Review Film Don’t Listen / Voces (Netflix, 2020)

Yo. Balik lagi dengan review film horor barat setelah sebelumnya kita ngebahas mengenai “His House“. Yang jadi topik kali ini adalah “Don’t Listen”, atau berjudul asli “Voces”, sebuah karya dari sineas asal negeri matador, Spanyol. Di negara asalnya, film ini sebenarnya sudah dirilis pada bulan Juli lalu. Namun untuk kancah internasional baru tersedia di bulan November melalui layanan streaming video Netflix. Dari IMDB, genrenya adalah drama, horror, dan thriller. Sesuai sih. Lalu kira-kira seperti apakah filmnya? Nyereminkah? Simak deh sinopsis dan review singkatnya di bawah ini.

Sinopsis Singkat

poster dontlisten

Daniel dan Sara adalah pasangan suami istri yang bekerja sebagai house flipper. Mereka biasa membeli rumah yang sudah tua, menempati sekaligus merenovasinya hingga layak huni, lalu menjualnya kembali dengan harga yang jauh lebih tinggi. Hingga kemudian, saat menempati sebuah rumah yang cukup besar, putra mereka Eric mulai mendengar suara-suara misterius melalui walkie-talkie miliknya. Biasanya, ia diminta oleh suara misterius tersebut untuk menggambarkan sesuatu. Hasil gambarnya lantas ia tempelkan di tembok kamar.

Dari pengamatan psikolog, Eric dianggap stress karena sering berpindah-pindah tempat. Daniel dan Sara percaya. Namun situasinya berubah saat sang psikolog ketahuan tewas dalam perjalanan pulang dari rumah mereka. Hal itu disusul dengan Eric yang diketemukan sudah tidak lagi bernyawa di kolam renang.

Pasca kejadian tersebut, Sara memutuskan untuk menenangkan diri terlebih dahulu di tempat orang tuanya sementara Daniel tetap tinggal di rumah. Esok malam, saat Daniel mengirim pesan suara pada Sara, ia menemukan suara Eric ikut terekam di dalamnya. Menyadari ada sesuatu, Daniel lantas meminta seorang penulis sekaligus peneliti veteran dalam bidang EVP (Electronic Voice Phenomena), Germán Redondo, untuk mengecek rumahnya. German datang bersama putrinya, Ruth, yang berbanding terbalik dengan ayahnya. Ia lebih mengedepankan hal logis dan tidak begitu percaya dengan hal gaib. Termasuk EVP itu sendiri.

Sejak kedatangan mereka, semakin banyak hal aneh terjadi di dalam rumah. Bahkan Sara, yang kemudian mendengar suara Eric menghubunginya lewat telpon dan kembali ke rumah, justru tiba-tiba bunuh diri di rumah tersebut. German dan Ruth sendiri kemudian menemukan bukti adanya sosok gaib di rumah tersebut, yang tertangkap baik melalui suara maupun penampakan thermal.

Belakangan terungkap bahwa rumah yang tengah direnovasi oleh Daniel dulunya adalah bekas gedung pengadilan yang digunakan sebagai inkuisisi (inquisition), yaitu pengadilan oleh pihak gereja terhadap orang-orang yang dianggap sebagai penyihir. Terdapat pula ruang bawah tanah yang berisi alat-alat untuk melakukan penyiksaan bagi mereka-mereka yang dulunya dituduh sebagai penyihir agar mau mengaku. Dan di dalamnya, diketemukan kerangka seorang penyihir yang dikurung di dalam semacam penjara berbentuk sangkar.

Untuk menghilangkan gangguan di rumah, German membakar kerangka tersebut. Entah berhasil atau tidak, yang jelas setelah itu tidak ada lagi gangguan yang terjadi.

Sementara itu, Daniel akhirnya melihat gambar-gambar buatan Eric di tembok. Ia kaget melihat salah satu gambar yang ada, yang mengungkapkan kejadian sebenarnya yang mengakibatkan kematian Eric.

Tanggal Rilis: 24 Juli 2020
Durasi: 97 menit
Sutradara: Ángel Gómez Hernández
Produser: Sofía Aranzana
Penulis Naskah: Santiago Díaz
Produksi: Kowalski Films, RTVE
Pemain: Rodolfo Sancho, Ramon Barea, Ana Fernandez, Bethlehem Fabra, Lucas de Blas, Nerea Barros, Javier Botet, Viti Suarez, Ruben Corvo, Jorge Oubel, Peter van randen

Review Singkat

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Pertama-tama, “Don’t Listen” atau “Voces” adalah sebuah film yang bagus. Penyutradaraannya dilakukan dengan baik dan rapi. Akting lumayan. Sinematografi oke. Nyaris tidak ada lobang dalam cerita, selain pada saat Eric dikeluarkan dari sekolah dan Daniel malah menyuruhnya untuk mengerjakan PR. Lha ngapain juga, wong udah di-DO, hehehe.

Kendati demikian, dari segi horor, film ini bisa dibilang gagal. Ceritanya biasa aja dengan alur yang mudah ditebak. Nuansa film-film lain yang bertema sejenis pun sangat kental. Sentuhan sejarah inkuisisi yang harusnya bisa jadi gong andalan justru sirna tanpa kesan. Sang sutradara terlihat fokus berusaha untuk menakuti penonton sehingga melupakan konsistensi dalam penyajian penampakan. Ketika terungkap sumber permasalahannya hanya berasal dari satu sosok arwah penasaran, saya jadi mempertanyakan penampakan-penampakan lain yang muncul sebelumnya.

Di satu sisi sebenarnya Angel Gomez tidak failed failed amat. Beberapa jumpscare sukses bikin kaget. Tapi ya kaget sekedar kaget aja. Reflek natural manusia. Bukan kaget terus merinding ketakutan.

Bagian paling parah menurut saya adalah bagian akhir. Terlihat kacau dan dibuat seadanya agar menegangkan. Beberapa tahun lalu mungkin konsep semacam itu masih bisa diterima. Tapi sekarang? Maaf, jelas tidak.

Twistnya sendiri masih oke lah. Bisa diterima. Walau dengan tidak adanya petunjuk sama sekali di sepanjang film, saya lebih merasa bahwa twist tersebut ditempelkan di bagian penutup supaya penonton suka. Bukan untuk mendukung jalan ceritanya.

Penutup

Menonton “Don’t Listen” seperti flashback pada sebagian film-film horor lokal di tahun 2018-2019 lalu. Zonk dari segi horor, tapi patut diapreasiasi di (banyak) segi lainnya. Jumpscarenya sukses ngagetin, tapi gagal nyeremin. Naskahnya pun tidak begitu membantu. Lumayan buat hiburan di kala pandemi, terutama bagi orang-orang seperti saya yang tinggal di daerah yang bioskopnya belum boleh beroperasi, namun tidak perlu berekspektasi macam-macam. 5/10.

Catatan: rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi

Leave a Reply