Review Manga Deathtopia (Kodansha, 2014)

Awalnya saya ingin me-review “EX – Shounen Hyouryuu”, karya lain dari Yoshinobu Yamada, pengarang “Cage of Eden“. Terlebih temanya serupa, tentang survival. Meski sebenarnya ceritanya menarik, namun ilustrasinya agak bikin saya tidak betah. Jadi untuk sementara saya skip dulu dan bergeser ke ciptaan Yoshinobu yang lain, “Deathtopia”. Yang satu ini dipublikasikan oleh Kodansha pada tahun 2014 hingga 2016 dengan durasi 66 chapter (8 volume). Seperti apa ceritanya?

Sinopsis Singkat

Sebuah kecelakaan mengakibatkan Kou Fujimara terluka parah, terutama di bagian matanya. Namun entah bagaimana, operasi yang dilakukan oleh pihak medis berhasil mengembalikan penglihatannya. Tidak itu saja, mahasiswa tersebut juga mulai mendapatkan kemampuan lebih dari penglihatannya, dimana ia mampu melihat niat jahat seseorang. Sejak itu kehidupannya mulai berubah.

Penulis: Yoshinobu Yamada
Artis: Yoshinobu Yamada
Publikasi: 22 April 2014 ~ 13 Desember 2016
Penerbit: Kodansha
Genre: Action, Supernatural, Ecchi, Mistery
Status: Completed

Review Singkat

Dengan selisih waktu kelahiran yang lebih dari satu dekade, tidak mungkin saya membandingkan artwork Yoshinibu dalam “EX – Shounen Hyouryuu” dengan “Deathtopia”. Tidak adil. Yang jelas, “Deathtopia” menyajikan ilustrasi yang rapi dan enak untuk dipandang. Sepanjang cerita, artworknya pun solid, dengan penggambaran karakter yang konsisten dari chapter ke chapter.

Ceritanya sendiri cukup menarik, walau tidak bisa dibilang orisinil. Rasanya sudah pernah ada manga lain yang tema utamanya nyaris serupa, dimana sang karakter utama bisa merasakan niat jahat seseorang. Namun di sini Yoshinobu menyisipkan unsur ecchi yang bikin pembaca pria betah untuk bertahan. Bukan hal baru juga, mengingat si mangaka sudah melakukan hal tersebut di “Cage of Eden”.

Salah satu kekuatan utama dari manga ini adalah latar belakang dan kepribadian keempat karakter utama yang kuat. Mereka adalah Kou Fujimura, Yui Kisaragi, Saki Yagami, dan Maya Hoshimiya. Misteri yang disajikan juga lumayan bikin penasaran, dengan twist utama yang cukup tidak disangka-sangka.

Di sisi lain, asal usul kekuatan supranatural yang dimiliki oleh para penjahat sayangnya semakin lama semakin tidak meyakinkan dan terkesan dipaksakan. Oke lah ada penjelasan ilmiahnya, namun terasa jadi tidak sejalan dengan yang disampaikan di awal-awal cerita. Meski saya pribadi tertarik dengan hal-hal yang berbau fiksi ilmiah, tapi ketidakkonsistenan tersebut tetap saja mengganjal.

Secara keseluruhan, “Deathtopia” bagi saya tidak terlalu istimewa. Premis yang tidak baru mestinya bisa dikembangkan dan diberi bumbu yang benar-benar bisa membuatnya unik. Sayangnya, Yoshinobu lebih tertarik untuk men-servis pembaca dengan bodi-bodi mulus ketimbang melakukan hal tersebut.

Terakhir, sebagai tambahan referensi, berikut daftar judul masing-masing chapter yang telah diterbitkan.