Review Film Oxygen (2021)

Baru saja dirilis di Netflix pada tanggal 12 Mei 2021 kemarin, “Oxygen” (awalnya berjudul “O2”) adalah film bergenre fiksi sains thriller yang disutradarai sekaligus diproduseri oleh Alexandre Aja.

Ceritanya tentang seorang wanita yang tiba-tiba terbangun di dalam sebuah bilik kriogenik (cryogenic chamber) dalam kondisi tidak ingat apa-apa. Mungkin terinspirasi oleh “Buried”-nya Ryan Reynolds yang tayang lebih dari satu dekade silam.

Di IMDB, film yang dibintangi oleh Mélanie Laurent ini meraih skor 6.0. Layakkah untuk ditonton? Yuk simak sinopsis serta review singkatnya di bawah ini.

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Alur Cerita / Sinopsis Singkat

poster oxygen

poster oxygen

Seorang wanita terbangun di dalam bilik kriogenik dengan kondisi tubuh seluruhnya terlilit semacam perban. Terlihat beberapa alat kesehatan yang menancap di tubuhnya.

Setelah bersusah payah ia berhasil sedikit demi sedikit membuka serta melepaskan semuanya itu.

Sesaat kemudian lampu dan monitor yang ada di sekelilingnya menyala. Terdapat pemberitahuan dari sistem AI bernama Medical Interface Liaison Operator (MILO) bahwa keberadaan oksigen di dalam bilik tersebut hanya tersisa 35% saja.

Sama sekali tidak ingat siapa dirinya dan apa yang telah terjadi, wanita itu mencoba berteriak meminta pertolongan. Sama sekali tidak ada respon.

MILO juga mengaku tidak bisa menuruti permintaan wanita tersebut untuk membuka bilik kriogenik. Belum diketahui apa alasannya. Ia hanya memberitahu bilik kriogenik tersebut mengalami kerusakan, yang menyebabkan kebocoran oksigen.

Ingat bahwa sebelumnya ia berada di sebuah rumah sakit, wanita tersebut mencoba untuk tenang sembari menggali ingatannya.

Beberapa kepingan memori muncul di pikiran si wanita, namun ia belum bisa menyimpulkan apa-apa.

Anehnya, MILO sendiri juga tidak memiliki informasi apa pun mengenai dirinya. Termasuk nama dan data medis.

Wanita itu terus berusaha menggali informasi tentang dirinya serta mencari cara untuk keluar dari bilik tersebut dengan MILO sebagai perantara.

Ia sempat berhasil menghubungi polisi, namun mereka masih kesulitan untuk mendeteksi keberadaannya.

Melalui pengecekan DNA, wanita tersebut akhirnya mengetahui bahwa dirinya bernama Elizabeth Hansen.

Sesaat kemudian pihak kepolisian kembali menghubunginya. Adalah Kapten Moreau, dari bagian Sains dan Teknologi yang kini menangani Liz. Moreau memberitahu bahwa pelacakan nomer seri bilik kriogenik Liz mengalami jalan buntu karena pihak produsen menyatakan bilik tersebut sudah dihancurkan.

Moreau berjanji akan melakukan apa yang ia bisa bersama anak buahnya dalam waktu yang terbatas itu. Liz berpesan agar Moreau mendapatkan kode otorisasi dari produsen karena itu yang tadi diminta oleh MILO untuk membuka bilik.

Melanjutkan pencarian jati dirinya, Liz lalu ingat bahwa ia adalah seorang doktor di bidang kriogenik. Ia juga telah menikah dengan seorang ilmuwan lain bernama Leo Ferguson.

Liz mencoba menghubungi Leo. Anehnya, orang yang mengangkat telpon tersebut justru memutuskan sambungan begitu mendengar Liz mengaku sebagai istri Leo.

Tanpa disangka seekor tikus putih muncul di dalam bilik. Liz jadi teringat penelitian-penelitiannya yang acap menggunakan tikus putih sebagai bahan percobaan.

Moreau menghubungi Liz. Liz meminta Moreau menghubugi Leo, suaminya. Secara mengejutkan, Moreau memberitahu bahwa Liz belum pernah menikah. Lebih anehnya lagi, bukti-bukti dari MILO yang menunjukkan bahwa Liz sudah menikah dari MILO kini menghilang.

Liz mencoba membuktikan bahwa ia sudah menikah dengan membeberkan beberapa fakta tentang Leo. Tetap saja, Moreau menyatakan semua itu tidak nyata.

Liz sendiri merasa mendengar Moreau berbicara dengan orang lain di sampingnya. Moreau membantahnya.

Tidak tahan lagi, Liz meminta MILO memutuskan sambungan dengan Moreau.

Liz kemudian menganalisa percakapannya dengan Moreau. Terungkap ada seseorang yang menginstruksikan pada Moreau untuk memberitahu Liz bahwa ia berhalusinasi mengenai Leo.

Seseorang tak dikenal menghubungi Liz. Ia mengaku sebagai satu-satunya yang bisa menyelamatkan Liz. Kadung curiga, Liz bersikap antipati. Terlebih orang tersebut menyatakan bahwa Leo sebenarnya sudah mati.

Darinya Liz lantas mendapat kode otorisasi untuk membuka bilik. Pun begitu, orang tersebut meminta agar Liz tidak melakukannya.

Sebagai gantinya ia mengungkapkan sesuatu yang mengejutkan. Yaitu bahwa Liz sebenarnya berada jauh di luar angkasa. Ia dikirim ke sana untuk sebuah misi rahasia. Landasannya adalah prediksi bahwa dua generasi lagi umat manusia di bumi akan punah gegara virus.

Karena tidak seharusnya Liz terbangun, maka Moreau dan atasannya saat ini berusaha memastikan Liz bakal kehabisan oksigen dan mati. Agar misi rahasia tersebut tetap aman.

Fakta lain terungkap. Liz sebenarnya sudah berada dalam kondisi deep sleep di dalam bilik kriogenik tersebut selama 12 tahun.

Apes, sebelum bisa membantu Liz lebih jauh, orang tersebut ditangkap oleh kelompok Moreau. Kendati demikian, ia berpesan agar Liz mencari cara untuk bisa kembali ke kondisi deep sleep karena itu satu-satunya cara agar ia bisa bertahan hidup.

Ia juga menambahkan bahwa semua itu sudah ada di dalam pikiran Liz. Liz hanya harus mencoba untuk mengingatnya.

Di saat hendak pasrah, Liz justru mendapat fakta bahwa ternyata ada 100000 bilik kriogenik bersamanya. Termasuk Leo.

Beberapa unit telah mengalami kerusakan dan hancur sehingga tubuh orang yang ada di dalamnya melayang di luar angkasa.

Lebih lanjut, Liz berhasil mengetahui bahwa unit kriogenik Leo masih dalam kondisi utuh dan baik-baik saja. Ia bahagia karena akhirnya bisa melihat wajah suaminya lagi.

Liz tiba-tiba curiga saat memperhatikan bekas luka di wajah Leo menghilang.

Ia kembali meminta MILO untuk mencari informasi mengenai hasil penelitian yang ia lakukan sebelumnya. Tanpa disangka, itu adalah mengenai transfer memori (manusia).

Tidak itu saja. Orang yang sebelumnya menghubungi Liz sebenarnya adalah Elizabeth Hansen yang asli. Liz sendiri adalah clone darinya.

Ia dan 100 ribu orang lainnya dikirim ke sebuah planet untuk mengetahui apakah planet tersebut layak dihuni oleh manusia atau tidak.

Liz terkejut sekaligus kesal mengetahui bahwa sedari awal ia memang tidak ditakdirkan untuk keluar dari bilik.

Liz lantas meminta MILO untuk merekamkan pesan terakhirnya untuk Leo.

Tekad bertahan hidup Liz kembali. Setelah bersusah payah, ia akhirnya bisa mengaktifkan protokol hypersleep yang membawanya ke posisi deep sleep, tepat di saat persediaan oksigen habis.

Tanggal Rilis: 12 Mei 2021
Durasi: 101 menit
Sutradara: Alexandre Aja
Produser: Alexandre Aja, Grégory Levasseur, Vincent Maraval, Brahim Chioua, Noëmie Devide
Penulis Naskah: Christie LeBlanc
Produksi: Gateway Films, Wild Bunch, Echo Lake Entertainment
Pemain: Mélanie Laurent, Mathieu Amalric, Malik Zidi, Eric Herson-Macarel, Anie Balestra, Marc Saez, Cathy Cerda, Lyah Valade

Review Singkat Oxygen

Berhubung saya bukan maniak film-film science fiction, saya menikmati saja sepanjang perjalanan durasi “Oxygen” ini tanpa mencoba untuk mengajak otak berpikir. Untungnya, Alexandre Aja berhasil membuat unsur sains fiksi dalam film ini mudah untuk dicerna.

Seandainya mau sedikit mengasah otak, bahkan petunjuk mengenai twist di akhir tentang luar angkasa sebenarnya sudah ada di awal. Yaitu saat MILO memberitahu kode ‘pasien’ Liz adalah Omicron 267. Ini adalah jenis penamaan yang umum untuk hal-hal berbau penerbangan luar angkasa.

Begitu pula dengan twist mengenai clone, yang sebenarnya sudah dihadirkan petunjuknya dari awal dengan keberadaan tikus-tikus putih dalam kepingan memori Liz.

Twist memang menjadi poin positif utama dalam “Oxygen”. Sayang keberadaan karakter Moreau, bagi saya, kurang mampu menutupi adanya rahasia tersembunyi. Aksinya sedari awal sudah mencurigakan.

Pun begitu, secara keseluruhan, cerita dalam film ini cukup rapi dan solid dengan ending yang tidak dipaksakan.

Dari segi akting, Melanie Laurent tampil memuaskan. Terlebih dengan set latar yang terbatas. Kita bisa turut merasakan naik turunnya tensi di dalam cerita yang coba disampaikan olehnya.

Penutup

Walau bukan penggemar genre fiksi sains (selain yang berhubungan dengan perjalanan waktu), saya cukup bisa menikmati sajian “Oxygen”. Penyebab utamanya adalah hadirnya twist demi twist mengejutkan.

Alexandre Aja juga mampu memaksimalkan set yang benar-benar terbatas di dalam kotak yang hanya sedikit lebih besar daripada peti mati. Hal ini didukung dengan akting Melanie Laurent yang mumpuni, yang membuat adegan demi adegan terasa tidak monoton.

7.5/10. Recommended.

“Oxygen” bisa ditonton melalui streaming di Netflix.

Catatan: review serta rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

review film oxygen

Leave a Reply