Baru kali ini saya bersyukur tidak buru-buru nonton di hari Kamis. Pasalnya, di hari Jum’at, atau tepatnya pada tanggal 16 Agustus kemarin, ternyata aplikasi TIX.ID memberikan promo hari kemerdekaan, dimana HTM nonton didiskon menjadi hanya Rp 17.000,- saja. Lumayan, jadi bisa hemat dana. Di sisi lain, gara-gara nonton di hari tersebut, saya jadi ditakdirkan duduk di sebelah cewek yang sepanjang durasi film diputar responnya ‘seru’ banget. Bahkan paling heboh di dalam studio, yang kebetulan kemarin lumayan ramai. Alih-alih kaget di titik-titik jump scare film “Makmum”, saya justru lebih banyak kaget karena teriakan dia, hehehe.
Sinopsis Singkat
Tanggal Rilis: 15 Agustus 2019
Durasi: 95 menit
Sutradara: Hadrah Daeng Ratu
Produser: Dheeraj Kalwani
Penulis Naskah: Alim Sudio, Vidya Talisa Ariestya, Riza Pahlevi
Produksi: Blue Water Films, Dee Company
Pemain: Titi Kamal, Jajang C Noer, Reny Yuliana, Tissa Biani, Bianca Hello, Adila Fitri, Ali Syakieb
Dalam beberapa tahun terakhir, asrama putri Citra kerap diganggu oleh makhluk halus. Terutama pada malam hari, saat ada penghuni asrama melakukan sholat malam. Makhluk halus tersebut akan ikut menjadi makmum. Itu sebabnya ia lantas dijuluki hantu makmum. Teror hantu tersebut makin parah semenjak tahun ajaran baru, saat Nurul (diperankan oleh Tissa Baini), Putri (diperankan oleh Adila Fitri), dan Nisa (diperankan oleh Bianca Hello) masuk ke dalam asrama yang kini dipimpin oleh bu Rossa (diperankan oleh Reny Yuliana) yang keras dan bertangan dingin.
Sementara itu, Rini (diperankan oleh Titi Kamal), alumni asrama tersebut, diminta oleh bu Kinanti (diperankan oleh Jajang C Noer) untuk kembali tinggal di sana. Apakah kehadiran Rini bisa membantu menyelesaikan teror misterius yang terjadi? Atau malah justru dirinya memiliki hubungan khusus dengan gangguan hantu tersebut?
Review Singkat
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Tidak sedikit film horor lokal yang, entah disengaja atau tidak, memperlambat alur cerita yang ada sehingga terasa membosankan. “Makmum” sebenarnya juga mendapatkan perlakuan yang sama. Kehadiran Rini kembali di asrama, yang bisa dibilang sebagai titik awal penyelesaian masalah yang ada, tidak serta merta terjadi di awal durasi. Keberadaan karakter bu Rossa yang tidak mempercayai adanya kejadian gaib di asrama juga ‘menghambat’ alur berjalan maju.
Pun begitu, tim penulis berhasil menutupinya dengan baik sehingga kita bisa melupakan hal tersebut. Ada sedikit kisah latar belakang yang terkait yang diselipkan di awal. Sayangnya ada beberapa bagian yang kurang detil / kurang jelas / kurang konsisten. Salah satunya adalah pertemuan antara pak Alex (diperankan oleh Arief Didu) dengan Rini. Yang terlihat di layar adalah pertemuan yang tidak disengaja (pak Alex keluar dari mobil dan berjalan ke belakang tanpa melihat ke arah tempat tinggal Rini yang ada di seberang jalan), sementara dalam dialog dinyatakan bahwa pak Alex sengaja datang untuk menemui Rini atas perintah dari bu Kinanti.
Begitu pula dengan saat Putri kesurupan dalam kamar, sementara kamar dalam kondisi dikunci dari luar oleh bu Rossa. Entah bagaimana caranya, Nurul dan Nisa sukses membuka pintu tersebut. Bu Rossa, yang tak lama datang ke kamar, juga tidak mempertanyakan bagaimana mereka bisa membuka pintu tersebut.
Di luar itu, secara keseluruhan ceritanya bisa dinikmati. Bagi yang jeli, mungkin sudah langsung bisa menebak rahasia misteri yang ada ketika kata kunci ‘Ningsih’, ‘insiden kebakaran’, dan ‘kakak Putri’ disebutkan. Bagi saya pribadi yang menyukai twist, sudah mulai tertebaknya misteri gangguan gaib di asrama pada babak kedua durasi sedikit membuat kecewa. Apalagi tidak ada jump scare yang out of the box. Sudah bisa langsung tertebak dari sudut pandang pengambilan gambarnya. Untungnya, sutradara Hadrah Daeng Ratu tidak menggunakan formula usang yang memanfaatkan efek suara bervolume keras. Sesuai porsinya saja.
Dari semua karakter yang ada, saya beri acungan jempol pada Tissa Biani. Tidak salah jika nama artis remaja ini terus melambung. Ia sukses memerankan sosok Nurul, remaja kampung yang medok. Ekspresinya saat ketakutan benar-benar juara, tidak terlihat dibuat-buat bin lebay seperti kebanyakan bisa ditemui di film-film horor lokal. Saya juga suka dengan konsistensi karakter bu Rossa, yang tetap ketus dan judes hingga di akhir film, meski sudah melihat dengan mata kepala sendiri semua teror yang terjadi di asrama.
Titi Kamal? Aktingnya memang tidak buruk. Sayangnya, karakter Rini sendiri, yang seharusnya merupakan tokoh sentral, tidak begitu terasa penting dalam perkembangan cerita. Lebih sebagai penghubung dari sumber masalah yang ada dengan titik penyelesainnya. Tidak lebih dari itu.
Oh ya, meski saya sebutkan di atas bahwa jump scare-nya tidak spesial, tapi saya suka dengan ‘konsep dasar dunia gaib’ yang diimplementasikan dalam cerita. Sebagai contoh, Rini, yang bekerja di kamar mayat, sudah sering melihat dan berkomunikasi dengan arwah mayat yang ada di sana. Namun itu tidak serta merta membuatnya bisa melihat hantu yang mengganggu di asrama. Begitu pula dengan penggunaan ayat-ayat Al Qur’an yang terasa pas, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Tidak hanya asal dibaca.
Pada akhirnya, dengan kelebihan dan kekurangan yang ada, film ini masih sangat layak untuk ditonton. Yang sudah terbiasa dengan film horor mungkin tidak akan terlalu puas, tapi bagi penonton rata-rata sudah cukup menghibur. Buruan gih ke bioskop, mumpung weekend, hehehe.
Leave a Reply