Felisa menggali kubur yang dimaksud serta menyentuh jenazah di dalamnya, ia akhirnya mendapat penglihatan atas apa yang telah terjadi. Semua ternyata berawal dari ulah Marvin yang hendak memperkosa salah satu penghuni kos. Tanpa sengaja ia membunuh wanita tersebut. Untuk menghilangkan jejak, Marvin membuat seolah wanita tersebut tewas bunuh diri. Esok harinya, saat mayat diketemukan, bu Ratmi, mang Udin, dan Randy memutuskan untuk diam-diam menguburkan mayat tersebut agar tidak ketahuan penghuni kos lain. Karena buru-buru, mereka lupa melepas tali pengikat kain kafannya.
Meski Felisa sudah melepas tali tersebut, si pocong belum mau pergi begitu saja. Ia masih sempat membunuh Marvin yang kebetulan mendatangi Felisa.
Tanggal Rilis: 28 Mei 2009
Durasi: 1 jam 20 menit
Sutradara: Ian Jacobs
Produser: Zainal Susanto
Penulis Naskah: Farah Mandala
Produksi: Mitra Pictures
Pemain: Rahma Azhari, Andrew Ralph Roxburgh, Reza Pahlevi
Review Singkat
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Bukan sesuatu yang aneh saat menemui film horor lokal dengan dialog yang buruk. Tapi baru kali ini saya benar-benar tersiksa dengan rentetan kalimat yang keluar dari mulut sebagian karakter yang ada dalam film “Pocong Kamar Sebelah”. Dua yang paling bikin emosi.
“Kenapa harus gue?”
dan
“Pocong itu gak ada.”
Karakter Felisa selalu saja menanyakan hal-hal yang sudah jelas dengan pertanyaan “Kenapa harus gue?”. Jelas-jelas dia yang bersalah telah membuka pintu terlarang dan sudah pula diberitahu bahwa akibat ulahnya itu ada pocong yang berkeliaran di dalam rumah, eh kok ya masih aja dengan tololnya menanyakan kenapa harus dia yang ikut dihantui. Waktu diberitahu akan seterusnya diteror dan diwajibkan melepaskan tali pocong pun masih saja mengeluarkan kalimat sakti tersebut. Bikin muak.
Ketololan karakter Felisa dilengkapi dengan punya sahabat yang sama-sama bodohnya. Yang cuma bisa mengatakan bahwa pocong itu gak ada. Eh tapi mungkin masih lebih bodoh Felisa. Sudah melihat dengan mata kepala sendiri kok ya masih aja percaya sama perkataan temennya.
Tapi sedari awal memang sebenarnya penonton sudah diberi preview atas kebodohan Felisa. Diwanti-wanti tidak boleh membuka pintu kamar di sampingnya, eh tetep aja dibuka. Sampai nyiapin linggis pula. Saya pernah ngekos dan sering main ke temen yang ngekos. Gak pernah terpikir untuk bawa linggis, pun menemui ada temen yang menyimpan linggis di kamarnya.
Tidak hanya linggis yang secara ajaib bisa dimiliki Felisa, aktivitasnya sehari-hari juga patut dipertanyakan. Diceritakan sebagai anak kuliah, namun yang digambarkan di layar setiap hari adalah berenang dengan menggunakan bikini two pieces bersama kedua temannya sembari makan snack. Kampus mana ya itu kok cool banget.
Masih ada beberapa keajaiban lain, tapi saya berhenti sampai di sini saja. Gak baik kebanyakan nyinyir, hehehe.
Nah, dari segi cerita, secara keseluruhan tidak ada yang spesial. Alurnya bisa dengan mudah tertebak. Termasuk pelakunya. Formula sederhana digunakan. Karakter yang terlalu baik pasti antagonis. Dan tepat.
Seandainya tidak terlalu acap, penampakan pocong sebenarnya cukup menyeramkan. Beberapa jump scare terbilang kreatif, walau sebagian besar lainnya repetitif. Salah satu yang belum pernah saya lihat sebelumnya adalah saat pundak Randy dipegang oleh tangan. Pada momen seperti ini, biasanya saat si karakter menoleh atau memegang pundaknya sendiri, maka tangan tersebut akan hilang. Tidak di film ini. Masih tersisa potongan tangan si hantu saat Randy memegangnya. Not bad.
Di luar Rahma Azhari dan karakter Felisia yang ia mainkan, saya sebetulnya lumayan suka dengan akting pemain lain dan karakter masing-masing. Terasa cocok dan tidak berlebihan. Randy yang creepy, bu Ratmi yang misterius, serta Martin yang sok ganteng. Bahkan karakter dukun yang biasanya lebay di film sejenis terlihat ‘normal’ di sini.
Penutup
“Pocong Kamar Sebelah” terlihat sekali memaksakan keberadaan unsur sensual di dalamnya. Sesuatu yang sudah pasti mengurangi poin rating di mata saya. Padahal untuk ukuran film horor, jump scare yang disajikan lumayan berhasil. Hanya saja jumlahnya terlalu masih, tidak sebanding dengan kreativitas sang sutradara untuk merancang momen yang berbeda. Alhasil pola penampakannya berulang dan terasa membosankan. Lubang dan kebodohan dalam cerita, terutama dialog, menambah buruknya kualitas film secara keseluruhan. 2/10, untuk bagian akhir (saat Marvin dijerat kain kafan) yang keren.
Catatan: rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi
Leave a Reply