Misi melengkapi review komik judul-judul di jagat 30 Days of Night semakin mendekati akhir. Kali ini ada “30 Days Til Death” besutan David Lapham yang dirilis pada bulan Desember 2008 silam. Serial yang terdiri dari 4 edisi ini berkisah tentang seorang vampir bernama Rufus Welleby yang dengan sebuah alasan berusaha untuk membaur dan menyamar sebagai manusia biasa. Berhasilkah ia melakukannya? Bagaimana caranya menahan diri untuk mengkonsumsi darah manusia? Simak sinopsis dan review singkatnya di bawah.
WARNING! Tulisan di bawah ini mengandung spoiler!
Sinopsis Komik
In 30 Days ’til Death, Rufus is just a guy trying to fit in, to get by and not be noticed. But there’s a catch; Rufus is a vampire. So why does a vampire want to keep such a low profile? Because he is being tracked by the mother of all hit squads, made up of ‘old guard’ vampires who don’t take kindly to these punk kids and their new ways.
The Elder’s death squad hits the shores of America bringing a wave of butchery that will have even the most bloodthirsty vampire’s knees knocking. Meanwhile, in Buffalo New York, Rufus’s plans to blend in hit a snag when his nightly feedings begin to attract too much attention. On top of that, he may have bitten off more than he can chew with the now cleaned-up Sarafina, whose big mouth is getting Rufus in one awkward situation after another. Going cold turkey on blood is a near impossible task for any vampire, but on top of that having to be nice to his neighbors? Something’s got to break. Find out what in chapter two of David Lapham’s 30 Days tale, ‘Hunger Pangs.’
For months he’s systematically worked to create a false persona. He’s agonizingly suppressed his true nature, gone to extreme-even demeaning-lengths to satisfy his cravings. Now, in an instant all of Rufus’s hard work is on the verge of evaporation thanks to a visit from his relatives?
It’s all gone horribly wrong-months of work dried up in less than an instant. The Elder’s Death Squad has arrived and now all of Rufus’ hopes for survival depend on his super-secret ‘Plan B.’ Will love win out and save the day? Will anybody survive, or is there really ‘No Way Out?’ David Lapham reveals all in this concluding issue.
Story: David Lapham
Art: David Lapham
Color: Len O’Grady
Letter: Neil Uyetake, Chris Mowry
Judul Edisi: –
Tanggal Rilis: Desember 2008 – Maret 2009
Untuk menyembunyikan identitasnya sebagai vampir, Rufus Welleby mencoba untuk hidup layaknya manusia biasa. Ia tinggal di sebuah apartemen sembari diam-diam menculik seorang wanita untuk disekap dan dihisap darahnya sat lapar.
Suatu hari, tetangga mengeluh tentang cucu mereka, Max, yang ketahuan terlibat narkoba. Kakeknya ingin mengusirnya ke luar, sementara neneknya masih belum bisa percaya cucu mereka berbuat sedemikian rupa.
Sempat muncul tetangga mereka yang lain, Jacko, yang hobi fitness. Ia menyarankan agar Max ikut berlatih bersamanya agar tidak lagi memikirkan untuk bergaul dengan orang-orang yang salah. Kakek dan nenek Max tidak terlalu tertarik dengan saran Jacko karena gosip yang beredar menyatakan ia seorang gay.
—
6 bulan sebelumnya. Dalam adegan flashback, para petinggi vampir memutuskan untuk mengurangi jumlah mereka agar eksistensi mereka bisa kembali terlupakan seperti dulu. Sebagian berangkat menuju Amerika untuk menghabisi vampir-vampir di sana.
—
Rufus menemui Max yang baru saja mengedarkan narkoba. Ia meminta Max berhenti melakukan hal itu karena bisa menarik perhatian orang pada apartemen mereka.
Rekan-rekan Max tiba-tiba muncul dan menusuk punggung Rufus dengan pisau. Bos mereka, yang sepertinya juga bos Max, meminta Max untuk menghabisi Rufus. Dengan terpaksa Max melakukannya, menusuk punggung Rufus berulangkali dengan pisau yang sama. Ia pun kemudian kabur bersama teman-temannya.
—
Pulang ke apartemen, Max mendapati Rufus tengah duduk santai di kamarnya dalam kondisi baik-baik saja. Max diam-diam mengambil pistol dari balik mantelnya. Tanpa disangka, Rufus lebih dulu menunjukkan isi dari karung yang ia bawa… potongan kepala teman-teman Max.
Sejak kejadian itu, Max hidup dalam ketakutan, terutama bila bertemu Rufus. Ia juga tidak lagi berjualan narkoba dan lebih memilih berdiam diri di kamar.
4 bulan sebelumnya. Rufus dan 3 orang rekan vampirnya membuat kerusuhan di sebuah bar. Keributan kecil berujung pada nyawa pengunjung-pengunjung di sana yang mereka habisi dengan brutal.
Usai ‘berpesta’, mereka pergi ke sebuah bangunan yang merupakan markas para vampir. Mereka terkejut mendapati rekan-rekan mereka di sana sudah dalam keadaan tewas.
Pelakunya ternyata seorang vampir (belum diketahui namanya). Dengan satu serangan, ia membunuh 2 teman Rufus. Rufus dan seorang temannya, Martin, pun lari tunggang langgang meninggalkan TKP.
—
Saat ini. Sarafina, wanita yang sebelumnya disekap Rufus, telah menjadi kekasihnya. Mereka hendak mengadakan pesta bersama para penghuni apartemen lainnya di akhir pekan.
—
Rufus pergi bersama Jacko. Rufus berusaha menahan diri karena belakangan satu demi satu rekannya diberitakan tewas, sehingga ia terpaksa ‘berpuasa’ dan sudah sekian lama tidak menghisap darah manusia. Apes, Jacko justru mengajaknya pergi ke sebuah cafe yang ramai dikunjungi orang.
Sempat hampir kelepasan, Rufus akhirnya melampiaskan dahaganya dengan menghisap darah kucing yang kebetulan bersliweran di belakang cafe.
—
Tengah malam, Rufus meminjam mobil Jacko dan pergi ke luar kota. Ia lalu sengaja membuat sebuah mobil kecelakaan, lantas menghisap darah korbannya.
—
Rufus dan Sarafina menghadiri pesta penghuni apartemen di rooftop. Rufus berterimakasih pada Sarafina karena sudah membantunya membuatnya diterima oleh penghuni apartemen yang lain.
Tanpa disangka, Martin tiba-tiba muncul bersama dengan keluarganya — Betty (istrinya), Fiona dan Billy (anaknya). Semuanya sudah menjadi vampir.
—
Usai pesta, khawatir dengan keselamatan Sarafina, Rufus memintanya untuk pergi ke toko dan membeli sesuatu. Sepeninggal Sarafina, Rufus memberitahu Martin dan keluarganya bahwa, demi keselamatan bersama, mereka harus menyembunyikan identitas mereka sebagai vampir. Mereka juga tidak diperkenankan memangsa satu pun penghuni di apartemen dan daerah sekitarnya.
Martin berjanji untuk menuruti peraturan Rufus. Namun ia memberitahu Rufus bahwa 2 minggu lalu seluruh rekan-rekan mereka bakal berkumpul di New Orleans untuk berperang melawan para petinggi vampir.
Rufus tidak berminat ikut campur. Mendengarnya, Martin setidaknya minta izin untuk tinggal di apartemen Rufus selama seminggu. Rufus mengiyakan.
—
Rufus pergi bersama Martin dan Billy ke sebuah peternakan. Awalnya Rufus berniat untuk mencuri domba di sana untuk dihisap darahnya. Rencana berubah begitu Billy menghabisi salah seorang anggota keluarga pemilik peternakan. Mau tidak mau, agar tidak meninggalkan saksi mata, Rufus dan Martin menghabisi anggota keluarga lainnya.
Setibanya kembali di apartemen, Rufus memergoki Fiona nyaris menggigit Max dan mengubahnya menjadi vampir. Ia langsung memerintahkan Fiona untuk masuk ke apartemen.
Rufus terkejut begitu mendapati Sarafina kembali mengkonsumsi narkoba akibat ulah Betty. Ia sempat berniat untuk membunuh Martin dan keluarganya. Sebelum itu terjadi, Rufus menyadari para petinggi vampir baru saja tiba di depan apartemen. Ia pun segera memberitahukan hal tersebut pada Martin dan keluarganya.
—
Dibantu oleh penghuni apartemen, Rufus menghadang seorang vampir yang berusaha masuk. Sementara dari jendela kamar apartemen Rufus, seorang vampir lain mencoba merangsek. Ia berhasil membunuh Betty.
Dalam keadaan terdesak, terdengar suara sirine polisi. Para petinggi vampir pun memutuskan untuk menghentikan serangan mereka dan meninggalkan TKP.
—
Di saat Rufus, Martin, dan Fiona sedang memikirkan langkah selanjutnya, Jacko dan beberapa penghuni apartemen lain datang ke kamar Rufus. Jacko ternyata sudah sempat digigit dan diubah menjadi vampir oleh Betty. Ia memberitahukan hal tersebut pada yang lain.
Rufus berusaha mengendalikan situasi dengan meminta yang lain bekerjasama. Tanpa disangka, Karl (kakek Max) malah menusuknya dengan pisau. Reflek Rufus menyerang Karl dan membunuhnya.
Kondisi jadi makin tak terkendali dimana Fiona langsung menggigit Max dan mengubahnya menjadi vampir. Sementara itu, Martin, Jacko, dan Billy asyik menyantap dua tetangga Rufus yang lain.
Mau tidak mau Rufus meminta Sarafina yang masih belum tersadar sepenuhnya akibat narkoba untuk pergi ke luar dan mengambil barang-barang yang ia minta.
Saat menunggu Sarafina kembali, Billy lagi-lagi berbuat ulah. Tidak tahan lagi, Rufus melemparkannya ke luar jendela hingga ia terbakar dan tewas.
Menjelang senja, satu demi satu mobil petinggi vampir berdatangan. Begitu pula dengan Sarafina. Untung ia bisa kembali ke kamar Rufus dengan selamat.
Tanpa membuang waktu, Rufus membagikan barang-barang yang sudah dibawa Sarafina pada yang lain. Ada senter sinar UV serta berbagai macam senjata. Rencana mereka adalah menuju stasiun kereta di sebelah selatan.
Setelah menyalakan alarm kebakaran yang membuat para penghuni apartemen keluar, Rufus dkk memanfaatkan kekacauan untuk meninggalkan apartemen. Sementara ia dan Sarafina menyelinap ke basement, yang lain asyik menghadapi para petinggi vampir, walau ujung-ujungnya mereka pun tewas.
Rufus sendiri ternyata sudah menyiapkan sebuah terowongan rahasia di basement. Sarafina memintanya untuk mengubahnya menjadi vampir agar bisa membantu Rufus. Rufus menolak.
Sesaat sebelum memasuki terowongan, pimpinan petinggi vampir memergoki mereka. Rufus dan Sarafina bergegas masuk ke terowongan, yang berujung ke sebuah garasi. Sudah ada sebuah mobil di sana.
Tanpa membuang waktu, Rufus menyalakan mobil dan memacunya. Tidak diduga, sebuah mobil petinggi vampir menabraknya. Sarafina tewas seketika. Pimpinan petinggi vampir menghampiri Rufus dan langsung menebas lehernya.
Dengan cerita orisinil “30 Days of Night” yang bisa dibilang memiliki happy ending, saya sebenarnya berharap hal yang sama pada “30 Days Til Death” ini. Alur cerita dan artworknya yang menarik membuat saya lupa bahwa dari judulnya saja sudah pasti lakonnya tewas. Sayang tidak ada kejelasan mengenai para petinggi vampir, membuat kisahnya seolah lepas dari jagat “30 Days of Night”.
Leave a Reply