Review Film Alas Pati (2018)

Lagi-lagi, sebuah film horor lokal layar lebar yang sempat mendapat banyak kritikan dari reviewer. “Alas Pati” judulnya, dengan Jose Purnomo sebagai sutradara dan Nikita Willy sebagai pemeran utamanya. Naskah skenarionya ditulis oleh Jose sendiri, dengan bantuan dari Aviv Elham. Sebuah kombinasi yang agak kurang meyakinkan sih. Tapi benarkah film yang pada tahun 2018 lalu mendapat raihan 682 ribu penonton ini memang mengecewakan? Simak yuk sinopsis dan review singkatnya di bawah ini.

Sinopsis Singkat

poster alaspati

Demi mendapatkan lebih banyak lagi viewer untuk kanal Youtube mereka, Rendy (diperankan oleh Roy Sungkono), Raya (diperankan oleh Nikita Willy), Dito (diperankan oleh Jeff Smith), Jessy (diperankan oleh Naomi Paulinda), dan Vega (diperankan oleh Stefhanie Zamora) memutuskan untuk mengikuti saran dari salah satu subscriber. Yaitu pergi ke sebuah tempat angker yang bernama Alas Pati. Tempat itu adalah sebuah bukit di tengah hutan yang menjadi kuburan masal, dimana arwah yang dikubur di sana tidak diterima di dunia akhirat. Saat tiba di sana dan asyik membuat konten, tanpa diduga sebuah malapetaka terjadi. Jessy terpeleset dari atas sebuah keranda dan tewas seketika. Insiden tersebut membuat keempat rekannya syok dan langsung memutuskan untuk meninggalkan TKP. Takut terlibat dengan pihak berwajib, mereka lantas memilih untuk tidak menceritakan hal tersebut pada siapa pun. Namun akibatnya, teror makhluk gaib mulai menghantui mereka.

Tanggal Rilis: 24 Mei 2018
Durasi: 82 menit
Sutradara: Jose Poernomo
Produser: Manoj Punjabi
Penulis Naskah: Jose Poernomo, Aviv Elham
Produksi: MD Pictures, Dee Company, PicHouse Films
Pemain: Nikita Willy, Jeff Smith, Stefhanie Zamora, Roy Sungkono, Stefhani Zamora Husen

Review Singkat

WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!

Babak pertama “Alas Pati” dibuka dengan cukup baik. Terutama dengan bantuan pengambilan gambar yang mewah. Suka dengan drone shoot-nya yang bervariasi.

Premis tentang sekumpulan anak muda yang pergi ke tempat angker demi konten Youtube memang bukanlah sesuatu yang baru. Tapi ide lokasi fiktif ‘alas pati’ yang ditawarkan cukup menarik. Sayangnya, masalah mulai terlihat begitu adegan perjalanan menuju TKP seperti di flash forward. Perjalanan melintasi sungai, lembah, dan hutan bagaikan sedang bepergian untuk piknik biasa. Tidak ada usaha untuk menunjukkan betapa keren dan mistisnya alas pati tersebut.

Misalnya saat karakter Raya memberitahu keempat rekannya bahwa ada jalan pintas menuju lokasi. Yaitu dengan memanjat tebing yang ada tak jauh di depan mereka. Kesempatan ini harusnya bisa disambar oleh sang sutradara untuk menyelipkan momen ketegangan dan keseruan saat kelimanya berusaha naik ke atas tebing. Alih-alih, adegan berikutnya mereka sudah berjalan santai di tengah hutan.

Lokasi yang harusnya masih bisa diulik lebih dalam lagi itu semakin terbuang sia-sia saat memasuki babak kedua. Sama sekali tidak disinggung. Tidak ada pembahasan mengenai mitos / urban legend / sejarah dari alas pati. Padahal, pasca kecelakaan yang menewaskan karakter Jessy, keempat orang yang tersisa mulai dihantui oleh makhluk gaib.

Ujung-ujungnya cerita hanya berputar pada adegan mereka berempat diteror secara bergantian. Muter saja di situ. Apalagi polanya sama dan jump scare-nya juga begitu begitu saja.

Satu sih yang fresh dan ngagetin. Pas Raya lihat ada bayangan hitam di balik tirai shower. Di film-film lain, biasanya si karakter akan mendekat dan menyibakkan tirai tersebut. Tapi di sini, belum apa-apa tirai tersebut sudah tersibak dengan sendirinya. Kaget.

Buruknya cerita terus berlanjut hingga di penghujung film. Meski sudah ada lagi kawan mereka yang meninggal akibat teror, tiga karakter yang tersisa — Raya, Rendy, dan Dito — masih sibuk melarikan diri dari tanggung jawab. Ini ditambah dengan bumbu hadirnya beberapa karakter lain dan side plot yang sekedar numpang lewat. Saya sampai gatel saking herannya dengan begitu banyak kesempatan untuk meningkatkan level film ini yang terbuang percuma.

Di tengah cerita disebutkan bahwa rekaman video ke alas pati tiba-tiba terunggah di Youtube. Setelah saling menyalahkan, tidak ada lagi pembahasan tentangnya.

Pun begitu dengan ancaman hadirnya pihak kepolisian untuk mengusut kasus hilangnya Jessy. Polisinya memang muncul, tapi sekedar gimmick belaka. Padahal bisa terbayang betapa serunya jika Raya dkk harus petak umpet dengan pihak berwajib di tengah-tengah riwehnya berhadapan dengan hantu.

Adegan kebut-kebutan dengan mobil yang ada menjelang puncak sebenarnya cukup menghibur. Jika saja kru film yang berkepentingan tidak malas meng-edit plat nomer mobil yang digunakan. Terlihat jelas bahwa mobil yang dikendarai oleh Raya menggunakan dua buah mobil yang sama tapi dengan plat nomer yang berbeda. Alhasil, tidak perlu jeli-jeli amat untuk menyaksikan plat nomer yang berubah-ubah dalam adegan tersebut.

Satu lagi bumbu cerita yang dihadirkan tapi diabaikan setelahnya adalah romansa antara Rendy dan Raya. Di awal sekilas ditunjukkan bahwa Rendy menyukai Raya dan Raya sendiri masih malu-malu kucing. Tapi ya sudah, cuma di situ saja. Lalu apa maksudnya coba?

Untuk akting, saya rasa tidak ada masalah dengan permainan masing-masing aktor / aktris. Mereka bisa mengeksekusi perannya dengan baik. Hanya saja, chemistry yang harusnya ada, mengingat mereka berlima dinyatakan sebagai sahabat, tidak begitu terlihat.

Penutup

Menyebut bahwa “Alas Pati” adalah film yang amat sangat buruk adalah terlalu berlebihan. Faktanya, masih banyak film horor lokal lain di tahun yang sama yang kualitasnya berada di bawahnya. Tapi tidak dapat dipungkiri pula bahwa film ini banyak membuang potensi dengan memilih untuk mengambil jalur cepat yang sepertinya lebih hemat budget. Ide lokasi alas pati yang seharusnya bisa digali lebih dalam malah terbuang sia-sia. Hanya digunakan ala kadarnya. Di sisi lain, sebagai sebuah hiburan, film ini masih (agak) layak untuk ditonton. Nikmati saja ketegangan yang coba dihadirkan tanpa perlu berpikir soal buruknya cerita dan alur yang membosankan. 3/10.

rf alaspati

Leave a Reply