“Gunung Kawi” adalah sekuel dari film “Dilarang Masuk!” yang dirilis setahun sebelumnya. Beda cerita, namun dengan jajaran pemain yang (sebagian besar) sama.
Konsepnya masih serupa. Meniadakan unsur dewasa dan menggantinya dengan komedi.
Dengan unsur yang disebut belakangan gagal total di prekuelnya, akankah kali ini ada perbaikan di sana? Dan yang terpenting, layakkah film ini untuk ditonton?
Untuk tahu jawabannya, mari bersama-sama kita simak alur cerita dan juga review singkatnya. Gass!
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Alur Cerita / Sinopsis Singkat
Sejak pabriknya bangkrut, ayah Dika, Drajat (diperankan oleh Roy Marten), mendadak bersikap aneh. Mulai dari uring-uringan, halusinasi, hingga memakan kulit buah.
Dika (diperankan oleh Rayn Wijaya) dan Bella (diperankan oleh Lawra Incha), sepupunya yang tinggal di rumahnya, khawatir dengan hal itu. Saat memeriksa rumah, tanpa sengaja mereka menemukan berkas yang mengaitkan usaha Drajat dengan ilmu pesugihan di Gunung Kawi.
Untuk membantu ayahnya, Dika memutuskan untuk mencari dukun pesugihan di sana. Bersama Bella, ia pun pergi bersama sahabat-sahabatnya.
Ada Adit (diperankan oleh Maxime Bouttier), Piyu (diperankan oleh Jordi Onsu), Indah (diperankan oleh Yova Gracia), Rebecca (diperankan oleh Laras Syerinita), dan Salimar (diperankan oleh Shalimar Malik). Tak lupa satpam sekolah, bang Jono (diperankan oleh Reymon Knuliqh) yang kebetulan pernah bekerja di daerah Gunung Kawi ikut diajak.
Setibanya di sana, mereka bertemu dengan seorang wanita penduduk lokal bernama Roro (diperankan oleh Roro Fitria). Roro lantas memberi petunjuk tempat dukun pesugihan tinggal. Namanya mbah Kawi (diperankan oleh Yoes Astawan).
Dari mbah Kawi, diketahui bahwa sebenarnya dulu Drajat tidak melakukan ritual pesugihan dengannya karena ditolak. Mbah Kawi hanya mau membantu dengan cara yang baik-baik, bukan melalui tumbal.
Ditolak oleh mbah Kawi, Drajat memilih untuk melakukan perjanjian dengan dukun hitam yang tidak diketahui orangnya. Bangkrutnya pabrik serta gangguan mistis yang dialami Drajat adalah akibat ia tidak lagi mau memberikan tumbal sesuai perjanjian.
Mbah Kawi lantas memberikan air yang sudah dijampi-jampi untuk diminumkan pada Drajat agar tidak lagi diganggu makhluk halus.
Sebelum kembali ke Jakarta, Jono mengajak yang lain untuk berkemah semalaman. Dika dkk setuju.
Malam harinya, Dika, Adit, dan Piyu sama-sama diteror oleh hantu. Tidak itu saja, mereka kemudian diculik oleh dukun pesugihan yang membuat perjanjian dengan Drajat. Dukun tersebut ternyata adalah Roro.
Roro berniat untuk menumbalkan ketiganya sebagai pengganti Drajat. Dika memohon agar Adit dan Piyu dibebaskan karena tidak ada hubungannya dengan Drajat. Roro setuju dan mengembalikan Adit dan Piyu.
Sepeninggal keduanya, Dika mendapat bisikan gaib untuk merebut tongkat sihir Roro. Dika berhasil melakukannya.
Setelah tongkat dipatahkan, tubuh Roro musnah. Dika pun kembali berkumpul dengan kedua sahabatnya.
Setibanya di rumah, mereka langsung meminumkan air dari mbah Kawi pada Drajat. Sejak itu Drajat kembali normal. Ia bahkan bertobat dan memutuskan untuk masuk ke pesantren.
Anehnya, Adit, Piyu, dan Indah lanjut dihantui oleh makhluk gaib.
Pada akhirnya terungkap bahwa Rebecca sempat memetik bunga terlarang di dekat kemah. Atas petunjuk mbah Kawi, mereka diminta untuk membakar dan membuang bunga tersebut ke sungai.
Usai melakukannya, teror pun berhenti.
Tanggal Rilis: 15 Februari 2017
Durasi: 1 jam 32 menit
Sutradara: Nayato Fio Nuala
Produser: Shanker RS
Penulis Naskah: Erry Sofid
Produksi: Digital Film Media
Pemain: Maxime Bouttier, Jordi Onsu, Roy Marten, Laras Syerinita, Rayn Wijaya
Review Singkat
Awalnya “Gunung Kawi” terkesan menjanjikan dengan menyelipkan editan-editan khas FTV lokal yang lucu dan menggelitik.
Namun sesuatu yang diawali dengan indah tidak selalu diakhiri juga dengan indah. Yang pasti hal semacam itu tidak ada dalam kamus Nayato Fio.
Dalam sekejap segalanya berubah menjadi aneh, janggal, dan menjengkelkan.
Plot hole bersebaran dimana-mana. Tersaji hingga akhir.
Dengan cerita yang (dipaksakan) hanya berselang seminggu pasca kejadian dalam “Dilarang Masuk!”, film ini dengan seenaknya mengganti 2 karakter utama tanpa ada penjelasan.
Padahal, 2 karakter utama yang diganti posisinya adalah teman sekelas Dika dkk. Duduk sebangku pula.
Apa sulitnya memberi benang merah terhadap keduanya?
Toh tinggal disampaikan bahwa karena ada insiden bunuh diri di sekolah maka 2 karakter tersebut dipindahkan sekolahnya oleh ortu mereka masing-masing, takut terjadi hal yang sama dengan mereka.
Rambut Adit yang berubah dari merah menjadi hitam juga sangat mengganggu.
Lucunya lagi, Drajat memiliki foto selfie bersama mbah Kawi. Padahal, mbah Kawi menolak untuk membantu Drajat. Benar-benar mengada-ada.
Masih banyak lagi sebenarnya. Sebaiknya ditonton sendiri saja. Jadikan tantangan untuk menemukan sebanyak-banyaknya kejanggalan yang ada.
Pada dasarnya, film ini adalah sekuel yang dipaksakan. Naskahnya bukan lagi berantakan. Melainkan tidak jelas mau dibawa kemana. Asal disambung-sambungkan saja.
Yang penting ada bagian pembuka dan penutup sudah it’s a wrap.
Kekurangan yang ada dalam sekuel pun tetap dipertahankan. Sepertinya memang baik produser maupun sutradara sama sekali tidak menganggap itu sebagai kekurangan.
Sebut saja jumlah karakter yang masif namun tidak berfaedah terhadap cerita.
Juga karakter Thailand jadi-jadian yang mengganggu kenyamanan menonton.
Yah bersyukurlah film ini bisa ditonton secara gratis. Setidaknya tidak perlu keluar uang untuk menyiksa diri.
Penutup
Sebagian besar sekuel sebuah film kualitasnya jeblok. Tidak sesuai dengan ekspektasi dan standar yang sudah dibangun oleh prekuelnya.
Begitu pula dengan “Gunung Kawi”.
Yang membedakan, sebagian besar sekuel sebuah film masih terlihat berupaya untuk memenuhi ekspektasi dan standar yang sudah dibangun oleh prekuelnya.
Tidak seperti film ini, yang terlihat jelas dipaksakan untuk meraup keuntungan belaka.
Naskah maupun eksekusi sama-sama serampangan. Kejanggalan bertebaran. Horornya pun membosankan.
Sebaliknya, kekurangan dalam prekuel malah dipertahankan.
Mungkin satu-satunya yang bisa diapresiasi adalah sentuhan editing kocak ala FTV yang ada di awal.
1/10.
Film ini bisa ditonton secara gratis di kanal Youtube resmi Digital Film Media.
Catatan: review serta rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi
Leave a Reply