Review Film Lawang Sewu (Dendam Kuntilanak) (2007)

Saya baru sekali ke Lawang Sewu yang ada di Semarang. Dan sayangnya, itu setelah bangunan bersejarah nan angker tersebut mengalami renovasi. Sempat agak malas-malasan ke sana, karena mengira nuansa mistisnya sudah hilang, ternyata saya salah. Suasana mencekam masih terasa. Berita bahwa lantai dasar dan lantai 1 sudah dibersihkan total dari makhluk gaib tidak sepenuhnya benar. Sepertinya hanya agar orang-orang, terutama wisatawan, berani untuk berkunjung.

Film “Lawang Sewu (Dendam Kuntilanak)” ini sendiri dibuat dan dirilis sebelun bangunan tersebut mengalami renovasi dan revitalisasi. Saya tidak tahu apakah pada masa itu memang kondisinya seperti yang digambarkan di dalam film. Pun begitu, saya tetap penasaran, seperti apa sih filmnya. Bakal mencekam? Menakutkan? Atau malah menggelikan?

Simak sinopsis dan review singkatnya di bawah ini, ges.

Sinopsis Singkat

poster lawangsewu

Usai lulus SMU, tujuh orang sahabat — Diska (diperankan oleh Thalita Latief), Armen (diperankan oleh Melvin Giovanie), Yugo (diperankan oleh Marcell Darwin), Cika (diperankan oleh Bunga Jelita), Naya (diperankan oleh Salvita Decorte), Onil (diperankan oleh Ronald Gustav), dan Dinda (diperankan oleh Tsania Marwa) — memutuskan untuk pergi berlibur dan merayakannya di kota Semarang. Di sana mereka menginap di rumah nenek Naya, mbah Darmo (diperankan oleh Renny Djajoesman), yang tinggal bersama pembantunya, Yati (diperankan oleh Yati Pesek). Saat sedang mengamati lukisan di tembok, Diska yang sempat bermimpi tentang Lawang Sewu mendapat beberapa informasi mengenai tempat tersebut dari mbah Darmo. Termasuk pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar saat mengunjunginya.

Pulang dari ndugem dan mabuk-mabukan, ketujuh sahabat itu berhenti di depan Lawang Sewu untuk buang air kecil. Tanpa disengaja, dua dari mereka, Cika dan Dinda, ternyata melanggar pantangan sehingga harus tewas di tangan kuntilanak penunggu Lawang Sewu. Bahkan mbah Darmo yang berusaha membantu menemukan mayat mereka berdua turut menjadi korbannya.

Setelah Naya menghilang begitu saja, Armen pun membuat pengakuan mengejutkan. Hantu kuntilanak yang selama ini menghantui mereka ternyata adalah arwah Ratih (diperankan oleh Nuri Maulida), teman sekolah mereka yang ia hamili. Bukannya mengakui perbuatannya, Armen malah mengajak yang lain untuk mem-bully Ratih, hingga ia akhirnya bunuh diri di sebuah sumur yang ada di Lawang Sewu.

Tanggal Rilis: 16 September 2007
Durasi: 112 menit
Sutradara: Arie Azis
Produser: Dhamoo Punjabi, Manoj Punjabi
Penulis Naskah: Aviv Elham
Produksi: MD Pictures, Dee Company
Pemain: Thalita Latief, Melvin Giovanie Lim, Marcell Darwin, Bunga Jelitha, Tsania Marwa, Nuri Maulida, Ronald Gustav, Salvita Salim, Renny Jayusman, August Melasz

Review Singkat

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Bibit kehandalan Aviv Elham dalam menulis naskah skenario film horor yang absurd ternyata sudah terlihat semenjak ia duduk di departemen penulisan “Dendam Kuntilanak Lawang Sewu” di tahun 2007 ini. Belakangan memang ada perkembangan dari skill yang ia miliki. Namun tetap tidak menutup fakta bahwa kualitasnya masih di bawah standar. Tengok saja “Arwah Tumbal Nyai: Part Arwah” (2018), “Roy Kiyoshi: The Untold Story” (2019), dan “Alas Pati” (2018) yang sama-sama gagal dalam mengembangkan alur cerita.

Tidak rapinya naskah film ini sepertinya mendapat partner eksekusi yang cocok, sutradara Arie Azis yang terlihat tidak serius dalam mengeksekusinya. Lubang skenario yang menganga justru dilengkapi dengan kegagalannya membangun suasana mencekam. Alih-alih takut, bawaannya malah emosi dan gemas melihat tingkah polah karakter yang ada.

Sejak awal kita sebenarnya sudah diberi petunjuk bahwa ini adalah film main-main. Sekumpulan pelajar yang baru lulus jauh-jauh merayakan di Semarang hanya untuk ndugem? Ayolah. Saya saja bisa memikirkan berbagai alternatif skenario untuk menghubungkan mereka dengan bangunan Lawang Sewu. Tidak dengan cara lame, membuat mereka pulang dalam keadaan mabuk, lantas berhenti di tengah jalan untuk kencing, yang kebetulan sekali di depan Lawang Sewu.

Dengan mengabaikan premis malas itu pun kita tetap mendapat suguhan adegan bodoh yang bertubi-tubi. Cika yang usai pipis di dalam bangunan bukannya buru-buru keluar tapi malah keluyuran, hantu yang bergerak dengan amat sangat perlahan namun yang diuber malah hanya meringkuk di tempat, efek mabuk semua karakter (kecuali Diska yang memang tidak ikut minum-minum) yang mendadak hilang, Diska yang berlari keluar rumah tahu-tahu sudah sampai di Lawang Sewu (apakah tetanggaan?), Ratih yang bunuh diri sudah dengan menggunakan kostum kuntilanak, dan masih banyak lagi.

Adegan saat mbah Darmo, nenek Naya, melakukan ritual sebenarnya cukup creepy. Renny Djajoesman yang melakoni peran tersebut saya rasa berhasil membangkitkan suasana melalui tembang Jawa-nya yang ia bawakan. Sayang, momen tersebut dirusak oleh twist absurd, dimana dinyatakan penghuni Lawang Sewu yang dicari ternyata sedang tidak ada di tempat. Yang bersangkutan pun mati dikeroyok penghuni gaib yang lain.

Baru kali ini ada adegan usir hantu tapi hantunya malah keluyuran, hehehe.

Cerita ditutup dengan twist ajaib lainnya. Hanya dengan menutup lubang sumur. Done.

Jajaran pemain didominasi oleh bintang muda yang sebagian belum berpengalaman. Mau tidak mau harus dimaklumi jika akting mereka di sini terlihat kaku. Acungan jempol saya rasa pantas diberikan untuk seniman kawakan Yati Pesek. Meski harus memerankan karakter asisten rumah tangga paruh baya yang gaul, ia mampu melakukannya secara natural tanpa terkesan dibuat-buat. Begitu juga dengan Renny Djajoesman, yang bisa memanfaatkan perannya yang terbatas dengan maksimal.

Penampakan? Jump scare? Ada. Tapi tidak ada seramnya sama sekali. Aman ditonton buat yang jantungan atau latah.

Penutup

Saya sebenarnya berharap banyak pada film “Lawang Sewu (Dendam Kuntilanak)” ini. Apa daya, tidak ada satu pun di dalamnya yang sesuai ekspektasi. Sudah gak serem, gak bisa dinikmati pula. Pihak-pihak terkait sepertinya lupa bahwa mereka sedang menggarap film horor, bukan film komedi absurd. Tidak layak tayang dan seharusnya mendapat nilai kosong. Untung masih ada dua nama yang pantas untuk menyumbang poin rating, Renny Djajoesman dan Yati Pesek. 2/10.

rf lawangsewu

Leave a Reply