Review Film Kakak (2015)

Sebelum mantap berhijab di bulan Februari 2015, Laudya Cynthia Bella sempat menggarap sebuah proyek film horor bersama dengan Surya Saputra. Judulnya “Kakak” dengan Ivander Tedjasukmana sebagai sang sutradara. Gegara film ini dirilis di bulan November, netizen sempat mempertanyakan penampilan Bella yang terbuka. Sampai-sampai yang bersangkutan harus membuat konferensi pers untuk meluruskan hal tersebut. Mungkinkah itu semua bagian dari strategi marketing rumah produksi yang bersangkutan? Bisa jadi. Tapi pertanyaan yang lebih utama adalah, seberapa bagus kualitas “Kakak”? Pantaskah diberi acungan jempol? Simak sinopsis dan review singkatnya di bawah ini ya.

Sinopsis Singkat

poster kakak

Pasangan suami istri Kirana (diperankan oleh Laudya Cynthia Bella) dan Adi (diperankan oleh Surya Saputra) menempati rumah mereka yang baru. Adi sengaja mengajak Kirana pindah ke sana agar bisa menjalani hari dengan lebih tenang pasca kegugurannya untuk yang ketiga kalinya. Tanpa mereka ketahui, ada sosok hantu anak kecil yang biasa dipanggil Kakak (diperankan oleh Yafi Tesa Zahara) tinggal di rumah tersebut. Sempat ketakutan, lambat laun Kirana dan Adi mulai bisa menerima keberadaan Kakak di antara mereka. Namun, setelah Kirana kembali hamil, Adi khawatir akan ada bentrokan yang membahayakan calon buah hati mereka nantinya.

Tanggal Rilis: 5 November 2015
Durasi: 88 menit
Sutradara: Ivander Tedjasukmana
Produser: Ardiwan Renaldy
Penulis Naskah: Kim Kematt, Ivander Tedjasukmana
Produksi: Firefly Cinema
Pemain: Laudya Cynthia Bella, Surya Saputra, Gading Marten, Miea Kusuma, Ence Bagus, Nina Tamam, Marsha Lavenia, Yafi Tesa Zahara

Review Singkat

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Poster sebuah film biasanya menjadi salah satu media marketing gimmick untuk ‘menjebak’ calon penonton agar tertarik untuk membeli tiket dan menonton film yang bersangkutan di bioskop. Entah sudah berapa banyak poster film horor yang tampak mencekam namun ujung-ujungnya kentang. Gak ada gregetnya sama sekali.

“Kakak” justru sebaliknya. Saya yang memang hampir tidak pernah membaca sinopsis berasumsi bahwa film ini tidak ada bedanya dengan film-film bertema serupa, dimana ada pasangan suami istri, mostly the wife, diteror oleh arwah anak kecil yang telah menikah. Bisa anaknya sendiri, bisa juga anak orang lain yang berhubungan dengan sang suami (selingkuhan, mantan pacar). Apalagi di poster digambarkan Laudya Cynthia Bella, selaku pemeran utama, tampak ketakutan dengan hantu anak kecil sedang melangkah ke arahnya.

Nyatanya jauh berbeda. Yang menghantui adalah anak penghuni rumah sebelumnya. Meninggal karena asma, yang kebetulan juga diderita oleh Kirana, karakter yang diperankan Bella. Menariknya, penulis men-treatment sosok hantu yang dipanggil Kakak itu layaknya seorang anak kecil. Labil, gampang emosi, namun butuh kasih sayang, yang dulunya tidak diberikan oleh kedua orang tuanya.

Ini yang acap dilupakan sineas lain. Di mata mereka, yang namanya hantu ya pasti jahat, suka menakut-nakuti, hobi bikin teror. Kalau pun ada yang eksis untuk memberi petunjuk, cara yang ia lakukan tidak jauh berbeda dengan yang berniat jahat. Selalu diserem-seremin.

Maka, ketika hantu cilik yang butuh kasih sayang bertemu dengan sosok ibu yang merindukan buah hati, film mampu menghadirkan sebuah warna tersendiri dalam dunia perfilman horor Indonesia. Simak bagaimana interaksi yang dilakukan Kirana dengan Kakak, yang tidak ubahnya seorang ibu dengan anaknya. Sederhana tapi bikin baper. Yang harusnya creepy, jadi terlihat menyenangkan.

Terus terang ini adalah kekuatan utama dari sutradara Ivander Tedjasukmana di “Kakak”. Ia mampu membangun suasana sekaligus membawa kita berkenalan dengan para karakter utama. Pada prosesnya, kita bakalan bersimpati tidak hanya pada Kirana yang telah tiga kali keguguran, melainkan juga pada Adi, suaminya, yang dalam posisi tertekan antara ibunya dengan Kirana, serta dengan hantu Kakak yang kangen sosok ibu di sampingnya.

Beruntungnya, Ivander bekerjasama dengan Bella dan Surya, yang sama-sama tampil memukau. Meski berselisih usia 13 tahun, chemistry sebagai pasangan suami istri di antara keduanya sungguh terpampang nyata. Banyak gestur-gestur kecil yang dilakukan masing-masing, yang terlihat sepele namun justru alami dilakukan oleh dua orang yang sudah menikah dan saling percaya satu sama lain.

Sayangnya, film ini tidak luput dari masalah. Kuat di drama, “Kakak” lemah dalam unsur horor. Jump scare-nya cemen. Si hantu memang digambarkan sebagai ‘anak yang baik’. Tapi setidaknya, saat ada adegan dimana dirinya marah, penampilannya bisa lebih garang lagi. Tidak ala kadarnya. Lebih sip lagi kalau dihadirkan tanpa tata suara yang mengagetkan pemirsah.

Untungnya, adegan puncaknya benar-benar memuaskan dan sesuai harapan yang sudah dibangun sepanjang babak kedua. Akting Surya sempat membuat saya khawatir cerita bakal berakhir menyedihkan bagi salah satu pihak. Syukurlah tidak, hehehe.

Penutup

“Kakak” adalah sebuah film drama horor yang menyenangkan untuk ditonton. Mungkin satu dari sedikit film dalam genre tersebut yang sukses bikin saya baper. Kualitas akting dari Laudya Chintya Bella dan Surya Saputra jadi salah satu faktor penunjangnya. Naskah skenario dan twist yang disajikan untungnya juga digarap serius. Sayangnya, porsi horor / jump scare yang tidak terlalu besar, gagal dioptimalkan untuk memberi panggung bagi si hantu. 7/10.

rf kakak

Leave a Reply