Selain suster ngesot di Jawa Barat, ada pula mitos atau urban legend yang berkaitan dengan suster. Yaitu suster gepeng di Jawa Timur. Tepatnya di kota Surabaya, tempat saya tinggal. Kabarnya, di Rumah Sakit Simpang yang dulunya bernama Centrale Burgerlijke Zienkeninrichting (CBZ), pernah ada perawat yang meninggal terjepit lift tua. Sejak itu arwahnya terus bergentayangan. Bahkan setelah bangunan rumah sakit dirobohkan dan diubah menjadi pusat perbelanjaan Plaza Surabaya (dulunya Delta Plaza), tetap banyak rumor yang beredar mengenai penampakan si suster. Beberapa waktu kemudian, seluruh area pusat perbelanjaan tersebut diberitakan telah mengalami proses ‘pembersihan’ dari segala macam makhluk halus. Sejak itu tidak pernah terdengar lagi gosip tentang suster gepeng.
Benar-benar bersih atau tidak saya kurang paham. Yang saya tahu, adik dan keponakan saya, yang sama-sama bisa melihat hantu, tidak pernah mau mendatangi mall tersebut sampai sekarang, hehehe.
Eniwei, kesuksesan film bertema suster ngesot tampaknya menggoda K.K. Deeraj untuk mengangkat urban legend suster gepeng. Siapa tahu bisa sukses seperti saudara seprofesinya itu. Judul film yang dibuat adalah “Bangkitnya Suster Gepeng”. Seperti apa? Simak sinopsis dan review singkatnya di bawah ini.
Sinopsis Singkat
Dalam perjalanan pulang ndugem, Keiko (diperankan oleh Aelke Mariska), Dodo (diperankan oleh Andreano Philip), Sita (diperankan oleh Baby Margareth), dan Henry (diperankan oleh Shidiq Kamidi) tiba-tiba mendapat gangguan misterius. Mulai dari penampakan hantu berpakaian seragam perawat hingga radio yang menyiarkan berita tentang perjuangan Indonesia melawan Jepang. Teror tersebut ternyata berlanjut. Keiko dan Sita sama-sama mendapat gangguan di rumah, bahkan nyaris menewaskan Sita. Keiko curiga hal tersebut ada kaitannya dengan kakeknya yang dulu dikirim sebagai tentara ke Indonesia.
Misteri mulai terungkap setelah Keiko menghubungi kakeknya via telpon. Kisah cinta sang kakek dengan seorang suster harus berakhir tragis. Suster Larasati, nama wanita yang dicintai kakek Keiko, harus menerima ajalnya di tangan tentara Jepang. Ia dijepit tubuhnya dengan pintu lift hingga gepeng.
Mereka kemudian memutuskan untuk pergi ke rumah sakit tempat Larasati dulu bekerja yang ada di daerah Karawang. Setibanya di sana, justru serangan arwah penasaran Larasati yang makin menggila. Henry, Dodo, dan Sita satu per satu menjadi korbannya. Saat giliran Keiko, kakeknya tiba-tiba muncul untuk menyerahkan nyawanya sebagai penebusan dosa pada Larasati. Seiring dengan tewasnya kakek Keiko, arwah Larasati pun menghilang dan teror berakhir.
Tanggal Rilis: 11 Oktober 2012
Durasi: 90 menit
Sutradara: K Team
Produser: K.K. Dheeraj
Penulis Naskah: Jane Yosijoko
Produksi: K2K Production
Pemain: Jenny Cortez, Roro Fitria, Baby Margareth, Aelke Mariska, Andreano Philip, Shidiq Kamidi, Ozy Syahputra
Review Singkat
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Banyak film horor kita yang punya keunggulan dalam hal ide cerita. Yang satu ini pun demikian. Dari sebuah urban legend, dikembangkan menjadi sebuah naskah film bergenre horor dengan selipan sejarah masa-masa proklamasi kemerdekaan negara kita Republik Indonesia. Keren, ya?
Seharusnya memang iya. Masalahnya kembali lagi, soal eksekusi. Semuanya berantakan dan tidak konsisten. Tidak ada satu pun yang bisa dinikmati. Kecuali penampilan seksi para pemain wanitanya yang belahan dadanya selalu terbuka.
Secara garis besar, formulanya hampir sama dengan “Suster Keramas” (2009). Ada pemain dari / keturunan Jepang, ada hantu suster, ada kisah cinta masa lalu antara perawat dengan orang Jepang, ada shoot paha plus dada mulus aktris-aktrisnya. Yah, setidaknya “Bangkitnya Suster Gepeng” tidak semesum “Suster Keramas” dalam menjual kemolekan tubuh pemainnya.
Dari segi alur cerita sebenarnya juga tidak bermasalah. Runtut dan bisa dipahami. Empat orang sahabat diteror makhluk gaib, mulai menyadari hubungan teror tersebut dengan masa lalu salah satu di antaranya, lantas mendatangi lokasi yang berkaitan dengan masa lalu tersebut. Sederhana saja.
Seperti yang sudah saya sebutkan terlebih dahulu, yang amat sangat bermasalah adalah eksekusinya. Catatan saya lumayan banyak untuk ini. Jadi saya sampaikan dalam bentuk daftar saja sebagai berikut:
- Waktu hendak menolong Sita yang tenggelam di kolam renang, Keiko memilih menggunakan PEDANG SAMURAI. Cerdas sekali.
- Karakter Jenny sliweran di rumah (?) tapi tidak ada faedahnya sama sekali. Setelah itu tidak muncul-muncul lagi di layar.
- Saat Keiko menelpon kakeknya yang ada di Jepang, ditunjukkan bahwa saat itu waktu di Jakarta adalah pada malam hari, sedang di Jepang siang hari. Sekedar informasi, selisih zona waktu antara Jakarta (GMT +7) dan Jepang (GMT +9) adalah 2 JAM. Artinya, TIDAK MUNGKIN jika di Jakarta masih malam hari sementara di Jepang sudah terang benderang.
- Baju seragam yang dikenakan suster Larasati amat sangat terbuka. Sangat tidak masuk akal. Referensi K.K. Dheeraj dan tim sepertinya adalah film-film bokep yang bertemakan rumah sakit.
- Ada penduduk lokal yang ditendang dada / perutnya oleh tentara Jepang, tapi yang diperlihatkan berdarah adalah keningnya.
- Tentara Jepang menyerbu tapi yang diserang / diledakkan hanyalah bangunan maupun kendaraan kosong. Beberapa footage saya yakin berasal dari film perang manca negara karena saya sudah pernah melihatnya. Kebetulan dulu sering nonton film perang.
- Tentara Jepang datang mencari markas pemuda kemerdekaan. Tapi begitu melihat suster Larasati pergi dengan naik sepeda, mereka langsung memutuskan mengejarnya. Apa hubungannya?
- Bangunan rumah sakit pejuang yang digunakan bertuliskan “Hospital Van Broug Center”. Kata “Van Broug” sama sekali tidak ada artinya dalam bahasa Belanda. Cuma asal kasih tulisan?
- Footage lift naik turun terlihat seperti ada di dalam bangunan beberapa lantai. Sementara bangunan rumah sakit Van Broug Van Broug tadi sama sekali tidak terlihat bertingkat. Kalau pun ada, ya paling hanya 2 tingkat. Lagipula kalau hanya 2 tingkat ngapain pakai lift ya.
- Debat Dodo dan Henry sebelum pergi ke Karawang cukup lebay. Giliran otw, yang ditunjukkan hanyalah aksi mereka berdua tanya-tanya jalan ke warga sekitar. Jadi mirip Dora yang lagi tersesat.
- Bangunan rumah sakit kondisinya masih sama persis walau sudah berselisih 60 tahun.
- Kakek Keiko tiba-tiba muncul di rumah sakit. Sekedar informasi lagi, penerbangan paling cepat dari Tokyo ke Jakarta adalah 7 jam. Itu dengan catatan si kakek bisa langsung mendapatkan tiket pesawat begitu dia usai telpon-telponan dengan Keiko. Ngawur.
Sudah lama sepertinya saya tidak menulis poin-poin ajaib dalam sebuah film horor lokal sebanyak di atas, hehehe. Puas jadinya.
Untuk elemen horornya sendiri boleh juga. Gak terlalu nyeremin. Tapi untuk usahanya membantai 4 orang karakter dengan cara yang berbeda-beda boleh lah diberi sedikit apresiasi.
Penutup
Film ini sebenarnya berpotensi untuk menjadi sebuah karya epic. Seandainya saja segala sesuatunya digarap dengan serius dan tidak asal-asalan. Sepertinya K.K. Deeraj awalnya tidak mengira bahwa memasukkan adegan perperangan dalam film bakalan menyita banyak budget. Akhirnya ya sudahlah, bikin aja seadanya, sambil comot sana sini dari adegan film lain. Saking asiknya nyomot, sampai lupa bahwa sumber film yang dicomot punya color tone yang berbeda, hehehe. 3/10 untuk ide cerita dan unsur horornya yang masih sedikit niat.
Catatan: rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi
Leave a Reply