Pasca “Rumah Dara”, bermunculan film-film Indonesia yang mengusung genre serupa, berharap mendapat popularitas yang sama. Salah satunya adalah “Affair” yang disutradarai oleh Nayato Fio. Sampai-sampai, Sigi Wimala yang berperan di “Rumah Dara” ikut ditarik ke dalam proyek “Affair”, bahkan menjadi pemeran utama. Seperti apa hasilnya? Pantaskah film ini bersaing dengan judul yang disebut pertama? Simak sinopsis dan review singkatnya di bawah ini.
Sinopsis Singkat
Reta (diperankan oleh Sigi Wimala), Santi (diperankan oleh Garneta Haruni), dan Daniel (diperankan oleh Dimas Aditya) terbangun di kamar masing-masing dengan kondisi yang sama: gelisah. Masing-masing juga mendapat penampakan dari makhluk gaib yang berbeda. Daniel mencoba menghubungi Reta, namun panggilan telepon seolah mengalami gangguan. Sementara itu, Santi juga coba menelpon Daniel, namun Daniel tidak mengangkatnya karena tidak menemukan ponselnya.
Siang harinya, Reta tiba di apartemen Daniel dengan membawakan kue ulang tahun. Saat sedang berada di dapur untuk memotong kue tersebut, giliran Santi yang datang. Santi kaget saat Daniel memberitahu keberadaan Reta di dapur. Dengan panik ia menyatakan bahwa hal tersebut tidak mungkin karena kemarin ia sudah membunuh Reta.
Dalam kilas balik, terlihat bahwa Reta dan Santi adalah sahabat lama yang baru bertemu kembali di kampus. Reta jatuh hati pada Daniel tanpa menyadari bahwa dia adalah kekasih Santi. Saat tanpa sengaja mengetahui kedekatan mereka berdua, Reta lantas mengaku pada Santi bahwa ia sedang sakit parah dan hanya punya sisa waktu 3 bulan lagi untuk hidup. Mendengarnya, Santi kemudian meminta Daniel untuk sementara berpura-pura menerima cinta Reta. Setidaknya selama 3 bulan ke depan. Terlebih karena Santi juga merasa berhutang budi pada Reta. Meski awalnya menolak, Daniel yang sebenarnya tidak mencintai Reta mau melakukannya.
Bulan demi bulan berlalu. Tanpa terasa, sudah 1 tahun Reta dan Daniel berpacaran. Tidak tahan lagi dengan kedekatan mereka berdua, Santi meminta agar Daniel memutuskan hubungannya dengan Reta di hari ulang tahunnya. Tanpa ia sadari, Reta mendengar rencana tersebut.
Malam harinya, Santi menjemput Reta untuk berangkat bareng ke apartemen Daniel untuk merayakan ulang tahunnya. Tanpa disangka, Reta kemudian mengaku bahwa selama ini ia hanya berpura-pura sakit. Apapun yang terjadi, ia juga tidak akan mau mengembalikan Daniel kepada Santi. Santi tidak bisa lagi menahan emosinya dan membunuh Reta. Bahkan memutilasi mayatnya serta memasukkan potongan tubuh Reta ke dalam koper.
Setelah tahu kejadian yang sebenarnya, Daniel meminta Santi menunjukkan mayat Reta. Mereka berdua lantas pergi dengan mobil sembari membawa koper yang berisi tubuh Reta. Dalam perjalanan, arwah Reta tiba-tiba menampakkan diri dan membuat Daniel panik. Mobil yang mereka kendarai akhirnya mengalami kecelakaan.
Daniel meninggal di tempat. Namun Santi masih bisa diselamatkan. Setelah beberapa waktu dirawat di rumah sakit, ia pun pulang ke rumah dengan ditemani oleh saudara sepupunya, Moniq (diperankan oleh Monique Henry). Tanpa disangka, arwah Reta merasuki tubuh Santi dan membuatnya menyerang Moniq. Mau tidak mau Moniq berusaha bertahan mati-matian yang pada prosesnya terpaksa membunuh Santi.
Tanggal Rilis: 11 Maret 2010
Durasi: 1 jam 17 menit
Sutradara: Nayato Fio Nuala
Produser: Chand Parwez Servia
Penulis Naskah: Viva Westi
Produksi: Kharisma Starvision Plus
Pemain: Sigi Wimala, Garneta Haruni, Dimas Aditya, Monique Henry, Rohman, Rommy
Review Singkat
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!
Setelah bertahun-tahun tidak pernah lagi dibuat menahan nafas oleh adegan sebuah film (terakhir jaman-jamannya “Hostel”), siapa sangka hari ini, saat artikel ini ditulis, saya kembali merasakan pengalaman tersebut. Dan sumbernya agak sulit saya sendiri percaya, dari film “Affair” besutan sutradara Nayato Fio. Iya, Nayato Fio / Koya Pagayo, yang jarang sekali reviewnya di sini mendapat skor lebih dari 5.
Kita bahas ceritanya dulu deh.
Pertama-tama, alur cerita dalam film ini bisa dikatakan non-linear. Di pertengahan, akan ada adegan flashback yang lumayan memakan durasi. Itu di luar potongan-potongan berdurasi singkat lainnya yang hadir di babak ketiga. Kendati demikian, naskahnya cukup rapi sehingga tidak sulit untuk dipahami. Wajar sih, ada nama Viva Westi di departemen penulisan. Salah satu karya beliau lainnya, “Suster N” (sudah saya tonton tapi reviewnya baru dijadwalkan terpublikasi beberapa bulan lagi, hehehe), juga kental dengan nuansa flashback yang masih mampu dinalar.
Seperti biasa, Nayato tidak terlalu berusaha untuk menyembunyikan twist. Setidaknya salah satu di antara dua twist yang disiapkan. Untungnya, kali ini ia tidak lebay seperti dalam “Takut: Tujuh Hari Bersama Setan” misalnya. Tidak ada petunjuk yang berhamburan di sana sini. Justru butuh kejelian dalam memahami setiap adegan yang ada apabila ingin menebak twistnya sedari awal. Yang jelas kalau sudah pernah nonton “Lewat Tengah Malam”-nya Nayato pasti ngeh, hehehe.
Twist kedua ini yang agak ngeselin. Bukan karena tidak masuk akal. Gak nyangka aja bakal seperti itu kejadiannya. Tapi emang jadinya, gimana yah, dibilang lucu rasanya terlalu psiko. Miris mungkin lebih cocok. Udah sengaja ngerelain kekasih buat nemenin sahabat yang bilang hidupnya sudah gak lama lagi, eh taunya cuma tipu-tipu.
Yang menarik, ada tambahan ‘chapter’ penutup dengan memperkenalkan seorang karakter baru. Harus diakui, dari segi cerita, bagian ini agak dipaksakan. Tapi Nayato membuat saya sulit untuk protes karena justru di bagian ekstra ini ia seperti mencurahkan segala kemampuan sutradaranya yang terpendam selama ini.
Mulai dari tempat tidur rumah sakit yang berputar horisontal (atau vertikal ya? arah jarum jam lah pokoknya) hingga pertarungan hidup mati nan berdarah-darah, satu menggunakan tabung gas LPG, satunya lagi menggunakan tabung hydrant pemadam kebakaran. Seru bangettt!
Unsur horor bisa dibilang tidak terlalu banyak (untuk ukuran seorang Nayato). Buat yang merasa penampakan tersebut ngeganggu dan gak ada hubungannya dengan cerita, coba pahami dulu bagian twistnya. Penampakan yang dialami ketiga karakter yang ada jika diperhatikan berbeda-beda. Dan itu bukanlah tanpa alasan. Ada yang dihantui rasa bersalah (penampakan hantu seram, ular), ada yang sedang diberi petunjuk (penampakan sosok yang mirip dengan yang memberi petunjuk), ada yang sedang disadarkan untuk menerima kenyataan (penampakan segala macam hantu yang ada di sekitarnya).
Pengecualian untuk gerombolan zombie di stasiun kereta api. Itu terlalu berlebihan. Mungkin Nayato sedang melakukan tribut untuk filmnya sendiri beberapa tahun lalu, “Kereta Hantu Manggarai”.
Hanya satu sebenarnya kesalahan Nayato di sini. Tulisan yang ada poster promo film terlalu misleading. Yang membacanya pasti akan beranggapan bahwa akan ada banyak adegan bunuh-bunuhan sadis di dalamnya. Nyatanya tidak. Hanya ada satu adegan yang terlihat jelas berujung pada kematian. Itu pun tidak benar-benar ‘slasher‘. Adanya mutilasi yang tercantum pada poster juga hanya disebutkan dalam perkataan.
Well, untungnya saya baru menonton ini di layanan streaming. Tidak di bioskop. Aman dari tipuan yang ada di posternya, hehehe.
Penutup
Bagi saya, “Affair” adalah salah satu karya terbaik Nayato Fio. Bukan bermaksud merendahkan, namun apabila dibandingkan dengan film-film lain yang pernah ia buat (dan saya tonton), saya sendiri tidak menyangka bahwa beliau bisa membuat film dengan kualitas sebagus ini. Naskahnya rapi, twistnya mengagetkan, dan adegan pertarungannya bikin merinding. Cuma bisa bengong sambil tahan nafas di bagian gebok-gebokan tabung gas versus tabung pemadam, wkwkwk. 8/10.
Catatan: rating bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi pribadi
Leave a Reply