Ada satu momen yang tidak pernah saya lupakan di masa masa SMP beberapa puluh tahun yang lalu. Kala itu saya dan sahabat saya berkenalan dengan adik kelas yang termasuk idola di sekolah. Lokasinya di dalam koperasi, pas doi lagi beli jajan. Namanya bisa kenalan, apalagi memegang tangan (untuk salaman) dengan primadona sekolah, tentu saja bikin hati kami berdua berbunga-bunga. Yang pernah menjalani masa remaja pasti setuju.
Namun hal tersebut tidak berlangsung lama.
Beberapa waktu kemudian, seorang guru tiba-tiba datang ke kelas dan meminta kami berdua untuk ikut ke ruang BP. Jelas ngerasa bingung setengah mati pada saat itu. Di ruangan sudah ada si adik kelas, sedang menahan tangis. Rupanya, hari itu cincin emas yang ia kenakan di jarinya hilang. Dan kami berdua menjadi tersangka utama, gegara sempat bersalaman dengan dia di hari yang sama.
Saya tidak tahu bagaimana ending dari misteri hilangnya cincin emas sang primadona sekolah. Yang pasti, hubungan pertemanan yang terjalin dengannya berakhir sampai di situ saja. Bagaimana lagi. Sejak itu setiap berpapasan suasana jadi auto ackward. Kaku.
Bagi sebagian orang, perhiasan yang terbuat dari emas memang cukup berarti. Tidak hanya cincin, juga kalung, gelang, liontin, serta anting. Itu sebabnya banyak yang membelinya untuk keperluan atau untuk momen momen tertentu yang sifatnya personal.
Contoh yang paling gampang adalah cincin pernikahan. Sudah merupakan hal yang wajar untuk mewarnai momen sakral tersebut dengan sesuatu yang spesial dan berkesan. Apalagi yang bertahtakan berlian, sebagai pelambang kehidupan bersama yang abadi.
Emas sendiri memiliki dua jenis yang umum, yaitu emas putih dan emas kuning. Keduanya sama-sama berbahan logam mulia, hanya kadar emasnya saja yang berbeda. Yang disebutkan pertama, kadar paling tinggi yang bisa digunakan hanya 75%. Dan sebaiknya memang menggunakan kadar tersebut, karena jika tidak, maka nantinya akan sulit untuk dijual kembali. Yah, kecuali jika yaqueen tidak akan pernah kehabisan uang sampai harus jual perhiasan, ya, hehehe.
Sedangkan untuk emas kuning, kadar emas yang terkandung di dalamnya bisa bervariasi. Antara 50% hingga 99%. Tapi sama halnya dengan emas putih, kadar yang disarankan minimal adalah 75%, agar kualitas dan kilaunya terjamin.
Selain sebagai penanda momen yang bersifat personal, seperti sudah disinggung di atas, cincin emas juga bisa dijadikan sebagai sebuah investasi. Seperti kita ketahui, nilai logam mulia ini dari waktu ke waktu cenderung stabil. Bahkan tidak jarang mengalami kenaikan. Pada saat artikel ini ditulis, angka nilai jualnya berada pada titik Rp 593.500,- per gram.
Ketimbang berinvestasi emas dalam bentuk digital atau batangan, ada satu keuntungan tersendiri untuk berinvestasi dalam bentuk perhiasan. Setidaknya kita masih bisa menggunakannya sehari-hari, atau setidaknya pada saat menghadiri acara acara yang bersifat resmi. Seperti kondangan perkawinan misalnya.
Oh ya, untuk investasi emas secara digital kapan kapan akan saya bahas di artikel terpisah, ya.
Ngomong ngomong, sampai sekarang saya tidak tahu ada kenangan apa di balik cincin milik adik kelas yang hilang waktu itu. Apakah milik keluarga yang diwariskan turun temurun? Hadiah ulang tahun dari orang tuanya? Atau jangan jangan malah tanda cinta dari kekasihnya?
Apapun itu, setidaknya saya patut bersyukur karena kejadian aneh sekaligus memalukan itu terjadi di masa SMP. Coba bayangkan kalau itu terjadi pada saat saya sudah dewasa dan obyek perkenalan adalah emak emak. Bisa digebukin tanpa dikasih kesempatan membela diri kalau sampai cincin kawinnya hilang setelah salaman dengan saya…
Leave a Reply