Saat artikel ini ditulis, saya belum sempat menonton “Pocong 2” dan “40 Hari Bangkitnya Pocong”. Pastinya menyusul untuk nantinya dibandingkan. Yang jelas, kedua judul tersebut, terutama yang disebut pertama, banyak mendapat pujian dari kritikus film horor. Sementara, meski tidak mendapat banjir jempol yang serupa, “Hantu Rumah Ampera” kabarnya juga tidak terlalu buruk. Jadi, yah, mari kita lihat saja sinopsis dan review singkatnya di bawah ini.
Sinopsis Singkat
Usai merayakan kelulusan SMA, Adit (diperankan oleh Ben Joshua) dan Annisa (diperankan oleh Rahma Landy) mengikrarkan cinta mereka dengan berjanji akan selalu setia sampai kapan pun. Adit pun memberikan hadiah sebuah kotak musik sebagai kenang-kenangan.
4 tahun berlalu. Annisa yang kini kuliah di London menghubungi Adit. Ia memberitahu bakal memberi kejutan di hari ulang tahun Adit. Tanpa memberitahu Adit, Annisa ternyata bersiap untuk melakukan perjalanan pulang ke Indonesia untuk menemui Adit.
Adit sendiri tengah mengurusi pindahan rumah yang tempat yang baru bersama ibunya, bu Widya (diperankan oleh Meity Josefina). Setibanya di sana, keduanya mulai merasakan keanehan walau kemudian berusaha untuk mengabaikannya.
Keesokan harinya, Annisa yang hendak mengejutkan Adit di kampus mendadak syok. Adit ternyata sudah memiliki kekasih yang baru, Lulu (diperankan oleh Nadila Ernesta). Ia pun mengurungkan niatnya untuk bertemu dan hanya memperhatikan mereka dari kejauhan. Begitu pula saat pesta ultah Adit berlangsung. Annisa hanya melihat dari luar, terutama saat Adit mengantarkan Lulu ke mobilnya untuk pulang.
Kejadian-kejadian misterius di dalam rumah terus terjadi. Adit mencoba menanyakan hal tersebut kepada tetangganya, ibu Shane (diperankan oleh Nani Tandjung). Ibu Shane, yang ternyata memiliki indera keenam dan bisa melihat makhluk gaib, hanya memberitahu Adit agar tidak perlu khawatir. Meski lokasi perumahan mereka berada di atas bekas pemakaman, tapi selama ini tidak pernah ada gangguan gaib yang mengkhawatirkan.
Malam harinya, Adit melihat Annisa di teras rumahnya dalam kondisi basah kuyub. Karena merasa bersalah telah mengkhianati cinta Annisa, Adit hanya diam saja sembari memasangkan jaketnya pada tubuh Annisa yang kedinginan. Lulu tiba-tiba muncul untuk mengembalikan handphone Adit yang tertinggal di mobilnya. Melihat sosok Annisa, Lulu cemburu dan langsung pergi meninggalkan mereka. Adit sempat berusaha mengejarnya, namun gagal. Saat kembali ke teras, Annisa sudah menghilang begitu saja.
Belakangan sebuah berita di TV mengabarkan terjadinya kecelakaan pesawat terbang jurusan London – Jakarta beberapa hari sebelumnya dan salah satu korban yang baru saja diketemukan jasadnya adalah Annisa.
Bu Widya yang sedari awal tidak menyetujui hubungan Adit dengan Annisa masih saja berusaha menjauhkan putranya itu. Ia bahkan diam-diam membuang hadiah serta surat terakhir dari Annisa untuk Adit yang sebelumnya diketemukan di koper Annisa dan diserahkan oleh adik Annisa, Nadya (diperankan oleh Tantry Namirah), pada Adit. Adit yang selama ini diam juga akhirnya tidak tahan lagi dengan ibunya, yang memaksanya untuk mencari paranormal demi mengusir hantu yang ia yakini sebagai arwah Annisa. Ia memilih untuk mengabaikan permintaan ibunya itu.
Pada akhirnya, arwah Annisa hanyalah menuntut janji yang pernah diucapkan Adit dulu. Dan sebuah insiden memaksa Adit untuk memenuhi janjinya.
Tanggal Rilis: 9 Juli 2009
Durasi: 87 menit
Sutradara: Rudy Soedjarwo
Produser: Gope T. Samtani, Subagyo S.
Penulis Naskah: Rere Soedjarwo, Ayu Sulistiowati
Produksi: Rapi Films
Pemain: Ben Joshua, Nadila Ernesta, Rahma Landy, Meity Josefina, Nani Tandjung, Tantry Namirah
Review Singkat
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Saya menyukai film dengan twist yang cerdas dan tidak terduga. Yang tetap memberikan petunjuk, namun jika tidak benar-benar diperhatikan bakalan tidak disadari. “Kesurupan” misalnya. Terlepas dari kualitasnya secara keseluruhan yang di bawah standar, namun film tersebut mampu memberikan twist yang tidak disangka-sangka dengan clue yang sudah ada di depan mata sejak babak pertama durasi.
Pun begitu dengan “Hantu Rumah Ampera”. Penulis cukup cerdas menyamarkan twist yang ada dengan mengkondisikan rumah yang dihuni oleh Adit dan ibunya sebagai rumah tua yang dibangun di atas tanah bekas pemakaman. Meski sudah curiga dengan hadirnya hantu yang selalu berhubungan dengan air, imajinasi saya malah berlari terlalu liar dengan mengira ada 2 hantu sekaligus yang menteror kedua orang itu, hehehe.
Rudy Soedjarwo bisa dikatakan cukup berhasil mengolah elemen horor yang ada di sini. Penampilan hantunya memang tidak aneh-aneh, tapi di satu adegan, saat ia duduk di samping Adit yang tengah tertidur, desainnya terlihat sangat creepy. Penampakan yang dihadirkan pun tidak lebay. Fokus pada kegelisahan si hantu yang hanya tertuju pada Adit dan ibunya.
Entah disengaja atau tidak, saat twist belum terungkap, kehadiran si hantu hanya sekedar memberi tanda, tidak benar-benar mengganggu. Sebaliknya, begitu misteri terbuka, dan melihat sikap ibu Adit yang masih keukeuh, barulah si hantu mulai agresif. Ini BAGUS sekali. Jarang ada film horor lokal yang bisa melakukannya. Seringkali sutradara terburu nafsu untuk menakut-nakuti penonton, tanpa peduli dengan hal-hal detil semacam ini.
Khusus ibu Adit, saya pribadi memberikan acungan jempol pada Meity Josefina. Ia mampu memerankan karakter tante-tante yang selalu mengontrol dan mencampuri urusan putranya tanpa perlu berlebihan dalam memainkan mimik muka. Denger dialog dan nada bicaranya aja saya sudah pengen ngajak duel rasanya. Asli, jahat banget. Sekilas jadi kebayang sinetron azab, wkwkwk.
Sayangnya, akting primanya tidak diimbangi oleh pemeran yang lain. Bahkan termasuk si pemeran utama, Ben Joshua, sendiri. Saya tidak bisa membedakan kapan dia sedih, marah, atau sedang mikir. Sama semua ekspresi mukanya.
Kekurangan utama dari film ini adalah tidak adanya momen yang benar-benar intens. Saat suasana mulai tegang, gak lama balik lagi ke titik awal. Begitu terus. Cerita jadi terasa datar walau dari segi alur sebenarnya tidak bermasalah dan minim plot hole. Saking datarnya, saya sampai kaget pas tahu durasi tinggal 5 menit. Dan dengan ending yang super kilat, film pun berakhir tanpa meninggalkan kesan berarti.
Eh, ada ding. Satu adegan memorable yang rasanya gak bakal lupa. Yaitu saat si hantu ikut sholat berjamaah bareng bu Widya. Di hari kedua, sudah ditunggu-tunggu ternyata hantunya tidak ikut jamaah. Eh, giliran ditinggal tidur, si hantu sholat sendiri. Kepikiran gitu ya bikin cerita seperti itu, hehehe.
Penutup
Yang seperti ini bikin agak dilema dalam memberikan penilaian. “Hantu Rumah Ampera” punya elemen horor yang cukup baik. Suasana mencekamnya, walau tidak banyak, tersampaikan. Penampakan hantunya konsisten dan sesuai alur cerita. Tidak lebay tampil. Masalahnya, penulis maupun sutradara tampak bermain aman dengan tidak terlalu mengekslor naskah. Tidak terasa adanya adegan puncak yang bikin penonton puas. Flat, seperti bentuk bumi kata sebagian orang. Didukung pula dengan akting sebagian besar pemain yang sama datarnya. 5/10 deh.
Catatan: rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi
Leave a Reply