Untuk membuka seri tulisan review film horor di tahun 2021, “Kutukan Suster Ngesot” jadi pilihan. Tidak ada bayangan seperti apa filmnya karena saya tidak menonton trailernya sebelumnya. Langsung pilih aja berbekal sinopsis — tentang sekelompok anggota cheerleader yang terperangkap dalam bangunan tua berhantu — yang tampak orisinil dan berpotensi menegangkan. Benarkah seperti itu? Simak langsung deh sinopsis dan review singkatnya di bawah.
Sinopsis Singkat
Sekelompok cheerleader yang dipimpin oleh asisten pelatih Derry (diperankan oleh Randy Pangalila) sedang dalam perjalanan pulang ke Jakarta usai mendukung tim basket. Di tengah perjalanan, jalan yang dilalui ternyata ambles sehingga bus yang mereka tumpangi terpaksa mengambil jalan memutar melewati hutan. Sebuah insiden membuat bus tersebut mengalami kecelakaan dan beberapa orang terluka, termasuk sang sopir yang meninggal dunia di tempat.
Untuk mencari pertolongan, Derry, Boim (diperankan oleh Seno Setyawan), Medi (diperankan oleh Rustam Anwar), Lina (diperankan oleh Fanny Ghassani), Vina (diperankan oleh Beauty Lupita), dan beberapa orang lainnya pergi berkeliling. Sekian lama berjalan, mereka tiba di sebuah bangunan terbengkalai yang belakangan diketahui sebagai bekas sebuah rumah sakit. Apesnya, itu bukanlah rumah sakit biasa, melainkan rumah sakit berhantu.
Teror demi teror mereka lalui di sana. Bahkan sampai menimbulkan korban jiwa di antara mereka. Hingga akhirnya, Derry dan Lina menemukan sebuah buku harian yang menguak peristiwa tragis yang dialami seorang suster rumah sakit tersebut di masa lalu.
Tanggal Rilis: 27 Juli 2009
Durasi: 90 menit
Sutradara: David Poernomo
Produser: Jamal Hasan
Penulis Naskah: David Poernomo
Produksi: Imagine Pictures
Pemain: Randy Pangalila, Fanny Ghassani, Beauty Lupita, Seno Setyawan, Celine Evangelista, Allya Rossa, Stevani Nepa, Irene Justine, Dwi AP
Review Singkat
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Ternyata oh ternyata, untuk kesekian kalinya saya mendapati contoh dari ide cerita yang baik namun tidak dibarengi dengan kemampuan mengeksekusi serta men-direct yang handal. Hampir semuanya berantakan.
Segi ceritanya dulu deh. Alur utamanya sebenarnya tidak bermasalah. Insiden dalam perjalanan sehingga tersesat di tengah kuburan; mencoba mencari pertolongan tapi ujung-ujungnya terjebak di bangunan bekas rumah sakit yang berhantu; sampai akhirnya datang bantuan dari warga setempat yang salah satunya punya kaitan dengan teror hantu yang ada.
Saya suka bagaimana opening scene yang sekilas tidak ada hubungannya belakangan di-callback di babak ketiga. Kalau pun ada film horor lokal yang melakukan seperti ini, biasanya memang sedari awal sudah benar-benar obvious kalau yang disajikan di adegan tersebut ada hubungannya dengan misteri cerita. Yang ada di “Kutukan Suster Ngesot” justru terlihat random namun ternyata berhubungan. Boleh lah.
Permasalahan utama dari cerita pada dasarnya datang dari percakapan demi percakapan yang terdengar. Sama sekali tidak meyakinkan dan acap menimbulkan lubang dalam cerita. Belum lagi terasa dragging di banyak bagian. Karakter seolah ngelamun beberapa saat, dikasih clue oleh kru di belakang layar, baru mereka mulai berbicara. Tidak natural.
Salah satu dialog bermasalah adalah ketika ada cheerleader yang tanpa sengaja berlari dari bus yang mereka tumpangi ke arah pemukiman warga. Ia yang sedari awal berdiam di dalam bus entah bagaimana bisa tahu bahwa teman-temannya yang lain saat itu sedang berada di dalam bangunan tua.
Belum lagi dengan karakter Derry yang seolah punya IQ tinggi dan kemampuan cenayang. Tanpa mengecek, ia bisa tahu bahwa sang sopir sudah meninggal. Ia juga mampu menyimpulkan sendiri jawaban misteri padahal sama sekali tidak ada petunjuk yang mengarah ke jawaban.
Logika kelas teri tidak lupa dihadirkan. Jalan ambles yang digambarkan terlalu berlebihan, mayat sopir yang tiba-tiba hilang tapi sepertinya tidak ada yang peduli, sosok berpakaian serba hitam yang hingga akhir tidak diketahui, sampai adegan penutup yang entah apa maksudnya.
Lalu bagaimana dengan penampakannya? Idem, setali tiga uang. Sama-sama parahnya. Dengan pencahayaan yang minim, penampakan yang disajikan selalu saja sekelebatan. Lha wong hantunya diem-diem aja masih sulit dilihat karena gelap, ini ditambah dengan hanya disuguhkan sekilas. Ingin terlihat mencekam, namun jangankan jadi tegang, mau takut pun gak tau apa yang harus ditakuti.
Penutup
“Kutukan Suster Ngesot” sebenarnya punya potensi. Ide cerita menarik dan tidak berpatok pada template film horor yang umum. Sayangnya, film ini jatuh ke tangan penulis naskah dan sutradara yang salah. Ketidakmampuan mereka dalam mengolah dan mengeksekusi ide tersebut terpampang nyata di sini. Adegan-adegan yang tidak meyakinkan, dialog yang berantakan, jump scare yang tidak memberi waktu untuk takut, sampai akting pemain yang medioker. Saya yakin hasilnya bisa jauh lebih berkualitas jika ditangani oleh nama-nama yang lebih proper.
2/10 untuk idenya.
Leave a Reply