Sebagai salah satu anggota Teen Titans dan juga Justice League, keberadaan Cyborg memang cukup vital. Meski tidak memiliki jurus super sekelas Superman, tapi kemampuannya untuk terhubung dengan komputer di seluruh dunia tidak boleh dianggap remeh. Belum lagi kemampuannya untuk mengakses mother box dan juga boom tube, sebagai portal antar lokasi dan galaksi. Jika diibaratkan dengan jargon empat sehat lima sempurna, Victor Stone a.k.a Cyborg inilah penyempurna eksistensi superhero lainnya.
Saat ini DC Comics memang cukup aktif mempromosikan tokoh-tokoh superhero ‘sekunder’ mereka, yang sebelumnya terbenam di era New 52. Doctor Fate, Martian Manhunter, dan kini Cyborg. Walau tidak sesial Martian Manhunter yang benar-benar cuma sambil lalu saja hadirnya di era New 52, tapi sosok Cyborg masih tidak bisa sepopuler tokoh superhero yang lain. Dan keputusan untuk menghadirkan komik solo baginya merupakan upaya DC untuk mengangkat pamor manusia robot ini, yang bakal hadir pula di layar lebar beberapa tahun lagi (baca DC Cinematic Universe untuk lebih jelasnya).
Di Justice League: Origin yang kita review beberapa hari lalu sudah disinggung mengenai asal mula Victor bisa berubah menjadi Cyborg. Di serial ini sendiri, lini masa cerita sepertinya berlangsung beberapa tahun setelah ia lulus sekolah. Umur 20 tahunan mungkin?
Nah, seperti apa sepak terjang Victor Stone di komik seri Cyborg ini? Cekidot sinopsis dan review singkat di bawah ini 🙂
Cyborg #1 (22 Juli 2015)
Cerita dibuka dengan pertarungan antara dua spesies alien, Tekbreaker vs Technosapien, yang terjadi di suatu galaksi. Sedang di bumi, tepatnya di S.T.A.R. Labs, Detroit, Victor Stone sedang dianalisa kondisi tubuhnya oleh para ilmuwan di sana. Termasuk salah satunya adalah Silas Stone, ayahnya sendiri, yang merupakan orang yang paling bertanggung jawab telah merubah dirinya menjadi cyborg. Tapi bukannya mengajak serta Victor sebagai subyek analisa untuk berdiskusi, mereka justru sibuk sendiri membahas perubahan yang saat ini sedang terjadi pada Cyborg. Ya, entah bagaimana caranya, mesin dan sistem komputer yang ada pada tubuh Victor ternyata memiliki kemampuan untuk berevolusi. Yang paling anyar adalah ia mampu ‘menghidupkan kembali’ Victor yang telah mati, sekaligus mengubah bentuk dan tampilan ‘kostum’nya.
Dr. Sarah Charles, salah satu ilmuwan S.T.A.R. Labs yang juga teman masa kecil Victor, kemudian mengajaknya untuk hang out sejenak agar tidak bete. Di luar gedung, mereka bertemu dengan sekumpulan massa yang sedang berdemo meminta pembubaran lab tersebut. Salah satunya adalah Sebastian Cardona, yang merupakan pemain football yang pernah ia hadapi dulu. Victor pun mengajaknya untuk turut kongkow bersama.
Kembali ke pertempuran alien, pasukan Tekbreaker berhasil dikalahkan oleh Technosapien. Dan ternyata, Technosapien memiliki teknologi untuk mengubah pasukan alien yang kalah tersebut menjadi pengikut mereka. Mirip seperti teknologi Apokolips yang mampu mengubah siapapun menjadi pasukan Parademons.
Belum ada aksi seru apapun di edisi perdana ini. Penulis masih mencoba mengenalkan karakter Cyborg dan masa lalunya kepada pembaca, khususnya yang masih awam dengan sosok Victor Stone. (Kemungkinan) karakter sidekick dan juga musuh besar bagi Cyborg juga dihadirkan, walau masih secara sekilas. Sepertinya masih harus menunggu dua hingga tiga edisi lagi untuk memastikan kelayakan baca serial ini. Tapi sebagai edisi pilot sih rasanya tidak terlalu mengecewakan.
Review Cyborg (2015)
- Story
- Art (Pencil, Ink, Colors)
- Element of Surprise
- Recommended Reading
Summary
Berhubung masih edisi perdana, penilaian review masih belum bisa diberikan secara optimal. Pun demikian untuk summary sementara, rasanya kurang fair kalau dituliskan sekarang. Jadi sabar hingga setidaknya dua atau tiga edisi lagi, ya 🙂
Leave a Reply