Review Film Danur 3: Sunyaruri (2019)

Hari Kamis minggu lalu iseng ngecek aplikasi Tix.ID dan ternyata pre-order tiket film “Danur 3: Sunyaruri” sudah mulai dibuka. Diskon 50% pula. Tentu saja gak boleh dilewatkan. Sayangnya sudah agak terlambat. Spot tempat duduk favorit sudah keburu dipesan orang lain. Tapi untungnya masih kebagian baris kedua dari belakang, lumayan strategis lah. Dan hari ini, penantian panjang terhadap film ketiga dan kabarnya juga bagian terakhir dari trilogi Danur berakhir. Seperti apa filmnya? Simak reviewnya di bawah ini ya, teman.

Sinopsis Singkat

poster danur3

Tanggal Rilis: 26 September 2019
Durasi: 90 menit
Sutradara: Awi Suryadi
Produser: Manoj Punjabi
Penulis Naskah: Lele Laila
Produksi: MD Pictures, Pichouse Films
Pemain: Prilly Latuconsina, Rizky Nazar, Syifa Hadju, Sandrinna Michelle, Umay Shahab, Stefhani Zamora Husenm

Risa Saraswati (diperankan oleh Prilly Latuconsina) memasuki titik jenuh dalam hubungannya dengan para hantu kecil Peter cs. Terlebih setelah dirinya menjalin asmara dengan Dimas (diperankan oleh Rizky Nazar). Risa khawatir Dimas bakal meninggalkannya apabila ia tahu mengenai kemampuan supranatural Risa serta kelima teman hantunya itu. Puncaknya, Risa memutuskan untuk menutup mata batinnya agar tidak bisa lagi melihat keberadaan Peter cs. Anehnya, sejak kejadian itu, justru kejadian-kejadian misterius mulai dialami olehnya. Semakin lama bahkan semakin mengancam nyawanya. Apa yang sebentarnya terjadi?

Review Singkat

WARNING! Bagian di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Dari segi cerita, skenario garapan Lele Laila ini mungkin salah satu yang terbaik di tahun 2019 ini untuk kategori film horor lokal. Rapi, runtun, dan jelas — ada sebab, aksi, dan akibat. Hanya di satu dua titik saja yang sedikit terasa tidak pas lini masanya. Plus di bagian penyelesaian akhir yang bikin dahi mengernyit.

Cara sutradara Awi Suryadi membangun suasana dan ketegangan cukup baik. Bagian terakhir terasa benar-benar klimaks. Sayangnya, saya pribadi merasa adegan puncaknya tidak seseru dan se-creepy trailernya, yang kebetulan BUKAN merupakan bagian dari film itu sendiri. Saya tidak bisa merasakan ketegangan yang sama seperti pada saat menonton trailernya itu.

Part saat Dimas menghancurkan kalung rasanya agak terlalu simpel. Segampang itu kalung tersebut pecah. Aneh juga kenapa Dimas bisa tahu bahwa ia harus menghancurkan kalung tersebut untuk mengalahkan si musuh. Malah bakal lebih masuk akal apabila ia menggunakan pedang yang ada dalam peti mati si hantu.

Kembali ke soal cerita. Naskah yang bagus sayangnya tidak menjamin penonton bisa duduk dengan nyaman di depan layar bioskop. Separuh bagian awal alur bergerak sangat lamban, bahkan cenderung membosankan. Ada sempilan joke yang mungkin diharapkan untuk bisa mencairkan kebosanan. Apesnya, beberapa gurauan yang dihadirkan terasa garing dan tidak sukses menghasilkan titik tawa dalam studio saat saya menonton tadi. Padahal nyaris penuh.

Kelemahan kedua adalah efek suara memekakkan telinga yang masih menjadi andalan. Sebagian difungsikan untuk menipu penonton. Mengira ada jump scare padahal tidak. Tapi tetap saja. Saya dan mungkin sebagian penonton lainnya sudah jenuh dengan hal ini. Suara minimalis tetap bisa bikin merinding dan teriak ketakutan kok kalau memang adegannya serem.

Lucunya, satu-satunya momen dimana sebagian penonton berteriak kaget justru tertutupi oleh efek suara yang saat itu volumenya lebih juara.

Eh, satu-satunya? Iya. Dari segi horor rasanya film ini tidak bisa terlalu diharapkan. Bisa jadi sedari awal memang tidak ingin menonjolkan hal tersebut. Entahlah. Adegan saat Risa meneteskan obat tetes mata di matanya yang sangat berpotensi bikin jump scare juga failed gegara terlalu bertele-tele. Penonton sepertinya sudah langsung ngeh apa yang akan terjadi dan sudah bersiap untuk kaget.

Endingnya agak mengejutkan. Mungkin benar ini adalah film seri Danur yang terakhir. Tapi mungkin saja hanya gimmick untuk sekuel keempatnya di kemudian hari. Siapa tahu, kan?

Kesimpulan

Danur 3: Sunyaruri bagi saya memiliki naskah skenario yang bagus. Sayangnya, penyakit utama di film-film Indonesia masih belum berhasil disembuhkan. Yaitu eksekusi yang kurang matang. Dengan basis penggemar Jurnal Risa yang semakin hari semakin bertambah, film ini rasanya masih mampu menembus angka 1 juta penonton seperti sebelum-sebelumnya. Tapi kalau dari sisi kualitasnya, sepertinya bukanlah kandidat film horor lokal terbaik untuk tahun ini…

rf danur3

Leave a Reply