Setahun berselang, sekuel dari film layar lebar “Kuntilanak” besutan Rizal Mantovani dirilis sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Tepatnya pada tanggal 4 Juni 2019. “Kuntilanak 2” masih menghadirkan kolaborasi yang sama antara Rizal Mantovani dan Alim Sudio selaku penulis naskah. Pun begitu dengan cast pemain yang sebagian besar masih sama, mengingat ceritanya juga merupakan kelanjutan dari sebelumnya. Munginkah mereka mengulangi kesuksesan film “Kuntilanak” yang berhasil menembus angka 1 juta penonton? Biar gak penasaran, simak deh reviewnya di bawah ini. Cekidot!
Sinopsis Singkat
Seorang wanita bernama Karmila (Karina Suwandi) datang menemui Tante Donna (Nena Rosier) dan mengaku sebagai ibu kanding Dinda (Sandrinna Skornicki). Mengira itu adalah benar ibu kandungnya, Dinda pergi ke rumah Karmila di tengah hutan, dengan ditemani oleh Julia (Susan Sameh), Edwin (Maxime Bouttier), dan saudara-saudaranya yang lain. Kejanggalan demi kejanggalan terjadi di rumah Karmila, yang belakangan diketahui adalah kuntilanak yang mengincar Dinda sebagai anaknya.
Produser: Raam Punjabi
Produksi: MVP Pictures
Durasi: –
Sutradara: Rizal Mantovani
Penulis: Alim Sudio
Tanggal Rilis: 4 Juni 2019
Pemeran: Sandrinna M Skornicki, Andryan Bima, Ali Fikry, Adlu Fahrezy, Ciara Nadine Brosnan
Review Singkat
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Kita mulai dari cerita. “Kuntilanak 2” melanjutkan kisah petualangan Dinda dan saudara-saudara angkatnya pasca menghadapi teror kuntilanak di film sebelumnya, “Kuntilanak”. Sebagian besar karakter masih sama, kecuali karakter Lydia, keponakan Tante Donna, yang digantikan oleh Julia, anak bungsu Tante Donna. Juga ada tambahan karakter Edwin sebagai kekasih Julia.
Meski hantu yang dihadapi berbeda, namun benang merahnya terjaga, berkat sosok yang sama di departemen penulisan naskah, Alim Sudio. Sejak film terdahulu, karakter Dinda digambarkan sebagai yang paling susah move on karena ingin sekali bertemu dengan ibu kandungnya. Wajar jika ia begitu ngebet untuk bertemu ketika ada seseorang datang dan mengaku sebagai ibu kandung Dinda.
Dibandingkan dengan sebelumnya, cerita dalam “Kuntilanak 2” jauh lebih mengalir dan tidak terkesan dipaksakan. Sayangnya, adegan terasa berputar di tempat yang itu itu saja. Padahal, setting rumah yang digunakan menurut saya bisa lebih dieksplor lagi. Di area pembuatan keramik misalnya.
Saya tidak tahu apakah scene di awal merupakan petunjuk untuk film selanjutnya atau tidak. Jika tidak, berarti hanya adegan yang sia-sia dan tidak berkaitan sama sekali dengan cerita utama. Berharapnya sih iya.
Unsur komikal dengan efek suara konyol ala FTV sudah tidak ada di sini. Sayangnya, berbeda dengan pendahulunya yang intensitas terornya semakin meningkat hingga klimaks di penghujung cerita, “Kuntilanak 2” gagal menghadirkan hal yang sama.
Separuh awal teror benar-benar dibangun dengan sempurna. Dua titik jumpscare sukses mengejutkan semua penonton di bioskop. Termasuk saya yang jarang sekali kaget dengan jumpscare di film. Namun separuh akhir teror justru anti-klimaks. Si setan kuntilanak semakin lama terlihat semakin loyo dan tidak lagi ada niatan untuk membunuh. Yang harusnya masih bisa mencegah Dinda untuk membunuhnya malah tidak ia lakukan. Ditambah dengan cerita yang terlihat sangat bertele-tele di saat-saat mendekati ending.
Yah, pada akhirnya perlu disadari bahwa ini adalah FILM ANAK ANAK tentang horor, bukan FILM HOROR tentang anak-anak. Kentara sekali dengan nyaris tidak bergunanya sosok karakter-karakter dewasa di sini, yang semestinya bisa melindungi mereka. Puncak kejengkelan saya mungkin saat Tante Donna berniat untuk menyiram si kuntilanak dengan minyak tanah dan membakarnya. Really?
Secara keseluruhan film ini cukup bisa dinikmati. Terutama bersama keluarga di saat libur lebaran tahun 2019 ini. Siap-siap kaget dengan jumpscare-nya, tapi siap-siap juga untuk kecewa dengan eksekusi cerita di sepertiga akhir film.
Selamat menonton!
Leave a Reply