“Dejavu: Ajian Puter Giling” adalah proyek film horor layar lebar kedua dari sutradara Hanny R Saputra pasca sebelumnya membesut “The Real Pocong” di tahun 2009. Dari judulnya bisa ditebak bahwa ceritanya mengangkat perihal ajian puter giling yang mungkin sudah akrab di sebagian telinga masyarakat Indonesia, khususnya yang percaya dengan hal-hal berbau mistis. Seperti apa? Simak sinopsis dan review singkatnya di bawah.
Sinopsis Singkat
Myrna (diperankan oleh Ririn Ekawati) datang ke rumah Sofia (diperankan oleh Ririn Dwi Aryanti) untuk menjadi perawat pribadi. Menurut suaminya, Yudo (diperankan oleh Dimas Seto), sejak kecelakaan yang menimpanya, Sofia jadi banyak berdiam diri dengan tatapan kosong. Ia juga sering lupa dengan apa yang pernah ia alami sehingga Yudo sengaja menuliskan jurnal untuknya. Sejak tinggal di rumah tersebut, Myrna mulai merasakan keanehan demi keanehan. Baik dari sikap Myrna dan Yudo, maupun dari gangguan makhluk halus. Ditambah lagi seorang paranormal tiba-tiba mengingatkan dirinya agar berhati-hati dengan rumah tersebut. Apa yang terjadi sebenarnya?
Tanggal Rilis: 21 Mei 2015
Durasi: 82 menit
Sutradara: Hanny R Saputra
Produser: Firman Bintang
Penulis Naskah: Baskoro Adi Wuryanto
Produksi: BIC Pictures
Pemain: Ririn Ekawati, Ririn Dwi Ariyanti, Dimas Seto
Review Singkat
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Idenya sederhana, tentang pelaku kriminal yang kembali lagi ke TKP karena sempat dikenai mantra ajian puter giling oleh korbannya sebelum ia meninggal. Namun ide yang simpel tersebut berhasil diolah dengan alur cerita yang seolah maju padahal sebenarnya maju mundur, menghasilkan keping-keping puzzle yang harus dipahami dengan teliti apabila kita ingin mengerti jalan cerita yang sesungguhnya.
“Dejavu: Ajian Puter Giling” adalah salah satu film horor lokal yang mengharapkan kita untuk sabar menyimak hingga sampai di penghujung durasi, saat twist dimunculkan dan misteri terungkap. Kesabaran tersebut pasti terbayarkan, walau sayang masih menyisakan beberapa pertanyaan. Bisa karena disengaja, bisa karena naskah yang kurang detil, bisa juga karena penulisnya sudah capek dan malas untuk menjelaskan hal-hal lain yang tidak primer.
Untungnya, dengan set lokasi yang terbatas dan jumlah karakter yang bisa dihitung jari, film ini tidak membuat bosan. Ketiga pemeran utama — Ririn Ekawati, Dimas Seto, dan Ririn Dwi Ariyanti — berhasil memerankan karakter mereka masing-masing dengan sangat baik. Myrna yang terkadang malu-malu namun bisa terlihat bernafsu saat bermesraan dengan Yudo; Yudo yang tidak banyak bicara tapi setiap dialog yang keluar dari mulutnya bisa bikin tambah penasaran; serta Sofia yang sukses menyajikan salah satu adegan kesurupan paling meyakinkan di film horor Indonesia.
Sutradara Hanny R Saputra harus diakui cukup berhasil membangun suasana di film ini dengan jump scare dan penampakan yang tepat pada waktunya. Tidak lebay. Suka dengan muka seram yang terlihat sekilas saat Myrna menyorotkan lampu senter ke plafon kamar. Juga dengan efek tangan keluar dari tembok yang CGI-nya benar-benar mulus. Apalagi tarikan gaib ke bawah tempat tidur yang langsung dilanjutkan dengan hempasan keras ke tempat semula.
Sayangnya, tensi film yang naik turun membuat suasana yang dibangun terasa tidak maksimal. Habis tegang, balik lagi santuy. Beberapa adegan pertemuan langsung maupun tidak langsung dengan paranormal, yang hingga akhir tidak jelas faedahnya selain untuk mempertegas soal ajian puter giling, pun agak bikin ilfil.
Oh ya, satu lagi yang patut diacungi jempol adalah cara film menjelaskan tentang ajian puter giling dan dejavu. Bahasanya sederhana dan dialognya tidak bertele-tele. Keterlaluan kalau yang belum pernah mengenal dua istilah itu sebelumnya masih tidak paham juga, hehehe.
Penutup
“Dejavu: Ajian Puter Giling” adalah salah satu kuda hitam di percaturan film horor Indonesia. Kabarnya saat diputar tidak terlalu banyak penontonnya. Padahal faktanya, ini adalah salah satu film di genre tersebut yang punya modal cerita berkualitas, akting mumpuni, serta twist mengejutkan. Mungkin anehnya alur yang membuat film sekilas tidak meyakinkan adalah penyebab orang saat itu malas datang ke bioskop. Di luar beberapa kekurangannya, 7/10 masih layak untuk diterima.
Leave a Reply